BANDUNG, unpas.ac.id – Varian Omicron hasil mutasi Covid-19 kini tengah menjadi perhatian serius World Health Organization (WHO). Omicron juga telah diklasifikasikan sebagai variant of concern atau varian yang harus diwaspadai.
Meski disebut-sebut tidak menimbulkan gejala separah varian Delta, namun kasus positif akibat varian Omicron menunjukkan angka yang cukup tinggi. Di Indonesia, kasus bahkan kembali melonjak setelah sebelumnya sempat mengalami penurunan.
Sejalan dengan semakin merebaknya varian Omicron di tengah berjalannya PTMT, Universitas Pasundan menyelenggarakan webinar “Pemaparan Varian Covid-19, Tinjauan Epidemiologis, dan Rekomendasi PTMT”, Kamis (17/2/2022) di Mandala Saba Ir. H. Djuanda dan aplikasi Zoom.
Secara berurutan, materi disampaikan oleh dr. Primal Sudjana, SpPD, K-PTI, FINASIM, MH.Kes, MMRS. PIA (spesialis penyakit dalam, konsultan penyakit tropis infeksi), dr. Sidik Utoro, MPH (mantan konsultan WHO, konsultan UNICEF Covid-19 Jabar), dan dr. Trias Nugrahadi, Sp.KN (K) (Wakil Dekan III FK Unpas, spesialis kedokteran nuklir).
Rektor Unpas Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusuf Sp, M.Si., M.Kom., IPU. menjelaskan, kegiatan yang bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran ini bertujuan memberikan pencerahan mengenai varian Omicron yang kian merebak dan berpotensi menimbulkan kendala dalam pelaksanaan PTMT.
“Unpas tentu sudah bersiap sejak mendeklarasikan akan memberlakukan PTMT. Semua kampus di lingkungan Unpas diimbau memperketat kesadaran prokes dan melengkapi barcode Peduli Lindungi di pintu utama untuk screening mahasiswa yang masuk ke kampus,” jelasnya.
Selama pemberlakuan PTMT, kondisi di masing-masing kampus masih terbilang kondusif. Untuk itu, pemahaman dini tentang varian Omicron sekaligus cara penularannya diharapkan dapat mencegah dan mengendalikan penyebaran di kampus.
Lebih Ringan dari Delta, Namun Mesti Waspada
dr. Primal menuturkan, Omicron menginfeksi tubuh dengan menyerang sistem pernapasan bagian atas seperti influenza. Gejalanya memang lebih ringan dibanding varian Delta, namun puncak kasus yang disebabkan Omicron melesat hanya dalam waktu 1-2 hari.
“Gejala ringan bukan berarti tidak berbahaya. Omicron merupakan varian baru, 21 persen penderitanya adalah pemuda yang belum pernah melaporkan riwayat penyakit, padahal dia sudah divaksin,” katanya.
Jika terinfeksi varian Omicron, penderita dapat melakukan isolasi mandiri di rumah dengan syarat usia kurang dari 45 tahun, tidak memiliki komorbid, dan tanpa gejala atau bergejala ringan. Di rumah juga harus ada kamar terpisah dan mempunyai lebih dari satu kamar mandi.
“Di era Omicron, vaksinasi booster sangat penting.Dosis 1 untuk memperkenalkan tubuh pada virus, dosis 2 meningkatkan jumlah dan kualitas antibodi. Seiring waktu, antibodi menurun, maka diperlukan booster,” lanjutnya.
Sementara itu, dari segi epidemiologis, kata dr. Sidik, upaya yang dapat dilakukan untuk menekan Omicron di antaranya dengan mengurangi jumlah penderita atau melandaikan kurva grafik kasus (memperlambat tingkat penularan).
“Hal ini agar tidak terjadi penumpukan kasus, rumah sakit masih bisa menampung penderita yang memerlukan layanan kesehatan, dan tidak menimbulkan beban berlebihan pada petugas kesehatan,” ujarnya.
Penyelenggaraan PTMT di Era Omicron
Selama pandemi, pembelajaran bisa dilaksanakan secara terbatas dengan menerapkan prokes. Jika tidak memungkinkan, maka tetap mengimplementasikan metode pembelajaran daring. Tentunya, pendidik, tenaga kependidikan, mahasiswa, dan warga lanjut usia juga harus menerima vaksinasi.
Menurut dr. Trias, sedikitnya terdapat lima faktor risiko yang mungkin terjadi di fasilitas pendidikan, yaitu fisika (debu, panas, pencahayaan), psikososial (kerja shift dan overtime, hubungan interpersonal), ergonomi (postur tubuh, gerakan repetitif), biologi (virus, bakteri, parasit), dan kimia (cairan dan gas kimia, limbah laboratorium).
“Untuk menjamin kondusivitas PTMT, setiap fakultas mesti menyusun manajemen risiko, mulai dari identifikasi prioritas kegiatan, identifikasi risiko kegiatan, mitigasi risiko kegiatan, identifikasi respons dampak kegiatan, perancangan dan implementasi, serta komunikasi dan sosialisasi,” terangnya.
Terkait hierarki pengendalian bahaya, fakultas juga wajib memperhatikan lima aspek, yaitu eliminasi, substitusi, kontrol teknik, kontrol administratif, dan alat pelindung diri.
“Hierarki ini seperti menghilangkan bahaya secara fisik, substitusi bahaya, mengisolasi orang dari bahaya, mengubah cara bekerja, dan melindungi pekerja dengan alat pelindung diri,” tutupnya. (Reta)*