[dt_highlight color=”” text_color=”black” bg_color=””]Dr.Ade Priangani, M.Si[/dt_highlight]
Dosen Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan &
Wakil Ketua Bidang Pendidikan Paguyuban Pasundan Cabang Kota Bandung
Kerajaan Britania Raya adalah suatu negara yang bersatu yang dipimpin dengan sistem demokrasi parlementer dibawah undang-undang monarki, yang dipimpin oleh ratu Elizabeth II, dan menejemen pemerintahan di pimpin oleh seorang Perdana Menteri, yang saat ini adalah perdana menteri Boris Jhonson.
Sistem politik kerajaan Inggris adalah sistem multi-partai. Sejak tahun 1920-an, ada dua partai yang dominan yaitu Partai Konservatif dan Partai Buruh. Sebelum Partai Buruh naik dalam politik Inggris, Partai Liberal merupakan partai politik besar lainnya, bersama dengan Konservatif. Koalisi dan pemerintahan minoritas kadang-kadang dibentuk dalam sistem Inggris, tetapi sistem pemilu first-past-the-post cenderung untuk mempertahankan dominasi dari kedua belah pihak, meskipun masing-masing sebelumnya pernah bergantung kepada pihak ketiga, seperti Liberal Demokrat, untuk memperoleh status mayoritas di Parlemen. Koalisi pemerintahan Konservatif—Liberal Demokrat menjabat dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 (koalisi pertama sejak tahun 1945). Koalisi ini berakhir setelah pemilihan parlemen pada 7 Mei 2015, di mana Partai Konservatif memenangkan 330 kursi di House of Commons, sementara mitra koalisi mereka kehilangan delapan kursi. Hal yang unik dari tradisi pemerintahan di britania raya adalah adanya kabinet bayangan atau shadow cabinet, yang berkedudukan di parlemen dan di bentuk oleh partai oposisi. Kabinetnya terdiri dari PM Bayangan dan Menteri-menteri bayangan, sejumlah yang ada di kabinet resmi yang di pimpin oleh partai pemenang pemilu.
Seorang Boris Johnson sebelum terpilih menjadi Perdana Menteri dalam Pemilu 24 Juli 2019, adalah seorang politikus Partai Konservatif Britania Raya dan wartawan. Sebelumnya, Johnson menjabat sebagai Menlu Britania Raya, Wali kota London, anggota Parlemen Britania Raya, dan Pemimpin Redaksi majalah The Spectator, serta menduduki beberapa jabatan di kementerian bayangan.
Johnson menjalani pendidikan di Eton College, dan Balliol College, Oxford dengan jurusan Literae Humaniores. Ia memulai kariernya di dunia jurnalistik di The Times dan kemudian pindah The Daily Telegraph, di mana ia menjadi Asisten Editor. Dia diangkat sebagai Editor The Spectator pada tahun 1999. Dalam pemilihan umum tahun 2001, ia terpilih sebagai anggota House of Commons dan kemudian menjadi salah satu politisi yang paling berpengaruh di Inggris.
Di bawah pimpinan Michael Howard, Johnson diserahi jabatan oleh Partai Konservatif sebagai Menteri Kesenian Kabinet bayangan (April-November 2004). Ketika David Cameron terpilih sebagai pemimpin Partai Konservatif pada tahun 2005, Johnson kembali diangkat sebagai Menteri Pendidikan Tinggi Bayangan dan mengundurkan din sebagai Editor dari The Spectator.
Pada bulan September 2007, ia terpilih sebagai kandidat Konservatif untuk pemilihan wali kota London 2008. Johnson mengalahkan kandidat dari Partai Buruh, Ken Livingstone dan terpilih sebagai Wali kota London. Johnson kemudian mengundurkan din dari parlemen. Dengan perolehan lebih dari satu juta suara, ia menjadi wali kota dengan perolehan suara terbesar dibanding politikus manapun dalam sejarah Britania Raya. Pada tanggal 4 Mei 2012, Johnson kembali terpilih sebagai Wali kota London, sekali lagi mengalahkan Livingstone dalam Pemilu.
