
BANDUNG, unpas.ac.id – Program studi Desain Komunikasi Visual (DKV), Fakultas Ilmu Seni dan Sastra (FISS) Universitas Pasundan untuk pertama kalinya melaksanakan sidang preview tugas akhir (TA) secara offline setelah diberlakukannya kebijakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas sesuai dengan Surat Edaran Rektor Nomor 275/Unpas.R/U/X/2021.
Sidang preview digelar di ruang kelas DKV, Kamis (18/11/2021) dan diikuti oleh 15 mahasiswa tingkat akhir dari angkatan 2015 hingga 2017. Seluruhnya dibagi menjadi tiga kelompok beranggotakan lima orang. Masing-masing mahasiswa dihadapkan dengan tiga orang penguji.
Kaprodi DKV Unpas, Fadhly Abdillah, S.Sn., M.Ds. menjelaskan, pada sidang preview, mahasiswa diminta mempresentasikan gagasan desain atau hasil awal penelitian jika yang digarapnya berupa skripsi. Untuk menyandang gelar sarjana desain, mahasiswa DKV harus menjalani empat proses sidang.
“Di DKV hampir 90 persen mengerjakan TA, karena hasil akhirnya berbentuk karya. Skripsi paling sekitar 10 persen, karena dari awal sampai akhir semester kita dominannya berkarya. Rangkaian sidangnya yaitu sidang proposal, sidang preview, kolokium, baru sidang akhir,” jelasnya.
Ia menambahkan, di sidang preview, penguji hanya mengecek masalah kelengkapan data, pemahaman mahasiswa terhadap permasalahan, dan solusi awal yang disampaikan. Berbeda dengan sidang proposal, pada tahap ini pembimbing tidak diikutsertakan.
“Apabila mahasiswa lolos sidang preview, maka dua bulan kemudian dijadwalkan untuk kolokium. Nah, untuk sidang preview pun, mahasiswa harus mengikuti empat kali bimbingan. Dari Ditjen Dikti mensyaratkan 12 kali bimbingan sampai sidang akhir,” sambungnya.
Mahasiswa yang mengikuti sidang preview wajib menyiapkan frakta, infografis/mind mapping, literatur pendukung, draft bab 1, dan jurnal minimal 5 sumber. Untuk skripsi, harus menyertakan hasil wawancara dan kuesioner.

Mahasiswa menyampaikan presentasinya pada sidang preview prodi DKV Unpas. (Foto: Rico B)
“Kalau ada data yang tidak lengkap, nanti jadi beban mereka di pertanyaan. Jadi, usahakan datanya lengkap, paham permasalahannya, baru bisa diberikan solusinya,” ujarnya.
Dari keempat rangkaian tersebut, ia mengatakan ada kemungkinan tidak lolos, namun minor dan jarang terjadi. Umumnya, jika ada yang perlu diubah, maka akan dilakukan saat sidang preview mengingat baru riset awal dan progresnya belum terlalu jauh.
Salah satu peserta sidang, Galang Sidik Pratama mengatakan, ia dan teman-temannya senang kampus kembali memperbolehkan sidang offline, karena jauh lebih gereget dan leluasa ketimbang sidang online.
“Menurut saya, sidang offline sangat mempermudah mahasiswa. Apalagi di prodi DKV yang atmosfer sidangnya lebih terasa ketika offline, karena kami ada karya untuk ditampilkan,” tuturnya.
Kendati demikian, dalam mencari sumber pendukung, Galang banyak mengandalkan platform daring. Justru dengan menjamurnya literatur di internet, ia merasa lebih fleksibel dan mematahkan stigma bahwa pandemi meghambat produktivitas.
“Kalau harus turun ke lapangan setidaknya kita jadi taat prokes dan melek kesehatan, jadi ada kebiasaan baru yang positif untuk diterapkan,” tutupnya. (Reta)*