BANDUNG, unpas.ac.id – Kebahagiaan dan rasa syukur menyelimuti hati mahasiswi Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pasundan (Unpas) angkatan 2022 Prita Stania Agustina, saat diumumkan sebagai juara pertama Duta Baca Kota Bandung 2025.
Di balik senyum kemenangannya, tersimpan kisah perjuangan panjang, ketekunan, dan semangat untuk menjadikan literasi sebagai alat transformasi diri dan sosial.
“Begitu namaku disebut, hatiku langsung dipenuhi rasa syukur. Kemenangan ini bukan hanya milikku, tetapi juga hasil dari doa orang tua, dukungan sahabat, bimbingan dosen, dan tentu saja pertolongan Allah SWT,” ujarnya penuh haru, Selasa (10/6/2025).

Prita mengaku bahwa ketertarikannya terhadap dunia literasi tidak tumbuh sejak kecil. Ia justru menemukan makna membaca saat mulai duduk di bangku perkuliahan. Buku, baginya, menjadi teman dalam sunyi dan cermin yang memvalidasi perasaannya.
“Buku adalah pelukan diam yang tak menghakimi. Dari situlah saya percaya bahwa literasi memiliki kekuatan untuk mengubah,” jelasnya.
Sebelum terpilih sebagai Duta Baca, Prita aktif dalam berbagai kegiatan literasi. Ia bergabung dengan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Jumpa Unpas, menulis berbagai karya jurnalistik maupun non-jurnalistik, serta rutin mengikuti diskusi buku di komunitas “Bandung Book Party”. Tak hanya itu, ia juga terlibat dalam pengajaran berbasis literasi digital melalui berbagai tugas dan proyek perkuliahan.
Dalam pandangannya, literasi di Kota Bandung tengah mengalami pertumbuhan yang positif, terlihat dari hadirnya berbagai komunitas pemuda dan fasilitas literasi seperti perpustakaan dan micro library. Namun, tantangan tetap ada.
“Indeks pembangunan literasi sudah tinggi, tapi minat baca masyarakat masih perlu ditingkatkan. Kita butuh budaya membaca yang lebih kuat,” katanya.
Literasi Bukan Sekadar Membaca

Sebagai Duta Baca Kota Bandung, Prita membawa visi besar yaitu menjadikan literasi sebagai ruang aman untuk tumbuh dan berkembang, terutama bagi anak-anak di pendidikan non-formal. Ia menggagas program advokasi bertajuk “Liter-Aksi BaTuP: Baca, Tulis, Ungkap”.
“Literasi bukan hanya membaca, tapi mengolah rasa, pikir, dan hati. Program ini mengajak anak-anak menulis dan berani menyuarakan isi pikirannya, karena saya percaya, setiap anak punya cerita, dan tugas kita adalah membantunya menemukan suara,” tegasnya.
Prita juga menyoroti peran media sosial dan teknologi dalam membentuk budaya literasi di era digital. “Media sosial bisa mencerdaskan, tapi juga menyesatkan. Literasi hari ini harus mencakup kemampuan berpikir kritis dan memilah informasi. Literasi digital adalah kunci,” ujarnya.
Melalui perannya sebagai Duta Baca, Prita mengajak generasi muda untuk tidak melihat literasi sekadar sebagai kewajiban akademik, melainkan sebagai cara hidup.
“Literasi adalah kompas di tengah arus informasi dan disinformasi. Ia mengajarkan kita untuk berpikir jernih dan memilih jalan hidup kita sendiri. Kamu enggak perlu jadi ahli, cukup mau terus belajar,” pesannya.
Prita menutup dengan harapan besar untuk masa depan literasi di Indonesia, khususnya Kota Bandung. Ia ingin literasi menjadi pondasi warga negara yang cerdas, kritis, dan bertanggung jawab.
“Dengan literasi yang kuat, kita bisa membangun masyarakat yang demokratis, adil, dan toleran,” tutupnya penuh optimisme. (Rani)