Pada Pemilu 2019, Boris Johnson yang sejak 23 Juli 2019 menjadi ketua Partai Konservatif, memenangkan pemilu, karena partai Konservatif, memenangkan 368 kursi parlemen atau bertambah 50 kursi dari sebelumnya. Sedangkan Partai Buruh yang merupakan partai oposisi, memperoleh 191 kursi. Sisanya partai Demokrat Liberal mendapat 13 kursi, Partai Brexit dan Partai Nasional Skotlandia 55 kursi.
Johnson merupakan tokoh yang pro dengan keluarnya Inggris dari Eropa. Rencananya, Inggris akan resmi meninggalkan Eropa 31 Januari 2020. Sebelumnya, Par-tai oposisi utama, Partai Buruh berjanji untuk menegosiasikan kembali kesepakatan Brexit dengan Uni Eropa. Sementara Demokrat Liberal bersumpah untuk membatalkan Brexit sama sekali, dan membawa Inggris kembali ke Eropa.
Sebelumnya, Johnson meminta Pemilu diadakan lebih cepat karena kebuntuan dan kekacauan politik di DPR terkait Brexit. Johnson berjanji kepada publik bahwa suara untuk Partai Konservatifnya akan dapat “menyelesaikan Brexit.”
Profil Boris Johnson
Lahir di New York, Amerika Serikat (AS), pada 19 Juni 1964, Boris Johnson berasal dari keluarga terpandang Inggris dengan latar belakang beraneka ragam. Kakek buyut dari ayahnya adalah jurnalis Muslim ternama Turki, Ali Kemal Bey. Sedangkan kakek buyut pihak ibunya punya darah Yahudi Lithuania dan Yahudi Ortodoks Israel. Keluarga Johnson masih berkerabat dengan keluarga kerajaan Inggris di mana mereka merupakan keturunan dari Raja George II yang bertahta pada abad ke-18.
Nama Boris diberikan oleh ayahnya dari seorang imigran Rusia kenalannya. Dia dikirim ke Eton, sekolah privat paling prestisius di Negeri “Ratu Elizabeth”. Di sekolah itu, keluarga kerajaan dan aristokrat Inggris mengirimkan putra mereka bersekolah. Eton telah melahirkan 19 Perdana Menteri Inggris. Masa perkuliahan dihabiskan di universitas ternama Oxford di mana Johnson menjalin persahabatan dengan mantan perdana menteri David Cameron. Johnson tidak pernah jauh dari dunia politik. Darah politik diwarisi dari ayahnya yang menjabat sebagai anggota parlemen Uni Eropa mewakili Inggris.
Sejak di Oxford, kecemerlangannya sudah terlihat sebagai talenta muda politik Inggris bersama dengan Cameron, mantan Ketua Partai Konservatif William Hague, serta politisi yang baru dikalahkannya Jeremy Hunt. Dia dikenal sebagai sosok yang populer walau terkesan berantakan. Pada 1986, dia terpilih sebagai Presiden Persatuan Mahasiswa Oxford.
Johnson akhirnya terjun ke politik pada pemilu 1997 di mana dia mencalonkan diri sebagai anggota parlemen untuk distrik Clwyd South. Dia kalah dari calon Partai Buruh namun namanya mulai diperhitungkan. Sambil mempersiapkan din menuju pemilu berikutnya, Johnson hengkang ke majalah mingguan The Spectator pada 1999 sebagai editor utama walau ketika menerima posisi ini, dia menyatakan akan mengabaikan ambisi politiknya.
Selang dua tahun kemudian, Johnson terpilih sebagai anggota parlemen dari distrik Henley. Johnson memiliki rekor kehadiran yang rendah di parlemen. Walaupun begitu, dia dipercaya memegang sejumlah posisi sebagai Wakil Ketua Umum Partai, Menteri Bayangan Kebudayaan serta Menteri Bayangan Pendidikan Tinggi.
