“Jangan menjadi profesor pohon pisang,” demikian Prof. Dr. Bunyamin Maftuh, M.Pd., MA mewanti-wanti saat memberikan sambutan pada acara pengukuhan jabatan guru besar bagi Dr. H. Jaja Suteja, SE, M.Si., pada hari Senin 23 Desember 2019, di Kampus IV Unpas, Jalan Setiabudhi, Bandung. Prof. Dr. Bunyamin Maftuh adalah Direktur Karier dan Kompetensi Sumber Daya Manusia pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pengukuhan tersebut dilaksanakan pada Sidang Terbuka Senat Unpas yang dipimpin oleh Prof. Dr. H.M. Didi Turmudzi, M.Si sebagai Ketua Senat Unpas. Pada kesempatan itu hadir perwakilan LL Dikti Jabar, Ketua YPT Pasundan (Dr. H. Makbul Mansyur, M.Si.) serta perwakilan dari STKIP, STIE, dan STH Pasundan, para Dekan dan Wakil Dekan di lingkungan Unpas dan Ketua serta Sekretaris Prodi, Ketua IKA Unpas, dan Ketua IIKU serta para undangan.
Prof. Bunyamin Maftuh selanjutnya menerangkan bahwa profesor pohon pisang artinya hanya sekali berkarya, setelah itu berhenti. “Sebagaimana pohon pisang yang hanya sekali berbuah seumur hidupnya,” ucapnya lagi.
Karena itu, menjadi profesor bukanlah tujuan akhir. Jangan berhenti berkarya. Apalagi pada kondisi di Indonesia saat ini, jumlah guru besar masih sangat minim, yaitu kurang lebih 6.100 orang dari sekitar 240 ribu dosen (2,4 persen).
Saat ini, menurut catatan di Kemendikbud, dalam setiap bulannya disetujui antara 25 hingga 50 guru besar. Pada tahun ini, usulan dari Lembaga Layanan (LL) Dikti Jabar merupakan yang terbanyak disetujui, yaitu sepuluh orang. “Namun dari Unpas hanya satu orang saja. Ini tentu merupakan tantangan bagi Unpas sendiri,” ucap Prof. Bunyamin Maftuh.
Meskipun demikian, ia menyampaikan ucapan turut berbahagia atas dikukuhkannya Dr. Jaja Suteja menjadi guru besar di Unpas. “Tentu hal tersebut untuk kepentingan memperkuat institusi. Semakin banyak profesor, maka akan semakin bagus. Selain itu, bisa memotivasi para dosen lainnya. Sebab, bagi dosen, menjadi profesor adalah merealisasikan mimpi. Kalau ada dosen yang tidak memimpikan jabatan guru besar, itu patut diragukan,” ucapnya lagi.
Dijelaskannya pula bahwa pada pedoman penilaian yang baru, Lektor Kepala yang akan diajukan menjadi guru besar harus melaksanakan kewajiban membimbing mahasiswa S-1, S-2, dan S-3. Jadi bukan hanya mengejar jurnal internasional saja.
Pada bagian akhir sambutannya, Prof. Bunyamin Maftuh mengatakan bahwa profesor yang baik adalah ketika yang bersangkutan pensiun, ia berhasil meninggalkan profesor baru sebagai penggantinya. Dengan demikian ada regenerasi. Guru besar harus mampu membina dosen yuniornya. Kalau hal tersebut tidak dilakukan, maka yang bersangkutan menjadi profesor hanya untuk dirinya sendiri saja.”
Rektor Unpas, Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusuf Sp., M.Si., M.Kom. menyatakan syukur atas dikukuhkannya Dr. Jaja Suteja sebagai guru besar. Disebutkannya bahwa pada saat ini guru besar aktif di Unpas ada 26 orang. “Sekarang bertambah lagi satu orang,” ucapnya.
Dengan ditetapkannya Dr. H. Jaja Suteja sebagai profesor, maka kini Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unpas memiliki empat guru besar.
Ditegaskan pula oleh Prof. Eddy Jusuf bahwa kini Unpas sudah mengajukan 16 calon guru besar, yang diharapkan bisa dikukuhkan pada tahun 2023. “Andai yang berhasil setengahnya dari jumlah 16, itu pun sudah termasuk bagus,” ucapnya lagi.
