BANDUNG, unpas.ac.id – Saat ini, gaya hidup sehat tengah menjadi tren di masyarakat. Banyak yang mulai menyadari pentingnya mengonsumsi makanan sehat dan menerapkan pola hidup sehat dengan berolahraga.
Hal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai peluang usaha, terutama bagi yang memiliki kepedulian terhadap kesehatan, di antaranya lewat usaha healthy food.
Selain menjaga kesehatan, memulai usaha healthy food dapat membangun perekonomian dengan menggerakan berbagai sektor, di antaranya sektor pertanian, rantai pasok distribusi, dan industri olahan pangan.
Menurut dosen prodi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik Universitas Pasundan yang juga Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Unpas Dr. Ir. Asep Dedi Sutrisno, MP., pangan jadi kebutuhan primer yang jika tidak diolah dengan baik, maka berpotensi menimbulkan penyakit.
Menurutnya, kemunculan wirausaha berbasis pangan sehat membantu memperkuat lima prinsip hidup sehat, salah satunya mengonsumsi makanan secara proporsional.
“Ciri pangan sehat yang paling utama adalah aman dikonsumsi, jadi tidak ada efek samping yang dirasakan. Kalau usaha makanan sehat skala kecil, minimal sudah ada izin PIRT,” ujarnya, Jumat (19/8/2022).
Memilih makanan segar dan makanan olahan
Masyarakat dihadapkan pada pilihan makanan segar dan makanan olahan dari sumber pangan hewani maupun nabati. Kendati demikian, Asep mengingatkan agar masyarakat tidak hanya menikmati kelezatan makanan atau minumannya, tapi juga mempertimbangkan aspek kesehatan.
Memilih makanan sehat, lanjut dia, berarti mengendalikan masuknya racun berbahaya ke dalam tubuh. Misalnya, zat karsinogenik pemicu kanker, kolesterol pada makanan yang digoreng, dan lain-lain.
“Perlu diingat, makanan segar seperti sayur dan buah-buahan juga belum tentu aman. Saya pernah mengecek 100 sampel sayuran, yang lolos cuma 40 persen dan sisanya terindikasi mengandung pestisida. Tetap hati-hati, karena yang dijual di pasar dan supermarket tidak menjamin bebas pestisida,” imbuhnya.
Sementara makanan olahan, dibedakan menjadi pangan kuliner dan pangan industri. Pangan kuliner cenderung tidak awet, produksinya sedikit, dan tidak dikemas sesuai standar pengemasan yang direkomendasikan. Makanan olahan jenis ini yang banyak dikembangkan masyarakat.
“Kalau pangan industri, jauh lebih awet, dikemas sesuai standar, memiliki label dan merk, ada keterangan produsen, batas kadaluwarsa, komposisi, sertifikasi halal, dan nutrition facts atau informasi nilai gizi. Tinggal masyarakat mau pilih yang mana,” jelasnya.
Ia menekankan, pebisnis muda yang ingin mengembangkan bisnis di bidang pangan sehat, sebetulnya tidak sulit asal dibarengi motivasi untuk membuat makanan yang tidak sekadar sehat, tapi juga proporsional.
“Masyarakat punya potensi yang luar biasa, maka silakan kembangkan karena peluangnya juga sangat bagus. Saya mengajak pemuda-pemudi untuk membangun prinsip hidup sehat dengan membuat usaha makanan sehat. Kalau dikonsumsi oleh konsumen dan membawa kebermanfaatan, itu jadi pahala buat kita,” tegasnya. (Reta)**