BANDUNG, unpas.ac.id – Berbicara ketahanan pangan, maka tak lepas dari ketersediaan, akses dan pemenuhuan kebutuhan pangan bagi masyarakat di suatu daerah. Pangan menjadi salah satu pilar pembangunan baik skala daerah, kota, provinsi, bahkan negara.
Sehingga, isu atau topik mengenai ketahanan pangan ini menjadi menarik dibahas seperti pada acara Talkshow Harmoni Bagi Negeri dengan tema “Ketahanan Pangan : Sebuah Keniscayaan”, Jumat (14/1/2022) lalu.
Pada acara yang disiarkan di kanal YouTube TV Harmoni ini, menghadirkan narasumber Ketua Lembaga Penelitian Masyarakat (LPM) sekaligus Dosen Teknik Pangan Universitas Pasundan, Dr. Ir. Asep Dedy Sutrisno, M.P.
Ia mengemukakan, perhatian negara terkait pemenuhuan kebutuhan pangan sudah diatur sebagaimana UU No. 18/2012 tentang Ketahanan Pangan yang berbunyi “Kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan”.
Sehingga, negara punya kewajiban mengatur dan mengelola pangan dengan baik di suatu daerah, apalagi saat ini masyarakat telah mengenal konsep pentahelix yang melibatkan banyak pihak dalam mewujudkan suatu program.
“Saat ini kita mengenal konsep pentahelix, terkait ketahanan pangan maka lima unsur (pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, dan media massa) harus saling bersinergi,” jelasnya.
Maka, pemerintah harus mampu mengoptimalkan potensi daerahnya untuk menciptakan kebutuhan pangan, akademisi berkontribusi menciptakan inovasi maupun penelitian, pelaku usaha bersama masyarakat mampu menciptakan produk pangan, dan media massa berperan sebagai penyebarluasan informasi bagi masyarakat.
“Jadi, dalam koridor ketahanan pangan ada subsistemnya lagi yaitu ketersediaan, pendistribusian, dan konsumsi serta keamanan pangan. Ketiga unsur ini perlu diperhatikan juga,” lanjutnya.
Ia juga mengemukakan, idealnya Indonesia sebagai negara agraris sudah mampu mencukupi stok pangan seperti padi atau beras. Lanjut Dr. Asep Deddy, ia melihat hal tersebut dari dua pendekatan.

Pertama, secara peningkatan produktifitas di beberapa kawasan penghasil padi, sehingga mampu menyimpan cadangan makanan yang cukup. Kedua, yakni pola konsumsi masyarakat.
Contohnya jika di Pulau Jawa banyak daerah penghasil padi, maka di kawasan lain pun bisa ditingkatkan produktifitas hasil panennya dengan menanam berbagai varian tumbuhan lain seperti jagung, maupun kedelai misalnya.
“Hal ini juga terkait dengan pola konsumsi masyarakat terhadap nasi, ambil saja contoh mengenai Pola Pangan Harapan (PPH) di sana ada berbagai macam keberagaman pangan,” ungkapnya.
Menurut Badan ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, PPH merupakan susunan berbagai macam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari berbagai kelompok pangan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya.
Tujuan dari PPH yakni untuk menghasilkan suatu standar pangan guna memenuhi gizi penduduk dengan memperhatikan keseimbangan gizi, cita rasa, daya cerna, daya terima masyarakat, kuantitas, dan kemampuan daya beli.
Dirinya juga membeberkan, ada dua indikator dalam menilai ketahan pangan suatu daerah yaitu dari Indeks Ketahanan Pangan (IKP) dan melalalui analisis Neraca Bahan Makanan (NBM).
“Ketahanan pangan suatu daerah dapat diniali dari tiga dimensi yaitu keersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan di masyarakat”, ujarnya.
Disebutkan Dr. Asep Deddy, bahwa solusi untuk mengatasi konsumsi pangan yang domininan terfokus pada nasi, sehingga perlu adanya diversifikasi pangan di kalangan masyarakat.
“Keberagaman akanan pokok di masyarakat juga perlu sehingga tidak terkonsentrasi pada satu jenis saja, karena di samping itu ada jenis makanan lain seperti pangan hewani, buah-buahan, umbi-umbian, dan lain sebagainya,” jelasnya.
“Pola konsumsi masyarakat baik per hari maupun per bulan itu harus diversifikasi sehingga beraneka ragam,” tambahnya.
Sebagai akademisi di bidang pangan, ia bersama Prodi Tenologi Pangan Fakultas Teknik Unpas kini tengah mengembangkan alat pengolah pangan dan akan meluncurkannya dalam waktu dekat.
“Sebagai solusi bagi masyarakat, kami di Unpas saat ini dalam waktu dekat akan meluncurkan “Mesin Pengolah Beras Analog”, nantinya umbi-umbian seperti ubi kayu, ubi jalar, dan jagung dapat diolah menjadi beras dengan memanfaatkan teknologi,” ungkapnya.
Pada acara talkshow tersebut juga turut hadir Ketua Umum Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) Jabar Rudy Rakian, Kabid Konsumsi dan Pengembangan SDM, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat Ir. Nenny Fasyaini, M.M. (RicoB)*