Pembinaan Kelembagaan FISIP Unpas
Selamat datang di pesta kerja. Begitu ajakan Warek II Universitas Pasundan, Dr. T. Subarsyah saat menyampaikan materi pada kegiatan Pembinaan Kelembagaan Program Studi di Lingkungan FISIP Unpas. Acara yang diselenggarakan di Hotel Preanger, Bandung, Sabtu 13 Februari 2016 itu selain dihadiri para Ketua dan Sekretaris Prodi, juga pimpinan FISIP lainnya, meliputi Dekan para Wakil Dekan.
Dibuka oleh Dekan FISIP Unpas, M. Budiana, SIP, M.Si., acara selanjutnya diisi oleh para nara sumber, baik dari internal Unpas dan Paguyuban Pasundan, maupun dengan menghadirkan pakar dari luar, yaitu Dr. H. Budi Jatmiko yang kini menjabat Ketua Aptisi Pusat.
Pada dasarnya, acara tersebut merupakan langkah-langkah fakultas dalam menyambut program yang dalam akhir-akhir ini sering dikemukakan Rektor Unpas, yaitu mengenai akselerasi untuk segala lini, mengingat tantangan yang dihadapi Unpas semakin berat.
Dikatakan Subarsyah dalam paparannya, kita harus mengindarkan perilaku menunda-nunda pekerjaan, lalu meluncurkan produk yang belum optimal, atau justru produk yang gagal. “Buanglah kebiasaan menunggu. Menunggu pekerjaan datang, tapi kemudian akhirnya banyak dan menumpuk. Menunggu datangnya masalah. Menunggu perintah, alias tidak punya inisiatif,” ucapnya lagi.
Selama ini kita anti terhadap aktualisasi kerja, atau pembaharuan model dan sistem. Selain itu, bekerja tanpa rencana dan target. “Atau, kita ini biasanya bikin planning yang gede, tapi tidak disertai rencana tekni atau, jangan-jangan planning itu tidak kita kerjakan.”
Kenapa kita tidak punya inisiatif, hal itu antara lain karena kita memilih zona aman. “Prinsipnya kan yang penting saya tidak rugi. Soal orang lain rugi, itu mah bukan urusan saya. Begitulah prinsip kita selama ini.”
Selanjutnya dikatakan bahwa pemimpin yang baik itu bisa menempatkan orang. Karena itu tidak ada istilah potensi anak buah yang tidak bisa diaktualisasikan. Pemimpin harus mampu menyatukan potensi bersama untuk membuat lompatan besar. “Kita tidak butuh superman, melainkan super tim,” katanya.
Dalam pesta kerja menyambut akselerasi ini harus kita hindarkan kenyataan yang selama ini kadang atau sering terjadi, yaitu masalah tidak pernah bisa diatasi. “Kalau kita genggam masalah, haruslah sama dengan memegang uang, yaitu jumlahnya akan terus menyusut, bukannya jadi tambah membengkak,” ucap Subarsyah lagi.
Juga jangan sampai terjadi mal-system, atau bekerja tidak dalam rel sistem. Sebab, akibatnya akan boros waktu dan biaya, atau tidak efektif dan tidak efisien. Maka hasil pekerjaan pun menjadi lost-control, sehingga kita sulit mengevaluasinya. “Yang jelas, kita harus punya motivasi dan inovasi.”
Berbicara tentang target yang tidak tercapai, mungkin saja yang menjadi penyebabnya target itu sendiri yang terlalu besar, atau mungkin juga karena targetnya tidak jelas. Dalam menetapkan program, kita harus menentukan tahapan pencapaiannya.
Paling tidak, menurut Subarsyah, problematika umum yang kita hadapi, serta harus kita atasi adalah SDM atau skills terbatas, sementara persaingan semakin ketat. Kita juga dihadapkan pada pola kerja konvensional versus tuntutan dengan perubahan yang sangat tinggi. Keunikan atau keunggulan kita belum teridentifikasi dengan jelas, sehingga sulit untuk dijadikan ikon penarik minat. Program yang kita susun belum komprehensif dan integratif dan kreativitas serta inovasi kerja masih lemah.
“Mari dalam bekerja ini kita berupaya untuk membuang dua kata, yaitu tapi dan nanti,” ucapnya lagi.***