BANDUNG, unpas.ac.id – Selama Ramadan, pola makan seseorang cenderung berubah. Secara fisiologis, apabila kebiasaan makan dan minum sudah benar, puasa akan efektif menurunkan berat badan. Jika diakumulasikan, selama satu bulan, berat badan bisa turun hingga 3 kilogram.
Usai beradaptasi dengan pola makan teratur saat buka dan sahur, menjelang lebaran justru ada efek yang perlu diwaspadai. Hal ini disampaikan Pakar Kesehatan sekaligus Wakil Dekan III Fakultas Kedokteran Universitas Pasundan dr. Trias Nugrahadi, Sp.KN. Saat lebaran, kemungkinan berat badan akan kembali seperti semula, bahkan naik drastis.
“Dalam istilah kedokteran, ini disebut efek yoyo. Biasanya, disebabkan oleh pola dan porsi makan yang tidak terkontrol setelah puasa. Dari yang awalnya hanya makan berat ketika buka dan sahur, kemudian kembali normal menjadi tiga kali sehari,” jelasnya di Kampus V Unpas, Jalan Sumatera No 41, Kota Bandung, Selasa (11/5/2021).
Agar pencernaan tidak langsung terbebani, terutama saat lebaran, dr. Trias mengimbau untuk memperhatikan pola makan. Dengan menjaga dan mengatur pola makan, maka dapat meminimalkan risiko terkena efek yoyo.
1. Puasa Syawal untuk menyesuaikan pola makan
Selain dianjurkan oleh Rasul dan menyempurnakan ganjaran berpuasa setahun penuh, ternyata puasa Syawal juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Utamanya, untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mencegah gangguan pencernaan, mengendalikan produksi gula dan lemak, serta menyesuaikan pola makan.
“Puasa Syawal ini sebagai masa transisi agar beban pencernaan tidak kaget. Sistem pencernaan yang tadinya bekerja lebih lambat harus adaptasi lagi dengan pola makan normal. Kalau tidak diatur, ini berisiko menyebabkan gangguan pencernaan dan menimbulkan efek yoyo,” katanya.
2. Mengatur waktu makan
Meski sudah bebas menyantap makanan, namun jam makan harus tetap diperhatikan. Pasca puasa, usahakan jangan membuat lonjakan beban pada tubuh. Dari sarapan hingga makan malam harus diatur sebaik mungkin.
“Sarapan idealnya di antara pukul 07.00-09.00 WIB. Tapi, karena waktu terakhir makan tiap orang berbeda-beda, disarankan untuk sarapan dua jam setelah bangun tidur. Dilanjutkan makan siang sekitar jam 12. Kemudian, makan malam tidak boleh di atas jam 7 karena perut harus diistirahatkan,” ujar dr. Trias.
3. Memperhatikan asupan dan kandungan gizi makanan
Saat sarapan, bisa mengonsumsi makanan ringan yang mengandung cukup karbohidrat guna membantu proses pengeluaran. Makan siang, harus dipenuhi dengan protein dan sedikit karbohidrat untuk penyerapan dan pembentukan energi. Malamnya, memakan makanan yang tidak memberikan beban pencernaan terlalu banyak.
“Awali dengan sarapan pagi yang ringan. Lalu, perbanyak protein pada makan siang, karena sebagai zat pembangun yang diserap agar tubuh kita segar kembali. Nanti malam, jangan dibebani dengan karbohidrat dan protein yang tinggi, tapi dengan mengonsumsi sayur dan buah-buahan,” imbuhnya.
4. Memperkuat imunitas
Puasa merupakan kesempatan untuk mengistirahatkan pencernaan. Oleh karena itu, tidak boleh ada lonjakan berlebih pada tubuh agar pencernaan tetap terjaga. Tepenting, karena masih dalam masa pandemi, tetap memenuhi cairan dan mengonsumsi makanan yang memperkuat imunitas.
“Indonesia kaya akan bahan-bahan tradisional, seperti temulawak, jahe, dan rempah-rempah lain. Itu bisa kita manfaatkan, apalagi sekarang masih dalam masa pandemi. Minimal, kalau pola makan dan konsumsi makanan sudah baik, bebannya juga tidak akan terlalu banyak. Akan ada detoksifikasi dalam tubuh, sehingga menekan risiko sakit,” tutupnya. (Reta Amaliyah S)*