BANDUNG, unpas.ac.id – Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan sedang menjadi sorotan. Pasalnya, politikus PDI Perjuangan ini mengusulkan agar seorang kepala kejaksaan tinggi dicopot dari jabatannya lantaran berbicara menggunakan bahasa Sunda saat rapat.
Terkait pernyataan kontroversialnya tersebut, civitas akademika Universitas Pasundan melayangkan kritikan. Wakil Rektor III Unpas sekaligus Pengamat Kebijakan Publik Dr. H. Deden Ramdan, M.Si. menilai, pernyataan Arteri kontradiktif dengan apa yang senantiasa ia lontarkan tentang menjaga nilai persatuan bangsa.
“Sepertinya saudara Arteria Dahlan harus membuka lagi UU Bendera, Lambang Negara, dan Bahasa. Salah satu pasalnya menyebutkan bahwa pemerintah daerah wajib memelihara dan mengembangkan bahasa daerahnya. Apakah saudara justru akan menolak semua itu?,” katanya.
Menurutnya, secara etis dan merujuk pada adab politik, Arteria sebagai anggota dewan semestinya paham sejarah perjuangan bangsa yang sangat menjunjung tinggi keanekaragaman budaya. Namun, yang terjadi ia malah melakukan tindakan ahistoris atau berlawanan dengan sejarah.
Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Seni dan Sastra (FISS) Unpas yang juga Budayawan Sunda, Budi Dalton juga memberikan kritik serupa. Ia menyayangkan sikap rasis Arteria, karena memperlihatkan konotasi ketidaksukaan terhadap budaya Sunda.
“Selama ini, masyarakat Indonesia berupaya untuk tidak bersikap rasis di tengah keragaman yang ada. Percuma rakyat menggembar-gemborkan toleransi dan persatuan kalau wakil rakyatnya juga rasis,” ungkapnya.
Ia mengatakan, dalam sebuah rapat banyak yang memakai istilah dalam bahasa asing atau bahasa daerah lainnya. Karena itulah, ia heran mengapa pemakaian bahasa Sunda menuai kritik Arteria.
“Kenapa ia meminta Kajati yang berbahasa Sunda tersebut diganti alih-alih sekadar dikritik?,” lanjutnya.
Ketua Umum PB Paguyuban Pasundan Prof. Dr. H.M. Didi Turmudzi, M.Si. melalui pernyataan sikapnya mendesak Arteria Dahlan untuk segera meminta maaf agar tidak terjadi polemik yang lebih besar.
Prof. Didi menyesalkan pernyataan sensitif yang terlontar dari seorang wakil rakyat, di mana ia seharusnya memiliki jiwa patriotisme dan menghormati keberagaman suku bangsa di Indonesia, termasuk suku Sunda.
“Bukankah bendera dan bahasa sudah diatur dalam UUD 1945? Jika bahasa daerah dilindungi dan dicantumkan, maka kita sepantasnya memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Jadi, apakah pantas anggota DPR mengemukakan hal yang bertentangan dengan UUD?” tuturnya.
Meski demikian, Prof. Didi yakin Arteria Dahlan mau meminta maaf kepada seluruh masyarakat Sunda atas kekeliruannya. Paguyuban Pasundan tidak ingin persitiwa ini memecah belah persatuan dan kesatuan Indonesia.
“Sejatinya masyarakat Sunda mempunyai sifat silih asah, silih asih, dan silih asuh. Sebagai Urang Sunda, kami akan menjaga keutuhan NKRI dengan persatuan, kesatuan, dan selalu menghargai toleransi,” tutupnya. (Reta)*