BANDUNG, unpas.ac.id – Ditetapkannya 10 November sebagai Hari Pahlawan memberikan makna mendalam bagi bangsa Indonesia. Memperingati Hari Pahlawan merupakan bentuk apresiasi terhadap jasa para pejuang dalam merebut kemerdekaan dari gempuran kolonialisme dan imperialisme.
Sebagai simbol penghargaan dan rasa hormat atas dedikasi tokoh-tokoh nasional yang turut memperjuangkan Indonesia dan membesarkan organisasi Paguyuban Pasundan, Unpas mengabadikan nama Otto Iskandar Dinata dan Ir. Djuanda di lingkungan kampus.
Sumbangsih Otto Iskandar Dinata yang pernah menjabat sebagai Ketua Paguyuban Pasundan Periode 1929-1945 diabadikan di aula utama Unpas, Mandala Saba Otto Iskandar Dinata, Kampus IV, Jalan Dr. Setiabudhi No 193, Kota Bandung.
Sementara Ir. Djuanda, Sekjen Paguyuban Pasundan Periode 1929-1943 dan Perdana Menteri ke-10 RI, baru-baru ini dijadikan sebagai nama ruang terbuka hijau di area Kampus II Unpas, Jalan Tamansari No 6-8, Kota Bandung, yaitu Taman Djuanda.
Kiprah Otto Iskandar Dinata di Paguyuban Pasundan
Otto Iskandar Dinata dan Ir. Djuanda adalah perintis Paguyuban Pasundan, induk Universitas Pasundan yang masih eksis pascakomitmen kebangsaan Sumpah Pemuda 1928 dan mampu bertahan hingga usia ke-108.
Otto Iskandar Dinata “Si Jalak Harupat” dikenal berani dan lantang saat mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Di bawah kepemimpinan Otto, Paguyuban Pasundan berkembang pesat. Ia bahkan mendirikan sekolah dasar hingga menengah atas.
Dilansr dari tirto.id, meski sibuk membesarkan Paguyuban Pasundan, Otto juga aktif menjadi anggota Volksraad atau Dewan Rakyat semacam DPR yang dibentuk pada masa kolonial Belanda. Selama duduk di Volksraad mewakili Paguyuban Pasundan, Otto terus menyuarakan keyakinannya bahwa suatu saat Indonesia akan merdeka.
Lantaran pidatonya yang dinilai pedas dan mengancam eksistensi Belanda, akhirnya ia ditarik dari anggota Volksraad. Ia kemudian fokus mengembangkan Paguyuban Pasundan. Pekik merdeka dan kecamannya terhdap Belanda juga dituangkan dalam surat kabar harian berbahasa Sunda, Sipatahoenan.
Otto juga sempat memimpin surat kabar Tjahaja ketika masa pendudukan Jepang, bergabung ke Pusat Tenaga Rakyat (Putera), diangkat sebagai anggota Jawa Hokokai dan Pembela Tanah Air (Peta), serta menjadi anggota BPUPKI dan panitia PPKI. Ia juga pernah menduduki jabatan Menteri Negara pada kabinet pertama RI dan ditugaskan mempersiapkan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang jadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Ir. Djuanda, Sang Penjaga Kedaulatan Maritim Indonesia
Ir. Djuanda merupakan kader terbaik Paguyuban Pasundan dan Perdana Menteri terakhir RI. Ia adalah pencetus Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957, sehingga dinobatkan sebagai penjaga kedaulatan maritim Indonesia.
Dalam deklarasi tersebut, Djuanda menyatakan kepada masyarakat internasional bahwa segala perairan yang menghubungkan pulau-pulau Indonesia masuk dana teritori NKRI. Deklarasi Djuanda juga menyatakan, penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis-garis yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau NKRI akan ditentukan dalam UU.
Deklarasi Djuanda sempat ditentang oleh Amerika Serikat dan Australia. Namun, karena kegigihannya, Deklarasi Djuanda bertahan dan disahkan oleh Konvensi Hukum Laut PBB (United Nation Convention on Law of Sea).
Berkat jasanya, Indonesia memiliki hamparan laut seluas 5,8 juta kilometer persegi. Nusantara terbentang sepanjang 81 kilometer garis pantai dengan 17 ribu lebih pulau di dalamnya. (Reta)*