BANDUNG, unpas.ac.id – Selain arahan sutradara dan akting pemainnya yang memukau, suksesnya film-film layar lebar tentu tak lepas dari peran besar kru yang terlibat. Di antara banyaknya peran dalam proses produksi film, penata efek visual atau tim VFX menjadi salah satu divisi penting untuk membantu film maker dalam mewujudkan visi atau story telling-nya.
Pada gelaran Piala Citra Festival Film Indonesia 2020, alumni Desain Komunikasi Visual (DKV) Fakultas Ilmu Seni dan Sastra (FISS) Universitas Pasundan Gaga Nugraha Ramadhan berhasil meraih penghargaan sebagai Penata Efek Visual Terbaik film Ratu llmu Hitam yang disutradarai Joko Anwar.
Gaga bersaing dengan nominasi penata efek visual lain yang juga menggarap film layar lebar, seperti Habibie & Ainun 3, Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2, Susi Susanti – Love All, Abracadabra, Perempuan Tanah Jahanam, dan Mangkujiwo.
“Tim VFX berperan menambahkan elemen visual secara digital yang tidak mungkin dilakukan pada adegan Penata. Film kan kebanyakan real shoot, jadi kita yang memanipulasi hasil shooting. Misalnya ada adegan tangan dipatahkan, itu kita yang buat secara 3D,” katanya via telefon, Selasa (6/4/2021).
Alumni angkatan 1998 ini memang sudah memiliki ketertarikan untuk berkecimpung di dunia visual efek dan animasi sejak masih kuliah. Pada 2004, ia memulai kariernya di industri periklanan sebagai Computer Graphic (CG) Artist yang tugasnya mengerjakan animasi.
“Sebelum lulus, saya mengisi waktu dengan bekerja di Post Production di Jakarta, tapi saat itu produksi film Indonesia belum sebanyak sekarang, jadi saya masuk ke industri iklan. Baru di 2010, saya mulai menggarap visual efek dalam film, karena industri film makin seru,” tambahnya.
Hingga saat ini, Gaga telah terlibat dalam pembuatan ratusan iklan televisi, baik di dalam maupun luar negeri. Terhitung sejak 2010, Gaga juga sudah mengerjakan banyak film, seperti Serdadu Kumbang, Soegija, Leher Angsa, Jenderal Soedirman, Wiro Sableng, Dreadout, Hit and Run, Ratu Ilmu Hitam, dan Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini.
Memiliki jam terbang cukup lama di bidang animasi dan film, membuat Gaga dipercaya menjadi VFX Supervisor di beberapa film Indonesia. Ia terus berkomitmen membangun industri animasi dan visual efek Indonesia agar mampu bersaing di dunia internasional.
“Rata-rata pengerjaan VFX di film Indonesia itu hanya 7 bulan. Kemarin saya mengerjakan Ratu Ilmu Hitam 3 bulan dan Wiro Sableng 7 bulan. Itu masih kurang, karena idealnya pengerjaan VFX bisa lebih dari 1 tahun seperti di film hollywood. Itulah kenapa kualitas VFX di film Indonesia belum terlalu bagus,” paparnya.
Menurut Gaga, untuk menghasilkan efek visual yang bagus, butuh waktu pengerjaan lebih lama dengan jumlah tim yang banyak. Selain itu, peralatan dan dana yang dibutuhkan pun lebih besar, sementara Indonesia belum begitu leluasa dalam hal pembiayaan film.
Oleh karena itu, ia berpesan kepada calon lulusan DKV maupun bidang lain yang beririsan untuk menekuni serta memperdalam belajar animasi dan efek visual. Sebab, saat ini industri film memerlukan lebih banyak orang agar dapat bersaing dengan film luar negeri.
“Kepada adik-adik yang masih menjadi mahasiswa, selain belajar di kampus, penting juga untuk memperdalam ilmu secara autodidak. Masa depan itu kita yang tentukan, kalau mau berkembang harus mau belajar sendiri. Industri film butuh lebih banyak orang di bidang animasi dan visual effect,” pungkasnya. (Reta Amaliyah S)*