Pasamoan Pamungkas Akademi Budaya Sunda-Unpas Angkatan XVIII
Kurun waktu tiga bulan berlalu tanpa terasa. Begitulah yang dialami para peserta Akademi Budaya Sunda (ABS) Unpas. Sebanyak 57 senabudaya (sebutan untuk para peserta) dari internal Unpas dan STIE serta STKIP Pasundan mengikuti penggemblengan ihwal kesundaan sejak awal Maret 2015 dan pada 10 Juni 2015 berakhirlah sudah. Acara dilaksanakan di Kampus V Unpas, Gedung Pasca Sarjana, Jalan Sumatra 41, Bandung.
Ketua Pelaksana ABS-Unpas, Yayat Hendayana, SS, M.Hum. pada acara penutupan yang diberi label Pasamoan Pamungkas menyampaikan laporannya bahwa dari seluruh senabudaya ada yang termasuk katagori rajin pisan, rajin, lumayan rajin, dan teu rajin-rajin acan.
“Apapun katagori yang diraih, kami ucapkan selamat, dan semoga materi yang diperoleh dapat menambah wawasan kesundaan bagi para senabudaya. Selanjutnya kami serahkan sepenuhnya kepada Bapak Rektor selaku Penanggung Jawab ABS-Unpas untuk menentukan pemberian sertifikat,” ucap Yayat.
Disampaikanya pula bahwa untuk Angkatan 18 sekarang, para senabudayanya dinilai aktif serta dinamis saat mengikuti kegiatan perkuliahan. Maklumlah karena mereka adalah para dosen, dengan jabatan unsur pimpinan fakultas atau prodi.
Seminggu sebelum penutupan, para senabudaya mengikuti kegiatan sababudaya ke Gunung Padang, di wilayah Cianjur, untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman secara langsung dari situs megalitik peninggalan masa lalu yang merupakan salah satu kekayaan budaya Sunda. Kegiatan di lapangan dipandu oleh Abah Ruskawan, Ketua Paguyuban Pasundan Cabang Cianjur.
Pada kesempatan penutupan tersebut, Yayat membacakan amanat yang ditulis Prof. Dr. Yus Rusyana, salah seorang manggala (tenaga pengajar) ABS-Unpas, di antaranya berbunyi, “Jaga lembur ulah digusur, jaga lahan ulah dijual, jaga sawah ulah digadabah.” Maksudnya adalah agar Tatar Sunda jangan sampai dirusak, baik lingkungan fisiknya maupun kehidupan budayanya.
“Lamun aya masalah, peupeujeuh ulah ngahéphép. Gedurkeun sumanget, jeung sing perténgtang,” lanjutnya. Jadi, kalau ada persoalan yang menyangkut kehidupan, jangan sampai berdiam diri, tak melakukan apapun. Kobarkan semangat, dan tampillah untuk bicara.
Ir. Gatot Santoso, MT mendapat kepercayaan tampil di podium, mewakili para senabudaya untuk menyampaikan pesan dan kesan selama mengikuti perkuliahan. Meskipun materi disampaikan dalam bahasa Sunda, namun Gatot mampu bicara tanpa kosep. Kalaulah pidatonya kadang-kadang terselip kalimat yang mengundang senyum, ya, wajar saja, karena dia toh bukan Sunda pituin.
Dalam sambutannya, Rektor Unpas, Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusuf Sp., M.Si., M.Kom. menyampaikan selamat kepada seluruh senabudaya. Kalaulah ada di antaranya yang tidak bisa selalu hadir sesuai jadwal, hal itu pada dasarnya bukan malas, melainkan karena ada tugas lain yang juga sama-sama untuk kepentingan Unpas.
November 2015 yang akan datang, Unpas akan merayakan Dies ke-55. Rektor merencanakan akan menyelenggarakan reuni senabudaya dari seluruh angkatan. Tentu akan diikuti oleh kegiatan lainnya untuk meningkatkan upaya Unpas dalam mencapai visi dan misinya.
“ABS-Unpas dirintis oleh para senior sebagai salah satu upaya Unpas untuk ikut memelihara dan mengembangkan kebudayaan Sunda agar mampu menghadapi tantangan zaman,” ucap Prof. Eddy Jusuf. Bagi para senabudaya sendiri diharapkan menjadi semacam pembekalan untuk menambah wawasan dan pengetahuan praktis. “Contohnya, ya, Pa Gatot yang barusan pidato dalam bahasa Sunda. Kalaulah logat medoknya belum benar-benar hilang, harap dimaklumi saja, tokh namanya sendiri sudah Gatot Santoso,” ujar Rektor.
Dalam melaksanakan program, dijalin pula kemitraan dengan pihak luar, yaitu Pemkot Bandung. Untuk ke depannya, jalinan kemitraan ini akan diperluas lagi, baik dengan tingkat Pemprov Jawa Barat, maupun kota dan kabupaten lain, khususnya yang berada di wilayah Bandung Raya.
Selanjutnya Rektor Unpas menyerahkan sertifikat kepada dua senabudaya yang dianggap paling rajin, yaitu Ida Yayu Nurul Hizkiah dan Beni Yusepa
.***