BANDUNG, unpas.ac.id – Belum lama, masyarakat digemparkan dengan munculnya Maklumat Sunda yang mewacanakan pendirian Provinsi Sunda Raya (Jawa Barat, Jakarta, Banten).
Beredarnya maklumat tersebut direspons oleh para tokoh Sunda. Mereka menilai, wacana Maklumat Sunda hanya sekadar ilusi.
Pernyataan itu disampaikan oleh para tokoh Sunda dalam pertemuan yang digelar di Kantor Pusat Paguyuban Pasundan, Jalan Sumatra No 41, Kota Bandung, Sabtu (5/2/2022).
Pertemuan inohong Sunda ini dihadiri Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Ketua Umum PB Paguyuban Pasundan Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si., Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin, dan tokoh lainnya.
Prof. Didi mengungkapkan keprihatinannya atas fenomena yang belakangan ini mengganggu fondasi kebangsaan dan keutuhan NKRI.
“Sejak awal proklamasi, founding father kita menyadari besarnya potensi perpecahan bangsa karena keberagaman etnis, agama, golongan, dan kepentingan,” ujarnya.
Menurutnya, nilai-nilai dasar kehidupan bangsa terus tercerai-berai dengan berbagai alasan, kepentingan, maupun egoisme kelompok, sehingga memunculkan etnosentrisme dan fundamentalisme agama.
Menanggapi fenomena yang terjadi dan berlandaskan kesadaran untuk lebih memperkokoh kebersamaan, persatuan, toleransi, dan keutuhan bangsa, dihasilkan enam poin pernyataan dari pertemuan ini.
“Pertama, dirasa perlu perlu memperkuat kembali silaturahmi antara tokoh-tokoh Sunda dalam membangun dan menjaga keutuhan Sunda dari personal-personal yang mencoba membuat polemik dan kontroversi,” tuturnya.
Kedua, bahwa Maklumat Sunda yang dimunculkan sekelompok orang yang mengatasnamakan Sunda sesungguhnya tidak merepresentasikan keseluruhan masyarakat Sunda.
“Ketiga, orasi Maklumat Sunda tentang penggabungan tiga provinsi menjadi Provinsi Sunda Raya hanyalah ilusi dan romantika sejarah yang tidak berdasar. Apalagi dalam sejarah tidak ada yang namanya Sunda Raya,” jelasnya.
Keempat, harapan dan aspirasi masyarakat di tatar Sunda yang rii dan rasional sesungguhnya bukan menghendaki otonomi khusus Provinsi Sunda Raya, melainkan meminta pemerintah pusat untuk melakukan pemekaran kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten yang akan berdampa pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Kelima, diperlukan sikap arif bijaksana dalam menyikapi gerakan dan manuver terkait oknum-oknum yang mengatasnamakan Islam, seperti deklarasi NII di Garut.
“Masyarakat harus tetap waspada dan kepada para pemangku kebijakan untuk tidak menggeneralisir gerakan-gerakan semacam ini dan melabeli Islam, sehingga mengidentikkan Islam dengan radikal dan teroris,” lanjutnya.
Keenam, menolak bentuk-bentuk manuver yang mengatasnamakan Sunda tanpa diawali dengan musyawarah dan kesepakatan bersama antar ormas kebangsaan dan kesundaan di wilayah ini yang berlandaskan nilai Silih Asah, Silih Asih, dan Silih Asuh.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, Provinsi Jawa Barat harus terus dijaga kondusivitasnya dari dinamika yang mengancam disintegrasi, miskomunikasi , dan narasi makar terhadap empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Jadi, ada deklarasi dari sebagian elemen yang mengatasnamakan Sunda dan mengusulkan penggabungan tiga provinsi. Dengan ini, kami para inohong dan ketua ormas pimpinan tidak menyetujui,” tutupnya. (Reta)*