BANDUNG, unpas.ac.id – Hari Guru Nasional yang diperingati setiap 25 November menjadi momentum kebangkitan bagi para pendidik. Momen ini mengingatkan kita untuk menilik kembali potret guru yang telah menyumbang andil besar dalam mencerdaskan generasi bangsa.
Wakil Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pasundan, Darta, S.Pd., M.Pd. menilai, potret guru saat ini dapat dilihat melalui dua sisi. Menurutnya, dari segi kemampuan, kualitas guru di Indonesia masih belum cukup ideal. Hal tersebut tampak dari hasil Uji Kompetensi Guru, yaitu tidak lebih dari 30% yang bernilai minimal 80.
“Masih perlu perjuangan untuk meningkatkan kualitas guru yang berorientasi masa depan. Guru masa depan setidaknya harus menguasai materi ajar, pedagogik, dan teknologi pembelajaran atau kerangka pikir TPACK (Technological, Pedagogical, and Content Knowledge). Dilihat dari ketiganya, sekarang rasanya memang belum berkualitas tinggi seperti guru di luar negeri,” ujarnya.
Dengan menguasai TPACK, guru akan mampu memfasilitasi, membimbing, dan mengarahkan anak didiknya agar bisa berkembang secara optimal sesuai kemampuan dan minatnya. Terlebih, kecenderungan dan gaya belajar siswa berbeda-beda.
Di sisi lain, ketika dunia dihadapkan dengan pandemi Covid-19, nyatanya peran guru tidak bisa digantikan sepenuhnya oleh teknologi. Secanggih apapun teknologi, kehadiran fisik guru tetap diperlukan.
Ia mengatakan, mengajar bukan hanya soal transfer ilmu. Sejalan dengan itu, guru juga mentransfer peradaban, karakter, nilai-nilai, dan akhlak mulia yang merupakan tujuan pendidikan hakiki.
“Bagaimana pun, guru itu sangat bermakna. Tanpa guru, ada hal-hal yang kurang optimal dibelajarkan, yaitu pendidikan karakter tidak terbangun. Hari Guru Nasional ini mengembalikan makna guru yang sesungguhnya,” lanjutnya.
Hingga kini, guru masih lekat dengan filosofi ‘digugu lan ditiru’ dan pahlawan tanpa tanda jasa. Ia sepakat dengan kedua istilah yang melegenda ini. Guru yang dapat digugu lan ditiru mesti menjadi role model, memberikan contoh, kemampuan, dan perilaku yang baik kepada siswa-siswinya dan dalam kesehariannya.
“Untuk pahlawan tanpa tanda jasa, kalau dalam bentuk konkret istilah ini ada benarnya. Tapi, ada salah satu dari tiga amalan yang akan terus mengalir walaupun kita sudah meninggal, yaitu mengajarkan ilmu yang bermanfaat. Kalau mengingat tiga hal tadi, tanpa diberi ‘tanda jasa’ pun, jasa guru sudah mengalir, apalagi jika mengajar dengan ketulusan hati dan panggilan jiwa,” imbuhnya.
Disinggung tentang tema yang diusung pada Hari Guru Nasional tahun ini, ia menuturkan, tema ’Bergerak dengan Hati, Pulihkan Pendidikan’ sangat relevan dengan kewajiban guru seharusnya. Guru harus mengajar dengan hati, agar karakter baik yang diajarkan tembus ke hati siswa.
“Kalau siswa sudah tersentuh hatinya, maka ia akan bergerak sendiri mengikuti apa yang diinspirasikan oleh guru,” katanya.
Ke depan, sedikitnya ada tiga PR yang mesti diperhatikan masing-masing stakeholder. Pertama, pemerintah harus tetap menyejahterakan guru dan menghargai profesinya, terutama guru honorer yang masih jauh dari kata cukup apalagi UMR. Pemerintah mengemban tugas besar dalam memberikan jaminan dan perlindungan bagi profesi guru agar dihargai.
Kedua, bagi lembaga pendidikan termasuk FKIP Unpas, mesti meningkatkan kualitas calon guru agar siap beradaptasi dan mampu menginspirasi, sehingga siswa bisa survive di masa mendatang dan tidak tergilas jaman.
“Ketiga, tentu guru itu sendiri. Terus menerus kembangkan kemampuan, baik sebagai pendidik, pembimbing, maupun pewaris nilai-nilai baik, yang bisa mengembangkan peradaban ke arah lebih baik, karena nantinya guru akan berhadapan dengan fenomena tarik menarik karakter baik dan buruk di masyarakat. Mana yang lebih dominan pengaruhnya antara didikan guru dan bentukan lingkungan nyata atau maya,” tutupnya. (Reta)*