Para calon Walikota dan Wakil Walikota Bandung 2018-2023 bersama unsur pimpinan di FISIP dan Prodi Hubungan Internasional Universitas Pasundan Bandung, juga pengurus Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional Unpas, selesai seminar tentang “Membangun Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal Kota Bandung” di Kampus I Unpas Jl. Lengkong Besar 68 Bandung, Selasa 3 April 2018.*
Membangun kepemimpinan berbasis kearifan lokal Kota Bandung yang berdaya saing global. Begitulah tema yang diusung pada seminar nasional, Selasa 3 April 2018, di Kampus I Unpas, Jalan Lengkong Besar, Bandung. Kegiatan tersebut dilaksanakan Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (HI) FISIP Unpas, bertempat di Aula Suradiraja, bekerjasama dengan KPUD Kota Bandung.
Seminar diisi dengan pemaparan program para kandidat Walikota dan Wakil Walikota Bandung yang siap-siap akan bertarung pada pilkada serentak tahun 2018 ini.
Terhadap penyelenggaraan acara dimaksud, Ketua KPUD Kota Bandung, Rifqy Al-Mubarok, S.Ag., M.Si. menyatakan apresiasinya. “Tepat sekali acara seperti ini diselenggarakan oleh mahasiswa. Hal itu terkait dengan potensial dan strategisnya calon pemilih muda di Kota Bandung. Diharapkan hasil dari acara ini sampai kepada masyarakat untuk kemudian diaplikasikan,” katanya.
Diakui oleh Rifqy, persoalan yang dihadapi dalam setiap penyelenggaraan pilkada adalah partisipasi pemilih yang terus menurun. Menurut data pihak KPUD, di Kota Bandung saat ini terdapat 60 persen yang akan memilih, 20 persen tidak akan memilih, dan 20 persen lagi masih mengambang. “Mudah-mudahan saja masyarakat yang masih mengambang tersebut pada akhirnya ikut berpartisipasi sebagai pemilih,” ucapnya.
Seminar yang diselenggarakan hari itu tidak hanya dihadiri mahasiswa Unpas, melainkan juga dari kampus lain di Kota Bandung, serta unsur masyarakat. Menurut ketua pelaksana, jumlah yang hadir sekitar 300 orang. Dari FISIP Unpas sendiri hadir Wadek II, Ketua Prodi HI, dan sejumlah dosen lainnya, termasuk dari prodi lain.
Ketua Hima HI (di lingkungan FISIP Unpas, ketua hima disebut gubernur), Gilang Irianto menyatakan bahwa diselenggarakannya seminar tersebut merupakan salah satu upaya dari kalangan mahasiswa HI untuk ikut serta menciptaklan pilkada yang partisipatif.
“Pilkada merupakan implementasi kedaulatan rakyat dalam berdemokrasi. Karena itu, perlu ada kesinambungan antara masyarakat dan penyelenggara pilkada,” ucapnya.
Sementara itu, Dr. H. Sutrisno, S.Sos., M.Si menyampaikan dalam sambutannya bahwa mahasiswa HI melakukan curi start. “Pada saat di kampus lain belum diselenggarakan acara seperti ini, mahasiswa HI justru telah melangkah. Ini merupakan ide yang cemerlang,” katanya.
Sutrisno berharap, kegiatan seperti itu jangan hanya satu kali saja, dan terus dilanjutkan oleh kelompok mahasiswa di perguruan tinggi lain. “Mudah-mudahan saja menjadi semacam angin segar bagi masyarakat bahwa pilkada merupakan pesta demokrasi yang harus berlangsung secara demokratis. Bukan sebaliknya, dianggap sesuatu yang menakutkan,” kata Sutrisno.
Karena itu, masyarakat harus terus diberi pencerahan. Jangan sampai timbul anggapan di masyarakat bahwa pada pilkada hanya penyelenggara, peserta, dan tim kampanye saja yang ge-er. Sedangkan mayarakat yang punya hak pilih malah tidak acuh.
