Akibat narkoba, setiap harinya 40 orang meninggal dunia. Hal itu disampaikan Kombes Pol. Satio Bagus Purnomo pada Seminar Kebangsaan yang diselenggarakan Federasi Mahasiswa (Fema) Fakultas Teknik Unpas, 20 April 2017, di Kampus IV Unpas, Jalan Setiabudhi, Bandung.
Bagus Purnomo yang menjabat Kabid Kum di Polda Jabar ini datang ke kampus Unpas mewakili Kapolda yang berhalangan hadir, karena sedang mengikuti acara bersama Presiden RI, di Jakarta. Pada kesempatan seminar tersebut, Dr. Yudi Garnida yang menjabat Dekan Fakultas Teknik Unpas bertindak sebagai tuan rumah. Selain mahasiswa, tampak hadir para pejabat Unpas lainnya.
Sebelum menguraikan materi, Bagus Purnomo memuji kreativitas mahasiswa Unpas yang menyodorkan gagasan pada seminar, bertajuk “Ada Apa dengan Indonesia”. Pada hakikatnya, mahasiswa bertanya terhadap dirinya sendiri, mengenai keberadaan bangsa dan negara.
“Sedikitnya ada sepuluh persoalan besar yang sedang dihadapi bangsa kita. Pada urutan pertama adalah darurat narkoba,” ucapnya.
Dipaparkannya bahwa di China, narkoba bebas diproduksi, bahkan hingga ke level masyarakat bawah. Karena itulah harganya pun terbilang sangat murah. Harga sebutir pil ectasy sekitar lima sampai sepuluh ribu rupiah. Di sini bisa melambung hingga 300 ribu.
“Produk mereka dibuang ke sini semua, karena Indonesia menjadi pasar terbuka narkoba, sehubungan dengan tingginya permintaan,” tuturnya lagi. Pernah juga Kapolri mendatangi negara produsen narkoba tersebut, dan meminta agar pabriknya ditutup. Namun jawaban dari sana cukup dengan kalimat, “Yang harus ditutup adalah yang menyalah-gunakan narkoba, bukan pabriknya.”
Akibat buruk penyalah-gunaan narkoba sangat mengancam kelangsungan bangsa Indonesia. Penggunaannya sudah sampai ke tingkat anak-anak SD, yaitu yang dikemas dalam bentuk permen.
Kombes (Pol) Bagus Purnomo (tengah) pada acara Seminar Kebangsaan Federasi Mahasiswa Teknik Unpas.*
Dekan Fakultas Teknik Unpas Dr. Yudi Garnida, MS (kanan) memberikan cenderamata kepada Kombes (Pol) Satio Bagus Purnomo selesai presentasi di acara seminar kebangsaan yang diadakan oleh Fema Fak Teknik Unpas.*
Di sisi lain, narkoba ikut mendongkrak angka kriminalitas. Dicontohkannya, sering terjadi tindak kejahatan yang diawali dengan upaya membuat korban tidak sadar diri. “Jadi hatilah-hatilah kalau kita, terutama para gadis, mendapat tawaran minuman dalam kemasan dari orang yang disangka akan berbuat baik. Siapa tahu botolnya sudah disuntik untuk memasukkan narkoba. Cukup satu-dua tetes saja akan membuat orang yang meminumnya pingsan.”
Untuk mengetahui apakah air di dalamnya belum dibubuhi narkoba, kata Bagus Purnomo, di antaranya bisa dengan cara mengocok-ngocoknya terlebih dahulu, kemudian botol dibalik. Kalau terdapat rembesan, artinya kemasan botol tersebut sudah disuntik.
Persoalan kedua yang dihadapi bangsa kita adalah perilaku koruptif. Perbuatan korupsi ini, pada masa lalu, hanya terjadi di level pimpinan atas. Namun sekarang sudah merembes ke tingkat bawah, hingga kepala desa.
