BANDUNG, unpas.ac.id – Peraturan perundang-undangan terkait pendidikan nasional dirasa perlu direvisi agar dapat menjawab tantangan pendidikan di era modern. Pemerintah diminta serius, detail, namun hati-hati dalam menggodok RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Hal ini diutarakan Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PKS Ledia Hanifa Amaliah dalam Diskusi Kelompok Terpumpun tentang Problematika Pendidikan Tinggi dan Revisi UU Sisdiknas di Mandala Saba Ir. H. Djuanda, Kampus II Universitas Pasundan, Selasa (26/7/2022).
Kegiatan tersebut dihadiri Ketua Umum PB Paguyuban Pasundan, para Wakil Rektor I, II, dan III, perwakilan Universitas Inaba, Universitas Halim Sanusi, Unwim, Stikes Budi Luhur, STIE Tridharma, STIA Bandung, Stikom Bandung, Poltekpos, Poltek LP3I, Ketua P3AI Unpas, dan Kaprodi Magister Administrasi Publik Unpas.
Diskusi ini bertujuan menampung masukan dan usulan dari pimpinan perguruan tinggi untuk ditindaklanjuti dan disampaikan kepada Kemendikbudristek dalam pengambilan kebijakan evaluasi penyusunan RUU Sisdiknas.
Draf RUU Sisdiknas harus dikaji serius
Dalam beberapa bulan terakhir, publik diriuhkan dengan beredarnya bocoran draf naskah RUU Sisdiknas yang memunculkan beragam kritisi.
Para pemangku jabatan di Kemendikbudristek maupun rilis di laman resmi kementerian memang mengaku telah melakukan uji publik terbatas untuk mengkaji draf naskah RUU awalan.
Sayangnya, draf awalan ini memunculkan isu sensitif, seperti hilangnya frasa madrasah dari batang tubuh, keikutsertaan masyarakat dalam membiayai pendidikan, perubahan standar pendidikan, munculnya lembaga mandiri yang bisa ikut memberi penilaian pada siswa, dan sebagainya.
“Komisi X selaku mitra Kemendikbudristek bahkan belum menerima draf resmi. Uji publik yang baru dilakukan terbatas saja sudah ramai dan kontroversial, apalagi sampai masuk ke prioritas RUU tahun depan. Jadi harus betul-betul teliti dan dikaji secara mendalam,” ujar Ledia.
Pimpinan perguruan tinggi yang hadir diminta menyampaikan masukan dan usulan sesuai permasalahan yang dihadapi di institusi masing-masing. Mayoritas perwakilan perguruan tinggi mengeluhkan sistem konversi MBKM, kurikulum KKNI, kebijakan pendidikan vokasi, pembelajaran jarak jauh (PJJ), dan tidak adanya alokasi pendidikan dari APBN.
Menanggapi hal ini, Rektor Unpas Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusuf Sp, M.Si., M.Kom., IPU. menuturkan, masih banyak problem yang dihadapi perguruan tinggi, khususnya PTS, seperti pola seleksi mahasiswa baru, pembukaan PSDKU PTN, hingga mahalnya biaya akreditasi prodi melalui LAM.
“Sekarang PTN pola seleksinya begitu bebas, berbagai peluang dilakukan mulai dari jalur mandiri, kerja sama, dan lain-lain. PTN juga seolah berlomba membuka PSDKU dengan prodi yang di PTS dianggap subur, belum lagi biaya akreditasi prodi yang memberatkan PTS,” paparnya.
Mengenai muatan naskah RUU Sisdiknas, Ledia mengatakan sedikitnya ada lima hal yang harus termuat di dalam naskah RUU Sisdiknas. Seluruhnya mengacu pada UUD 1945.
“Intinya jangan tergesa-gesa hingga abai pada hal-hal mendasar yang mesti menjadi pertimbangan dalam membuat UU yang menyangkut masa depan pendidikan di Indonesia. Bapak ibu adalah pihak yang berkepentingan dengan Sisdiknas, sehingga penting untuk menilai bagaimana kesiapan, kesungguhan, landasan, dan kebijakan pemerintah dalam menghasilkan RUU,” tegasnya. (Reta)**