BANDUNG, unpas.ac.id – Dalam upaya mencetak mahasiswa yang siap menghadapi tantangan dunia nyata dengan pendekatan pembelajaran yang lebih aplikatif dan kolaboratif, Universitas Pasundan (Unpas) membahas program kurikulum dan metode pembelajaran kewirausahaan inovasi bersama Pakar Inovasi Bisnis dari Twente University Netherland Prof. Frans G Steel Ph.D. di Ruang Rapat Lantai 7, Gedung Rektorat, Kampus II Unpas Tamansari, Selasa (22/4/2025).
Pembahasan tersebut dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Belmawabud (Pembelajaran, Mahasiswa, dan Alumni) Unpas Prof. Dr. Cartono, M.Pd., M.T., Divisi Kurikulum dan Pembelajaran Unpas Dr. H. Mimi Halimah, S.Pd., M.Si., Lembaga Penjaminan Mutu Unpas Ir. Yusef Ikrawan, M.Sc., Ph.D., Ketua Kantor Urusan Internasional Unpas Dr. Hj. Senny Alwasilah, S.S., M.Pd., serta beberapa dosen Unpas lainnya dan Representatif PUM Indonesia Agung Irianto, S.E., M.M.

Wakil Rektor Belmawabud Prof. Cartono menyampaikan filosofi mengenai peran mahasiswa di dua dunia yakni di kampus dan di luar kampus. “Saya selalu mengibaratkan mahasiswa itu dua kaki, yaitu kaki yang pertama ditancapkan di kampus dan kaki yang kedua ada di masyarakat,” ujarnya.
Prof. Cartono menekankan pentingnya pengalaman lapangan seperti magang dan riset sebagai langkah awal untuk memahami realitas kewirausahaan sebelum memperoleh penghasilan secara nyata. Dalam konteks ini, keterlibatan praktisi di kampus menjadi sangat penting agar teori yang diberikan tidak hanya menjadi wacana, tetapi mampu menyelesaikan persoalan nyata di masyarakat.
“Dosen pun tidak hanya mengajar teori kewirausahaan, tetapi didorong untuk menjadi entrepreneur. Ini juga menjadi cara untuk membuka sumber penghasilan baru sesuai dengan bidang keilmuannya,” tambahnya.

Unpas menurutnya, bukan sekadar kampus akademik, tetapi juga menjadi pusat pengembangan nilai kewirausahaan, kesundaan, dan keislaman.
Sementara itu, pakar inovasi bisnis dari Twente University Belanda, Prof. Frans G. Steel, Ph.D, membahas mengenai metode Challenge-Based Learning (CBL) dalam mengajarkan kewirausahaan inovatif dan berkelanjutan.
“CBL mendorong mahasiswa untuk tidak hanya belajar dari teori, tetapi menghadapi tantangan nyata yang berasal dari kebutuhan pelanggan. Inovasi harus dimulai dari pemahaman terhadap apa yang diinginkan pelanggan,” jelas Prof. Frans.

Ia menambahkan bahwa pembelajaran tidak cukup hanya “mengisi ember kosong”, melainkan harus “menyalakan api” semangat dan kreativitas dalam diri mahasiswa. Dalam pendekatan CBL, peran pendidik menjadi lebih kompleks, tidak hanya sebagai dosen, tetapi juga sebagai trainer, mentor, dan coach yang membantu mahasiswa mengembangkan kapasitas pemecahan masalah secara mandiri. (Rani)