Seminar dipandu oleh Drs. Sigid Harimurti, M.Si. yang juga sebagai dosen FISIP Unpas. Pada kesempatan itu, dua paslon walikota dan wakilnya tampil, yaitu Nurul Qomaril Arifin dan Chaerul Yaqin Hidayat, serta Yossi Irianto dan Aries Supriatna. Sedangkan satu pasangan lagi hanya tampil calon wakilnya saja, yaitu Yana Mulyana, karena Oded M. Danial berhalangan hadir.
Dipaparkan Nurul Arifin bahwa tema yang diusung seminar sejalan dengan visi dan misinya sebagai kandidat yang akan maju pada pilkada di Kota Bandung. “Prinsip kepemimpinan orang Sunda itu adalah sauyunan dan nyaah ka rayat,” ucap Nurul yang pernah membintangi banyak film produksi nasional. “Bagi saya, smart city harus diikuti oleh smart citizen, dan tentu saja smart government. Ini yang belum terlaksana di kota Bandung dan ini merupakan PR bagi saya jika nanti terpilih,” lanjutnya lagi, seraya menegaskan bahwa dirinya akan mengangkat identitas lokal.
Ditambahkan oleh Chaerul Yaqin, dulu Kota Bandung pernah punya moto yang mencerminkan identitas lokal, yaitu “Genah, Merenah, Tumaninah” yang mengandung pengertian bahwa Kota Bandung merupakan tempat yang nyaman bagi warganya. Sekarang, nilai-nilai dari identitas lokal tersebut ditransformasi menjadi “Bandung geulis, Bandung harmonis”.
“Kondisi yang harmonis bermakna tidak ada ketimpangan. Namun nyatanya, ketimpangan di Kota Bandung berada pada peringkat kedelapan di seluruh Indonesia. Jadi masih timpang. Pertumbuhan ekonomi tinggi, di pihak lain pengangguran juga tinggi,” ucapnya.
Calon Walikota Bandung lainnya, Yossi Irianto, mengatakan, tantangan zaman milenial sekarang adalah segmen anak muda. Hal ini bermakna, bagaimana meraih dukunan dari mereka. Mengenai nilai-nilai kepemimpinan, menurut pendapat Yossi, sebetulnya dalam tradisi dan budaya Sunda banyak terdapat ungkapannya. Hana huni hana mangké, tan hana huni tan hana mangké. Itu di antaranya yang dikutip Yossi, yang maknanya bahwa keberadaan pada hari ini merupakan kelanjutan dari hari-hari sebelumnya. Demikian pula keberadaan hari ini akan menentukan hari-hari mendatang.
“Pemimpin menurut nilai-nilai Sunda di antaranya harus menganut élmu paré atau ilmu padi, yang semakin berisi akan semakin merunduk, bukannya semakin angkuh. Hal ini mensyaratkan bahwa seorang pemimpin harus mau mendengar kritikan, harus mau diingatkan,” ungkapnya.
Calon Wakil Walikota Bandung, Aries menambahkan bahwa nilai-nilai lokal yang harus dipertahankan adalah ramah dan soméah. Ini merupakan pendekatan humanis bagi perkembangan Kota Bandung ke depan. Sedangkan dalam kepemimpinan, menurut Aries, pemimpi itu jangan berada di atas panggung, melainkan harus bersama rakyat.
Calon Wakil Walikota Bandung, Yana Mulyana, yang pituin Bandung merasa bahwa dirinya tak pernah terlepas dari nilai-nilai Sunda, yang hal itu menjadi akar budaya kuat. “Misalnya saja prinsip caina hérang laukna beunang, atau ulah héjo tihang. Hal itu mesti menjadi pegangan pemimpin dalam menjalankan tugasnya,” katanya.
Seorang pemimpin harus mampu bersikap bijak. Demikian menurut pepatah caina hérang laukna beunang. “Jangan sebaliknya, sering menyebabkan timbulnya kegaduhan pada kehidupan rakyat yang dipimpinnya. Demikian pula pemimpin itu ulah héjo tihang, yang artinya harus ajeg,” ucap Yana.
“Yang paling penting, pemimpin itu harus menjadi teladan. “Yang namanya keteladanan itu harus dibangun,” ucapnya lagi.***