Dosen Fakultas Hukum Unpas, H. Dudi Warsudin, SH., MH yang juga Wakil Dekan III Fakultas Hukum Unpas, berhasil meraih gelar doktor pada sidang terbuka yang dipimpin Rektor Unpas Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusuf Sp, M.Si., M.Kom di ruang sidang Pascasarjana Unpas Jl. Sumatera 41 Bandung, Sabtu 13 Mei 2017.
Dudi Warsudin berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Pengisian Jabatan Kepala Daerah Provinsi Secara Demokratis Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945”.
Dudi mengidentifikasi masalah dalam pemilihan gubernur berdasarkan ketentuan Pasal 18 UUD 1945. Apakah pemilihan gubernur secara demokratis berdasarkan Pasal 18 (4) UUD 1945 membawa pengaruh besar secara signifikan terhadap kepentingan rakyat?
Dudi Warsudin melakukan penelitian dengan tujuan untuk menemukan konsep yang tepat mengenai sistem Pemilihan dalam Pengisian Jabatan Kepala Daerah di Pemerintah Daerah Provinsi : 1) Menemukan bentuk pelaksanaan pemilihan gubernur kepala daerah secara demokratis berdasarkan UUD 1945 yaitu antara pemilihan yang dipilih oleh DPRD atau dipilih secara langsung oleh rakyat. 2) Menemukan pengaruh yang signifikan dari pelaksanaan pemilihan gubernur kepala daerah secara demokratis berdasarkan UUD 1945 terhadap kepentingan rakyat.
Dalam disertasinya, Dudi Warsudin antara lain menyimpulkan, ketentuan Pasal 18 ayat 4 UUD NRI tahun 1945 memuat ketentuan lanjutan frasa “dipilih secara demokratis”, artinya dalam pengisian jabatan kepala daerah baik dipilih secara langsung atau tidak langsung tetap dapat dibenarkan, namun kalau dilihat secara lebih mendalam mengenai tata letak penempatan Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 itu diletakkan dalam bab Pemerintahan Daerah, sehingga dapat ditafsirkan bahwa perumus UUD 1945 pasca amandemen, menghormati pelaksanaan otonomi daerah dan keragaman adat istiadat dan budaya. Daerah yang akan melaksanakan pengisian jabatan kepala daerah seharusnya diserahkan sepenuhnya kepada daerah itu sendiri, baik pengisian jabatan kepala daerah yang secara langsung dipilih oleh rakyat, ataupun dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Namun yang terjadi adalah Pembentuk Undang Undang (DPR dan Presiden) melakukan tafsir secara parsial terhadap Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 sehingga UUD Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, dilakukan secara langsung oleh rakyat. Pembentuk Undang-Undang, dalam hal ini seharusnya selaras dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya (UUD 1945) yang menghormati keragaman adat istiadat dan budaya yang ada di daerah.
Menurut Dudi Warsudin, dari faktor-faktor tersebut di atas yang didasarkan pada pendekatan sosiologi, psikologi dan pendekatan domain kognitif, pengaruh pelaksanaan pengisian jabatan kepala daerah, baik yang dilaksanakan pemilihan secara langsung maupun tidak langsung, tidak ada pengaruhnya yang cukup signifikan, baik dilihat dari figur kepala daerah yang jadi maupun dari segi pembangunan mental rakyat. Presentasi partisipasi masyarakat tidak menjadi jaminan akan menghasilkan seorang pemimpin yang betul-betul amanah dan melaksanakan apa yang ditawarkan dalam penyampaian visi misinya. Sistem nilai yang berakar pada kearifan budaya lokal sudah mengalami kerusakan parah karena masyarakat di hampir semua daerah terkotak-kotak oleh sistem pemilihan kepala daerah secara langsung.
Dr. H. Dudi Warsudin, SH., MH yang kini menjabat Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Pasundan.
Dr. H. Dudi Warsudin, SH., MH ketika mempertahankan disertasinya pada sidang terbuka yang dipimpin Rektor Unpas Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusuf Sp, M.Si., M.Kom. Dudi Warsudin kini menjabat Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Pasundan
Pengisian jabatan kepala daerah yang dipilih oleh DPRD memang tidak serta merta langsung akan menghapus politik uang. Politik uang mungin tetap akan ada, namun potensinya bisa diminimalkan. Pengawasan terhadap politisi nakal pada pelaksanaan pilkada tak langsung ini akan lebih mudah karena jumlahnya sedikit ketimbang harus mengawasi seluruh masyarakat yang punya hak pilih.
Aparat hukum bisa mengawasi lebih ketat politisi tersebut. Jika terbukti melakukan tindakan tercela, tinggal dijerat secara hukum. Pilkada secara tidak langsung ini setidaknya bisa meminimalkan kerusakan moral yang sudah cukup parah akibat politik uang di masyarakat.
Saran
Dudi Warsudin menyarankan, selain varian kesatu yakni pengisian jabatan kepala daerah dengan cara pemilihan langsung, varian kedua adalah pemilihan secara tidak langsung (dipilih oleh DPRD). Model varian ketiga yaitu pemilihan kepala daerah yang mekanismenya sbb : Partai politik tetap menjaring bakal calon kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, bakal calon juga dijaring oleh partai politik yang selanjutnya dilakukan pemilihan oleh tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh seni budaya, tokoh pemuda yang independen dan telah terdaftar di Kesbangpol.
Varian keempat mekanismenya sbb : Pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD Provinsi sebagai representatif dari kedaulatan rakyat untuk menjaring calon kepala daerah yang banyaknya tidak melebihi dari tiga calon, kemudian calon-calon tersebut diserahkan kepada Presiden untuk ditetapkan satu calon menjadi kepala daerah provinsi. (DB).***