Untuk melawan korupsi, lanjutnya, di antaranya dengan menumbuhkan budaya malu. “Sekarang, rasa malu ini sangat tipis. Bayangkan saja, bapaknya ditahan karena korupsi, namun anaknya malah jalan-jalan ke Jepang, misalnya. Meskipun pelaku korupsi sudah dimiskinkan, tapi tetap saja mereka tidak merasa malu. Sebetulnya rasa malu itu bagian dari jatidiri bangsa kita,” katanya.
Persoalan ketiga adalah pengaruh negatif dari budaya asing yang tidak sejalan dengan budaya kita. “Budaya menghargai orang lain sudah sangat kurang. Di jalan raya, misalnya, pengguna kendaraan tidak lagi menghargai para pemakai jalan lainnya. Main serobot seenaknya, tanpa mempedulikan keselamatan orang lain. Sering pula pada saat kendaraan petugas meminta jalan, eh, malah tidak ada yang mau mengalah. Dari pengamatan sehari-hari, justru kaum perempuanlah yang sering berlaku seperti itu. Saya juga heran, kenapa perempuan jadi lebih berani ketimbang laki-laki. Makanya anak buah saya yang bertugas di jalan paling takut kalau sudah berhadapan dengan ibu-ibu yang bawa motor. Lampu sein kanan yang nyala, tapi beloknya malah ke kiri,” ucapnya yang lantas disambut tertawa para peserta seminar.
Penggunaan klakson juga mencerminkan bahwa masyarakat kita tidak sabaran. Sedikit-sedikit klakson dibunyikan. Padahal mestinya klakson itu hanya dibunyikan jika sudah betul-betul terpaksa.
Persoalan keempat yang dihadapi bangsa kita saat ini adalah terorisme dan radikalisme. Orang begitu mudah melakukan sesuatu yang membahayakan keselamatan masyarakat hanya karena perbedaan faham atau ideologi. Ketenangan terusik bunyi bom yang diledakkan secara tidak bertanggung jawab.
Selanutnya, bangsa kita dihadapkan pada persoalan negatif atas perkembangan informasi teknologi (IT). Penggunaan media sosial yang tidak terkendali mengakibatkan siapapun bisa menyebarkan informasi tanpa memperhatikan faktor kebenarannya. Berita-berita bohong, menghujat dan memfitnah orang lain, demikian pula yang bertujuan mengadu domba, dengan mudah bisa disebarkan melalui media sosial. Belum lagi kalau kita berbicara pornografi dan pornoaksi serta tindak kriminal lainnya.
Dalam menghadapi perkembangan IT, kata Bagus Purnomo, polisi memang punya cyber crime. “Tapi hal itu tidak bisa sepenuhnya menjadi alat penangkal perbuatan negatif melalui IT yang berkembang saat ini.”
Masih terkait dengan perkembangan IT, persoalan keenam yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah pola hidup konsumtif dan hedonisme. Kesenangan dan kenikmatan hidup menjadi tujuan, tanpa memperhatikan lagi nilai-nilai. Pola hidup seperti ini menjadi salah satu penyebab perbuatan korupsi, serta penyalah-gunaan obat-obat terlarang.
Persoalan ketujuh ialah berkembangnya sikap intoleran antar kelompok agama, dan munculnya ego sektoral kedaerahan. Ini sangat mengancam keutuhan NKRI, serta kebhinekaan kita. Dengan mudah orang bisa menarik garis, sehingga menjadi terkotak-kotak.
“Terkait dengan persoalan ketujuh, lalu muncul persoalan lainnya, ialah mulai memudarnya sifat kebersamaan dan gotong royong masyarakat, khususnya yang tinggal di kota-kota besar,” lanjut Bagus Purnomo.
Persoalan kesembilan adalah masalah lingkungan hidup dan kelestarian alam, serta penanganan limbah dan yang terakhir adalah persoalan kesadaran hukum dan rendahnya disiplin.
Dikatakannya, bahwa polisi itu merupakan gambaran dari kehidupan masyarakat.*** (TS)