BANDUNG, unpas.ac.id – Kartini direfleksikan sebagai simbol perjuangan perempuan Indonesia dalam mengangkat harkat martabatnya. Salah satu karakter Kartini yang menonjol adalah kegemarannya membaca dan menulis. Pada tataran inilah, Kartini memberi teladan untuk menjadi perempuan yang memiliki pengetahuan dan dapat memberi makna kehidupan.
Bagi Dekan Fakultas Ilmu Seni dan Sastra (FISS) Universitas Pasundan Dr. Hj. Senny Suzanna Alwasilah, peringatan Hari Kartini yang dirayakan setiap 21 April bukan sekadar komemorasi euforia dengan ramai-ramai berkebaya, berkain, dan berkonde. Lebih dari itu, Hari Kartini sepatutnya dipahami sebagai spirit yang memunculkan kesadaran baru akan karya nyata perempuan.
“Kita menjadi seperti sekarang karena ada perjuangan Kartini di masa lalu yang serba sulit serta terkungkung oleh adat dan tradisi. Kartini terus berupaya menjadikan perempuan Indonesia terhormat dan diperhitungkan di mata dunia,” ujarnya di Kampus IV Unpas, Jalan Dr. Setiabudhi No 193, Bandung, Rabu (21/4/2021).
Budaya patriarki yang masih berkuasa menjadikan perempuan kehilangan eksistensi diri dan pendek langkah dalam berinternalisasi di ruang publik. Saat ini, kondisi perempuan sejatinya tidak jauh berbeda dengan masa Kartini. Terlebih di era globalisasi yang serba mungkin, banyak perempuan terpingit pekerjaannya masing-masing.
Menurutnya, perempuan terjebak dalam kegiatan rutin yang memenjarakan dirinya dan terlena menggeluti dunianya sendiri. Demikian, seolah melupakan eksistensi perjuangan Kartini dalam memajukan kaum perempuan dengan membaca dan menulis tanpa memilah-milah bidang pekerjaan. Sementara, Kartini mendobrak tradisi patriarki dengan menulis.
“Di masa kini, pandangan untuk maju bagi kaum perempuan itu sudah sangat terbuka. Perempuan yang telah berkiprah menciptakan kemandiriannya dengan menulis perlu diapresiasi. Mereka berani melakukan terobosan di tengah kulturisasi yang masih memihak budaya ucap-dengar daripada baca-tulis,” paparnya.
Ia menyampaikan, gagasan yang dituangkan dalam bentuk tulisan akan membantu mencerdaskan kaum perempuan. Tanpa berani menuangkan gagasannya, perempuan akan terus mengalami kemunduran spiritual dan tidak mampu berpikir kritis.
Kartini selalu menegaskan pentingnya menulis sebagai senjata ampuh untuk menegakkan hak-hak kaum perempuan dalam mencapai kemandirian. Di era perkembangan digital, menulis akan jauh lebih mudah dilakukan dengan memanfaatkan platform-platform yang ada.
“Hal tersebut juga perlu menjadi perhatian kaum milenial yang menurut saya sudah jauh dari nilai-nilai Kartini pada awalnya. Sebagai orang tua, terutama ibu, harus bisa mengarahkan putra-putrinya untuk kembali pada akar, yaitu tradisi dan nilai luhur bangsa ini,” katanya.
Di momen peringatan Har Kartini, Ia berpesan pada para perempuan di Indonesia untuk tetap semangat berkarya dan menjalani hidup dengan penuh suka cita. Perempuan juga harus terus menjaga martabatnya, serta beramal saleh dan bertakwa kepada ilahi.
“Mari kita terus berjuang, tetap semangat di era yang sekarang sudah sangat luar biasa dan diliputi ketidakberdayaan. Kita harus tetap menjaga martabatnya dan jangan menjadi perempuan yang tertinggal,” pungkasnya. (Reta Amaliyah S)*