Dua mahasiswa asing yang kuliah di Universitas Pasundan, Zeynep Canbulut asal Turki yang kuliah di program studi Pendidikan Matematika dan Katarzyna Ewa Krajevska asal Polandia yang kuliah di program studi Pendidikan Bahasa Indonesia, ketika menghadiri acara The World Indonesianist Forum 2018 di Denpasar, Bali, 29-30 Oktober 2018.*
Menteri Luarnegeri RI Retno Marsudi (kedua dari kiri) berada di tengah-tengah peserta The World Indonesianist Forum 2018 di Denpasar, Bali, 29-30 Oktober 2018. Universitas Pasundan mengirimkan 2 mahasiswa asing ke forum ini sebagai peserta aktif.*
Universitas Pasundan Bandung mengirimkan 2 mahasiswa asing senior ke acara The World Indonesianist Forum 2018 yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri RI bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Denpasar, Bali, 29-30 Oktober 2018. Kedua mahasiswa itu adalah Zeynep Canbulut asal Turki yang kuliah di program studi Pendidikan Matematika dan Katarzina Ewa Krajevska asal Polandia yang kuliah.
Forum yang dihadiri ratusan mahasiswa mancanegara dari 43 negara itu membahas tentang pengaruh teknologi dan budaya terhadap generasi milenial dan dihadiri Menteri Luarnegeri RI Retno Marsudi.
Pada kesempatan itu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi berbicara tentang kontribusi Indonesia pada demokrasi dan isu humanitarian. Dia pun menyinggung dukungan yang diberikan Indonesia kepada Palestina dan Afganistan.
“Isu damai diperdebatkan di dunia internasional. Maka kita akan dapat melihat kontribusi Indonesia pada isu humanitarian. Contohnya Palestina,” kata Retno di depan peserta ‘The World Indonesianist Forum: The Role of Millennial Generation’
Retno mengungkapkan, selama ini dukungan Indonesia kepada Palestina tidak hanya dilakukan secara politik. Namun Indonesia juga melakukan segala upaya untuk men-support Palestina dengan segala permasalahannya.
“Kami melakukan apa pun yang kami bisa untuk men-support Palestina, dari masalah refugee, pembangunan kapasitas, pendidikan, apa pun. Kami akan support Palestina,” katanya.
“Jika semua orang memilih tidak melakukan apa-apa, saya tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada generasi muda kita. Untuk itu, Indonesia mencoba melakukan sesuatu. Kami bukan negara yang sempurna, tapi kami mencoba untuk berbagi. Palestina, Afganistan, Rakhine State, refugee, Cox’s Bazar,” paparnya.
Sementara itu, untuk Afganistan, kata Retno, Indonesia terus secara maksimal memberikan dukungannya, khususnya terkait proses perdamaian di Afganistan.
“Semua orang tahu ini bukan persoalan mudah, tapi saya selalu meyakinkan bahwa pilihan untuk kita hanya dua. Melakukan sesuatu atau tidak melakukan apa pun. Dan untuk saya, lebih baik mencoba melakukan sesuatu,” tuturnya.
Retno mengatakan, dengan dukungan-dukungan yang diberikan kepada negara-negara konflik tersebut, Indonesia berharap perdamaian dunia akan semakin tercipta. Untuk itulah Indonesia terus secara masif berupaya memberikan kontribusi.
Sekretaris Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kemlu, Eko Hartono, menjelaskan, acara ini bertujuan agar para Indonesianist bisa mempromosikan Indonesia. |
Eko menjelaskan, Indonesianist merupakan orang-orang yang mengamati dan mendalami Indonesia dari berbagai aspek. Mereka, terdiri dari dosen, peneliti, maupun mahasiswa, baik yang bekerja di Indonesia maupun di negara masing-masing.
“Gelaran ini merupakan salah satu tahapan menuju Kongres Indonesianist pada tahun depan. Tahun lalu sudah ada FGD (forum group discussion). Kemudian mereka sepakat dukung kalau Indonesia mau mengadakan kongres,” ujarnya.
Eko mengatakan, acara ini juga untuk menciptakan generasi-generasi baru Indonesianist di seluruh dunia. Sebab, selama ini belum ada upaya regenerasi dari pemerintah untuk kembali mengenalkan Indonesia yang baru terhadap para Indonesianist muda.
Selain itu, kata Eko, dengan mengumpulkan para Indonesianist dari berbagai negara ini, diharapkan pemerintah melalui Kemlu dapat menyampaikan harapan agar para Indonesianist dapat membantu mempromosikan Indonesia. Selain itu, diharapkan juga agar para Indonesianist semakin tertarik dan mendalami Indonesia dalam berbagai aspek.
“Mudah-mudahan nanti kita bisa kolaborasi dengan perwakilan kita di luar negeri untuk mendirikan semacam Indonesia studies di universitas masing-masing. Atau kalau nggak ya tetap sebagai friends yang kapanpun dibutuhkan mereka siap untuk menjelaskan tentang Indonesia kepada dunia,” tutur Eko.
Acara yang diikuti Indonesianist dari Amerika, Eropa, Jepang, India, dan lain-lain dalam bentuk forum diskusi yang diisi oleh sejumlah panelist seperti Anis H. Bajrektarevic, Wolfgang Busse, Restu Gunawan, Jan van der Putten, Xu Liping, dan gurubesar kebudayaan dari Bali.***