BANDUNG, unpas.ac.id – Studi Independen Bersertifikat (SIB) merupakan bagian dari program Kampus Merdeka yang banyak diminati mahasiswa. Melalui SIB, mahasiswa akan mempelajari kompetensi yang spesifik, praktis, dan dibutuhkan di masa depan.
Selain itu, mahasiswa juga berkesempatan untuk mempraktikkan kompetensi tersebut dalam sebuah proyek riil, serta berinteraksi dengan pakar guna memahami penerapannya.
Salah satu program SIB yang dapat dimanfaatkan mahasiswa yaitu Sekolah Ekspor. Lewat program “Digital Export”, Sekolah Ekspor membuka peluang bagi mahasiswa untuk melakukan praktik ekspor dengan mengoptimalkan e-commerce dan sarana bisnis digital lainnya.
Mahasiswa diarahkan menjadi eksportir muda yang mampu membudidayakan teknologi digital, terutama untuk produk pertanian, produk industri kreatif, dan produk olahan pangan.
Program Sekolah Ekspor Batch 1 yang baru berakhir 15 Januari 2022 lalu telah menghasilkan kurang lebih 198 produk siap ekspor. Produk yang dihasilkan oleh 777 mahasiswa dari 223 perguruan tinggi ini akan diekspor ke Taiwan, Pakistan, dan Jepang.

Mahasiswi prodi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pasundan, Luh Natasya Devi Arsana turut membagikan pengalamannya selama mengikuti program Sekolah Ekspor Batch 1. Mulai dari tata cara pendaftaran hingga manfaat yang ia peroleh.
Natasya menjelaskan, program Digital Export mencakup pembelajaran individu dan proyek pengembangan produk yang dilakukan per kelompok. Setidaknya ada tujuh aktivitas dalam rangkaian kegiatan Digital Export.
“Kami menerima pemaparan materi, pendalaman materi, kuliah ekspor, pembelajaran asynchronous self learning, mentoring, praktikum, dan ujian. Kami juga memperoleh klaster modul digital global business, digital marketing, digital communication, digital payment, dan e-commerce,” jelasnya.
Output dari Digital Export tidak hanya menyelenggarakan konferensi, pameran, dan business matching di dalam dan luar negeri, namun juga menerbitkan katalog virtual dan cetak untuk menampilkan produk-produk ekspor mahasiswa.
“Dari pelatihan-pelatihan yang diberikan Sekolah Ekspor, mahasiswa bisa menghasilkan produk lokal inovatif dan kreatif seperti batik, anyaman rotan, makanan dan minuman lokal, tas etnik, ukiran kayu, bahkan bumbu dan rempah-rempah frozen,” tuturnya.
Kaprodi Hubungan Internasional FISIP Unpas Drs. Alif Oktavian, MH. terus mendorong mahasiswa untuk berpartisipasi dalam program-program MBKM seperti SIB. Hal ini sejalan dengan revolusi industri 4.0 dan era disrupsi yang kini menuju ke arah metaverse.
Di prodi Hubungan Internasional, mahasiswa bisa mengganti skripsi atau tugas akhir dengan output SIB. Ini masuk ke tugas akhir non skripsi yang terbagi menjadi penelitian murni dan penelitian terapan.
“Saya mengajak kepada seluruh mahasiswa untuk ikut seleksi MBKM supaya bisa mendapat kompetensi tambahan, karena ke depannya kompetisi semakin ketat. Maka, jadikan sebagian program MBKM sebagai modal atau aset untuk meningkatkan kompetensi dan soft skill,” pungkasnya. (Reta)*