BANDUNG, unpas.ac.id – Dua mahasiswa Universitas Pasundan (Unpas) menjadi bagian dari sejarah besar dengan tampil mewakili Indonesia pada World Expo 2025 di Osaka, Jepang. Mereka adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Nizam Tazkia dan mahasiswa Sastra Inggris Fakultas Ilmu Seni dan Sastra (FISS) Faris Fadjar Munggaran.
Keduanya tampil membawakan seni Pencak Silat dalam perhelatan National Day Indonesia pada 27 Mei 2025 dan juga turut serta dalam ASEAN Day pada 28 Mei 2025 di ajang berskala internasional tersebut. Keterlibatan Nizam di World Expo 2025 Osaka bermula saat ia ditunjuk oleh Kasundan, organisasi budaya yang didirikan oleh Cecep Arif Rahman sebagai konseptor, koreografer, sekaligus talent dalam pertunjukan yang mengangkat filosofi dan keindahan seni bela diri Pencak Silat.
“Indonesia adalah negara besar yang disatukan oleh sejarah dan budaya yang tangguh. Koreografi yang saya ciptakan ingin menyampaikan makna ketangguhan dan kebijaksanaan leluhur kita, yang disimbolkan dalam setiap gerakan Silat,” ujar Nizam, Rabu (25/6/2025).
Baginya, tantangan terbesar adalah menyajikan pertunjukan yang bukan hanya artistik, tapi juga merepresentasikan wajah budaya Indonesia di panggung dunia.
“Saya merasa ini bukan sekadar pertunjukan. Ini adalah bentuk perjuangan. Kita menancapkan bendera budaya di tanah orang,” katanya.
Penampilan tim Indonesia mendapatkan sambutan luar biasa. “Banyak penonton mancanegara merekam pertunjukan tersebut. “Bahkan saat kami menyanyikan lagu Tanah Airku, ekspresi haru terpancar dari wajah mereka, beberapa bahkan meneteskan air mata,” ungkap Nizam.

Sementara itu, Faris Fadjar, yang sejak kecil belajar Pencak Silat langsung dari sang ayah di Padepokan Kasundan, juga terlibat aktif dalam pertunjukan dan sesi seminar pada ASEAN Day. Ia turut menyusun koreografi bersama Nizam dan membawakan teknik dasar Silat Jawa Barat serta teknik khas menggunakan sarung.
“Buat saya, Pencak Silat bukan sekadar bela diri. Ini adalah bentuk pendidikan karakter. Ia membina kita menjadi manusia yang tahu batas dan tahu nilai,” kata Faris.
Latihan selama lebih dari dua bulan dilakukan secara intensif, namun tetap dalam suasana yang hangat dan mendukung.
“Meskipun serius, kami tidak membebani satu sama lain. Justru dari kebersamaan itu muncul rasa dan chemistry yang membuat pertunjukan jadi hidup,” tambahnya.

Keduanya sepakat bahwa memperkenalkan Pencak Silat ke dunia adalah bentuk nyata perlawanan terhadap arus globalisasi yang bisa mengikis identitas bangsa.
Penampilan keduanya yang memukau dan sarat makna, keduanya bukan hanya membanggakan Unpas, tapi juga menjadi contoh nyata bagaimana generasi muda bisa memainkan peran penting dalam diplomasi budaya. (Rani)