Pada 2008, dia secara mengejutkan terpilih sebagai Wali Kota London, kota basis kuat Partai Buruh, mengalahkan petahana dua periode Ken Livingstone. Popularitasnya sebagai wali kota melesatkan namanya ke kancah politik nasional. Dia memimpin London menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas 2012.
Salah satu kebijakan paling populer adalah menginiasiasi transportasi sepeda umum di ibukota Inggris itu. Selain itu angka kriminal juga menurun tajam sepanjang delapan tahun jabatannya. Gaya politiknya yang terkesan tidak serius, membingungkan, berantakan, serta tanpa arah namun anehnya kharismatik dan humoris menjadi pesona khas yang semakin lekat di dirinya hingga membuat dia dibandingkan dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Ambisinya menjadi perdana menteri mulai tercium ketika Johnson kembali ke parlemen Inggris pada 2015 mewakili distrik Uxbridge dan Ruislip Selatan. Johnson kemudian menjadi arsitek utama kampanye “Leave” pada referendum Brexit atau keanggotaan Inggris di Uni Eropa pada 2016. Dia berkampanye ke seluruh penjuru negeri menggunakan bus besar merahnya menjabarkan kerugian yang diderita Inggris jika memilih bertahan di Uni Eropa.
Puncaknya dalam referendum rakyat Inggris memilih meninggalkan Uni Eropa, Cameron mengundurkan din, dan Johnson menjadi calon kuat penggantinya. Johnson sempat ditunjuk menjadi Menteri Luar Negeri oleh Theresa May.
Namun jabatan itu hanya diembannya selama 2 tahun. Dia mengundurkan din pada Juli 2018 karena perbedaan pendapat dengan May mengenai kesepakatan Brexit May yang menurutnya terlalu lemah. Kali ini setelah menunggu tiga tahun, penantiannya membuahkan hasil. Kunci 10 Downing Street, kediaman resmi Perdana Menteri Inggris akhirnya menjadi milik Boris Johnson.
Hasil Pemilu 2019
Pemilihan umum Britania Raya 2019 diselenggarakan pada tanggal 12 Desember 2019. Pemilihan ini diselenggarakan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pemilihan Umum Parlemen Awal 2019, dua setengah tahun setelah pemilihan umum pada Juni 2017. Ini merupakan pemilihan umum kedelapan belas Britania Raya pada masa pemerintahan Ratu Elizabeth II.
Hasil Pemilu Inggris Desember 2019
Pemilu yang dini ini dipicu setelah periode kebuntuan parlemen tentang bagaimana kelanjutan Brexit, sebuah isu yang mendominasi kampanye. Partai Konservatif berjanji untuk “menyelesaikan Brexit” dengan kesepakatan Brexit dari Perdana Menteri Boris Johnson, sementara Partai Buruh, yang dipimpin oleh Jeremy Corbyn, berkampanye pada program peningkatan pengeluaran publik yang besar dan nasionalisasi, serta referendum Brexit kedua. Partai Liberal Demokrat di bawah Jo Swinson berjanji untuk membatalkan Brexit, seperti halnya Partai Nasional Skotlandia yang dipimpin oleh Nicola Sturgeon, yang juga fokus pada referendum kemerdekaan Skotlandia kedua.
Pemilihan Umum 2019 menjadi pemilihan umum Britania Raya pertama yang diadakan pada bulan Desember sejak 1923, dan diatur dalam pemberitahuan singkat pada akhir Oktober. Setiap konstituensi parlementer Kerajaan Inggris memilih satu Anggota Parlemen (MP) ke Dewan Rakyat Britania Raya menggunakan sistem pemungutan suara first-past-the-post. Hal ini secara tidak langsung memilih pemerintah, yang dibentuk oleh partai atau koalisi partai yang dapat memerintahkan kepercayaan mayoritas anggota parlemen. Baik pemerintahan mayoritas maupun minoritas adalah hasil pemilu yang dimungkinkan.***