Dulu, katanya, untuk menjadi guru besar itu dibiayai oleh diri sendiri. Sekarang, Unpas yang menanggungnya. Institusi sudah menyiapkan segalanya. Sebab, lanjutnya lagi, guru besar menjadi sebuah kiprah dan kinerja dari perguruan tinggi. “Namanya juga guru besar, maka yang bersangkutan harus tetap melaksanakan fungsinya sebagai pendidik dan peneliti, kemudian mempublikasikan hasil karyanya agar bisa bermanfaat bagi masyarakat,” katanya.
Sejalan dengan ucapan Prof. Eddy Jusuf, Ketua YPT Pasundan pun menyatakan rasa syukurnya. “Prof. Jaja merupakan aset yang sangat besar untuk memperkuat jajaran guru besar di Unpas,” ucap Dr. Makbul. Jika Unpas memiliki 27 guru besar aktif, maka perguruan tinggi lainnya yang berada di bawah naungan YPT Pasundan sudah pula memiliki guru besar. Di STKIP Pasundan ada empat orang, di STIE Pasundan ada dua orang, dan di STH Pasundan Sukabumi ada satu orang.
Disebutkannya pula bahwa menurut yang dia lihat pada catatan di LL Dikti, pada tahun 2017 terdapat 75 guru besar. Kemudian pada tahun berikutnya naik menjadi 77 orang. Dan untuk tahun ini terdapat lonjakan, yaitu menjadi 86 orang. “Luar biasa Jabar ini,” kata Makbul.
Bagi YPT Pasundan sendiri, kata Makbul, tak akan sampai menolak jika Rektor mengajukan biaya bagi lahirnya guru besar. Kepada Prof. Jaja yang baru saja dikukuhkan, Makbul berpesan agar jabatan guru besar ini jangan disia-siakan. Jadi teruslah melakukan penelitian, kemudian hasilnya dipublikasikan untuk kepentingan masyarakat.
Tercapainya guru besar yang diperjuangkan Dr. Jaja Suteja yang menjabat Warek I Unpas ini, kata Ketua Umum PB Paguyuban Pasundan merupakan hasil perjuangan yang tidak sebentar. “Memang begitulah seharusnya, kita tidak boleh berhenti dan menyerah. Dalam meraih guru besar, buanglah ungkapan nista, maja, utama. Sebab, jika langkah kesatu, kedua, dan ketiga gagal, maka lanjutkan lagi dengan langkah keempat, kelima, keenam, dan seterusnya, hingga akhirnya berhasil.”
Ketua Senat Unpas Prof. Didi Turmudzi berpesan, saat ini, kita tidak perlu lagi memegang ungkapan “ulah goong nabeuh manéh”. Maksudnya jangan mengungkapkan prestasi kita. “Kalau tidak diungkapkan, lantas bagaimana orang-orang akan tahu prestasi kita?” ucapnya lagi.
Orasi Ilmiah
Pada orasinya yang berjudul “Dinamika Financial Technology di Tengah Sinergi antara Financial Literate dan Inclusion dalam Mewujudkan Financial Wellbeing di Indonesia”, Prof. Jaja Suteja menyampaikan hasil telaahannya tentang perkembangan ekonomi di Indonesia saat ini, yaitu adanya proses disrupsi pada beragam aspek lapangan usaha perekonomian. Hal itu terjadi sebagai akibat dari perkembangan teknologi.
“Secara universal, perkembangan teknologi baru juga dapat dimaknai sebagai suatu kemajuan yang menjadi pertanda hadirnya peradaban baru, era baru, iklim baru, perilaku baru, dan bahkan pada saatnya nanti dapat dimaknai sebagai revolusi baru dalam bidang perekonomian,” demikian disampaikan pada awal orasinya.
Inovasi disruptif ini jika tidak diantisipasi dengan baik oleh dunia usaha saat ini, dapat menyebabkan kejatuhan organisasi bisnis, seperti yang dialami misalnya oleh Kodak, Nokia, dan beberapa perusahaan transportasi kovensional dan penghantaran. “Fenomena inovasi disruptif juga terjadi pada industri jasa keuangan yang telah mendisrupsi landscape industri jasa keuangan secara global. Mulai dari struktur industrinya, teknologi intermediasinya, hingga model pemasarannya kepada konsumen,” ucapnya lagi. Keseluruhan perubahan ini mendorong munculnya fenomena baru yang kemudian disebut dengan Teknologi Keuangan atau Financial Technology (Fintech).*** (TS)