BANDUNG, unpas.ac.id – Experience is a life-time knowledge. Hal inilah yang dirasakan Rangga Mochammad Sada Saputra, mahasiswa prodi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pasundan.
Untuk mengembangkan skill berbahasa asing dan menambah pengalaman, mahasiswa tingkat akhir ini beberapa kali mengikuti Model United Nations (MUN) atau simulasi konferensi PBB. Pada kegiatan simulasi, peserta akan mewakili suatu negara dan ditempatkan di council atau dewan yang ada di PBB.
Simulasi yang dilakukan pun persis seperti sidang PBB. Setiap delegasi akan mendiskusikan topik berdasarkan dewan yang dipilih, berdebat, bernegosiasi, hingga menghasilkan solusi. Untuk itu, kemampuan berpikir kritis sangatlah penting.
2021 lalu, Rangga berpartisipasi dalam 11th Indonesia MUN (IMUN) yang dihelat oleh Universitas Indonesia. Ia memilih United Nations Security Council (UNSC) atau Dewan Keamanan PBB dan membahas topik tentang “Tackling The Protracted War in Afghanistan and Pakistan”.
Seperti diketahui, konflik di Afghanistan dalam melawan kelompok Taliban dan kelompok Islamis lainnya hingga kini masih berlangsung. Upaya perdamaian untuk meredakan konflik juga belum berhasil, sehingga berakibat pada meningkatnya jumlah korban sipil dan ketidakstabilan di kawasan tersebut.

“Saya sendiri menjadi delegasi Afghanistan dan berperan sebagai observer atau pengamat yang tugasnya memantau council,” katanya, Kamis (27/1/2022).
Rangga menjelaskan, masalah yang dihadapi berkutat pada ambisi kelompok Taliban untuk menggulingkan pemerintahan Ashraf Ghani dan menguasai Afghanistan. Selaku delegasi Afghanisan, Rangga lebih memfokuskan bahasan pada situasi sebelum Taliban menguasai Kabul (ibu kota Afghanistan), di mana masing-masing punya perbedaan prinsip.
“Ashraf Ghani menginginkan keterlibatan internasional, khususnya Amerika Serikat untuk jadi negosiator atau pihak ketiga dalam mendamaikan Taliban dan Afghanistan. Namun, Taliban bersikeras bahwa konflik yang terjadi murni karena kepentingan domestik dan menolak dilibatkannya kepentingan asing,” jelasnya.
Disinggung soal apa saja keuntungan yang diperoleh jika mewakili negara tertentu, Rangga mengatakan tiap negara memiliki kepentingan nasional untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dalam posisi tawar menawar. Posisi ini memungkinkan negara untuk memperoleh prestise atau citra dalam sistem internasional.
“Pada kasus Taliban dan Afghanistan, dari kacamata umum tentu delegasi AS diuntungkan karena dia negara adikuasa. AS bisa melakukan demokratisasi terhadap negara yang sifatnya otoriter. Pasca insiden 9/11, AS berusaha jadi polisi dunia untuk memerangi teroris, termasuk mengamankan Afghanistan meskipun banyak pihak yang skeptis dengan kepentingan AS,” ujarnya.
Asah Nalar Kritis dan Kemampuan Berbahasa Inggris
Menurut Rangga, selain kemampuan bahasa Inggris formal, aspek penting yang perlu diperhatikan dalam kompetisi ini adalah ia harus menjalankan peran sebagai perwakilan negara, bukan diri sendiri. Melalui MUN, ia belajar untuk tidak egois dan mengasah critical thinking.
“Dalam praktik diplomasi, ada tiga hal yang harus dilakukan. Pertama, setiap delegasi mesti pandai ‘bersilat lidah’. Kedua, mengesampingkan ego maupun pandangan pribadi dan fokus menjadi delegasi negara. Ketiga, memilah dan memilih kepentingan negara untuk mencapai tujuan politik,” terangnya.

Bagi mahasiswa Hubungan Internasional seperti Rangga, praktik diplomasi bukanlah hal asing, sehingga ia tidak banyak melakukan persiapan khusus.
“Saya tidak belajar terlalu keras. Paling PR-nya membuat position paper yang akan dibahas oleh konsil PBB. Yang makan waktu saya kira di risetnya, lalu menafsirkan kembali hasil riset untuk dituangkan ke position paper,” jelas Rangga.
Untuk UNSC tahun lalu, Rangga kebanyakan meriset di situs pemerintah Afghanistan, karena landasan hukum politik dan landasan hukum kebijakan domestiknya lebih kredibel. Di samping itu, ia juga mengumpulkan materi dari artikel jurnal, buku ilmiah, research book, dan situs berita sebagai referensi pendukung.
Rangga mengaku, dirinya turut serta di helatan MUN untuk melatih skill bahasa asing dan memperbanyak relasi. Dalam waktu dekat, ia belum berencana untuk berpartisipasi di ajang serupa karena tengah fokus menyusun tugas akhir sembari meningkatkan kemampuan berbahasa Jepang, Inggris, dan Mandarin.
“Saya berterima kasih kepada rekan saya, Abdullah Alwi mahasiswa UIN Bandung yang bersedia menjadi partner di council UNSC. Juga untuk prodi Hubungan Internasional Unpas dan orang tua saya yang senantiasa mendukung,” tutupnya. (Reta)*