BANDUNG, unpas.ac.id — Universitas Pasundan (Unpas) menggelar kegiatan Sosialisasi Cyber Bullying: Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT) di Aula Mandala Saba Ir. H. Djuanda, Kamis (30/10/2025). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran sivitas akademika terhadap bahaya kekerasan, khususnya perundungan digital (cyber bullying), yang kian marak di era digitalisasi.
Wakil Rektor Bidang Pembelajaran, Kemahasiswaan, Alumni, Agama, dan Budaya (Belmawabud) Unpas Prof. Dr. Cartono, S.Pd., M.Pd., M.T. dalam sambutannya berharap sosialisasi ini menjadi momentum penting bagi sivitas akademika untuk memperkuat komitmen mewujudkan kampus yang aman, nyaman, dan berintegritas.

“Dengan adanya sosialisasi PPKPT ini, kita berharap kekerasan di lingkungan perguruan tinggi semakin berkurang. Sosialisasi ini harus diikuti dengan kesungguhan dan menjadi pengetahuan yang luar biasa. Unpas yang memiliki jati diri Pengkuh Agamana, Luhung Elmuna, Jembar Budayana; Nyantri, Nyunda, Nyakola; Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh harus terus menjaga nilai-nilai luhur tersebut,” ujarnya.

Anggota DPR RI Komisi X Drs. K.H. Habib Syarief Muhammad Alaydrus, yang menyoroti fenomena cyber bullying sebagai bentuk kekerasan baru di dunia pendidikan tinggi. Menurutnya, kekerasan digital telah menjadi ancaman serius bagi martabat dan kesehatan mental warga kampus.
“Cyber bullying adalah fenomena yang secara brutal mengiris martabat kampus melalui dunia maya yang tak terjamah batas fisik. Kampus sejatinya adalah rumah bersama untuk tumbuhnya intelektualitas dan kemanusiaan. Namun perundungan digital ibarat virus yang mengguncang pondasi tersebut,” tegasnya.

Habib Syarief juga menekankan pentingnya regulasi yang tidak hanya menegakkan disiplin dan hukum, tetapi juga mendorong penggunaan teknologi sebagai sarana memperkuat solidaritas, empati, dan dialog antarwarga kampus.
Turut hadir sebagai narasumber Kepala LLDIKTI Wilayah IV Jawa Barat dan Banten, Dr. Lukman, S.T., M.Hum. Ia memaparkan data mengenai tingginya angka kekerasan di wilayahnya. Tercatat terdapat 1.079 kasus kekerasan di Jawa Barat dan 2.661 kasus di Banten selama tahun berjalan.
Menurutnya, kekerasan kerap muncul karena ketimpangan relasi kuasa, di mana seseorang menyalahgunakan sumber daya seperti pendidikan, status sosial, atau kekuasaan untuk mengendalikan orang lain. Bentuk kekerasan tersebut bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung, termasuk melalui media digital.

“Perguruan tinggi harus aktif melakukan pencegahan melalui sosialisasi berkala, promosi budaya anti-kekerasan, serta pelatihan bagi seluruh warga kampus. Sementara bagi korban, kampus wajib menyediakan layanan pemulihan berupa bantuan medis, psikologis, sosial, dan rohani,” jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Satuan Tugas PPKPT-BK Unpas, Leni Widi Mulyani, S.H., M.H., menjelaskan bahwa kalangan muda, terutama mahasiswa, merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban kekerasan, baik fisik, psikis, maupun seksual.
Mengutip data CATAHU 2024 Komnas Perempuan, Leni menyebut terdapat 12.626 laporan kekerasan fisik terhadap perempuan, dan sebagian besar korbannya adalah pelajar serta mahasiswa usia dewasa muda.

“Cyber bullying merupakan tindakan intimidasi, penghinaan, pelecehan, atau penyebaran informasi negatif melalui media digital. Ciri khasnya dilakukan secara berulang, disengaja, dan menimbulkan dampak psikologis bagi korban,” papar Sekretaris PPKPT Unpas.
Ia menegaskan, pencegahan kekerasan di perguruan tinggi harus diwujudkan melalui kebijakan yang jelas, pembentukan Satgas PPKPT, serta mekanisme pelaporan dan pendampingan korban sesuai Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024.
“Kampus harus menjadi ruang aman bagi semua,” tegas Leni menutup paparannya.

Peserta mahasiswa dari Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unpas, Kemal Bahrul Hayat, mengatakan kegiatan tersebut memberikan wawasan kepada mahasiswa, terutama bijak dalam menggunakan teknologi terutama di ruang siber atau digital.
Melalui kegiatan ini, Unpas berkomitmen memperkuat budaya kampus yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, serta memastikan bahwa teknologi dan digitalisasi digunakan untuk mempererat solidaritas dan memperkuat karakter mahasiswa, bukan menjadi alat perundungan. (Rani)
