BANDUNG, unpas.ac.id – Program Kampus Merdeka Pejuang Muda yang dicanangkan Kementerian Sosial berhasil menarik minat puluhan ribu mahasiswa. Sebanyak 5.140 mahasiswa lolos seleksi akhir dari total 11.109 peserta.
Dari 43 mahasiswa Universitas Pasundan yang berkesempatan menjadi Pejuang Muda, dua di antaranya merupakan mahasiswi Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), yaitu Dwi Rahayu Nurmiati dan Riska Apriani.
Selain beririsan dengan prodi yang diambil, keduanya tertarik mengikuti program Pejuang Muda karena menyukai kegiatan sosial kemanusiaan. Program ini juga membuka peluang bagi Dwi dan Riska untuk mengaplikasikan teori yang dipelajari di kelas.
Pejuang Muda menawarkan empat fokus program, meliputi pengembangan bantuan sosial, pemberdayaan fakir miskin dan lansia, pola hidup sehat dan kesehatan lingkungan, dan fasilitas untuk kepentingan umum di daerah pascabencana.
Wadah untuk wujudkan motto hidup

Sesuai motto hidup khoirunnas anfauhum linnas yang dipegangnya, Dwi memutuskan untuk memilih fokus program pemberdayaan fakir miskin dan lansia. Tujuannya tak lain untuk berbagi manfaat kepada masyarakat yang lemah secara keilmuan dan kesejahteraan sosial.
Sebelum diterjunkan ke masyarakat, Dwi bersama peserta lainnya mengikuti pembekalan dari praktisi dan tokoh-tokoh berpengalaman. Ia mengikuti pembekalan dengan saksama dan mulai mempersiapkan diri, terutama menyangkut indikator pemberdayaan lansia dan fakir miskin, serta konsep masalah sosial.
“Di lingkungan tempat tinggal saya, umumnya Kabupaten Sukabumi, masih banyak lansia dan fakir miskin yang belum mendapat perhatian dari pemerintah. Mereka tidak termasuk dalam daftar penerima bantuan sosial, padahal status ekonominya tergolong rendah,” ujarnya, Kamis (14/10/2021).
Peran agen perubahan yang disematkan Kemensos kepada para Pejuang Muda memotivasi Dwi untuk menghadapi tantangan dan mengembangkan diri. Ia berharap mampu memberikan dampak positif kepada masyarakat dan mewujudkan motto hidupnya.
“Saya ingin membangkitkan kesadaran sosial dan interaksi bertetangga agar tumbuh kepedulian terhadap sesama. Juga, menjadi perantara bagi pemerintah maupun Non-Governmental Organization (NGO) untuk membantu mewujudkan kesejahteraan dan mengubah fungsi sosial masyarakat supaya lebih berdaya,” tuturnya.
Meski saat ini dirinya masih menjalani student exchange di Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung, namun ia berusaha memanajemen waktu dan menentukan skala prioritas untuk menjamin kelancaran program Pejuang Muda.
“Saya berkomitmen untuk berpartisipasi dengan sungguh-sungguh, karena sejak awal sudah tertarik dengan program Pejuang Muda. Saya juga bergabung dengan komunitas sosial dan pernah ikut pengabdian masyarakat, setidaknya pengalaman tersebut jadi bekal saya ketika turun ke lapangan,” sambungnya.
Bangkitkan keberfungsian sosial masyarakat

Sebagai insan yang berambisi mengentaskan kemiskinan, Riska juga memilih fokus pemberdayaan fakir miskin dan lansia. Pemberdayaan masyarakat yang bersifat kontinu (berkelanjutan) mendorongnya untuk berkontribusi dan bertindak sebagai agent of change.
“Dalam kacamata saya, fakir miskin merupakan individu yang fungsi sosialnya terganggu. Mereka tidak bisa bangkit dari keterpurukan karena berbagai faktor. Melalui program ini, saya berusaha mengembalikan keberfungsian mereka,” katanya.
Menurutnya, fakir miskin dan lansia perlu diberdayakan agar kesejahteraannya terjamin. Sebab, kemiskinan berpotensi menurun dan dikhawatirkan menimbulkan masalah baru. Anak-anak dari keluarga pra-sejahtera tidak memiliki pirivilege untuk mengenyam pendidikan, memperoleh jaminan kesehatan yang layak, dan lainnya.
“Saya memilih Kabupaten Pandeglang sebagai lokasi pengabdian, karena berdasarkan hasil penelusuran di internet, daerah tersebut berada di urutan teratas dengan tingkat kemiskinan paling tinggi di Provinsi Banten. Tapi, lokasi penempatan finalnya akan ditentukan oleh Kemensos,” lanjutnya.
Disinggung soal gambaran program yang akan dijalankan, Riska mengatakan baru mencetuskan social entrepreneurship sebagai upaya pengentasan kemiskinan berbasis bisnis. Selebihnya, ia menunggu keputusan dari Kemensos agar dapat mengidentifikasi masalah di daerah penempatan.
Mahasiswi asal Kabupaten Tangerang ini aktif menjalankan kegiatan kemanusiaan bersama komunitas Pemuda Peduli Kesejahteraan Sosial (PPKS) Bandung. Ia juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Divisi Pengabdian Masyarakat (Dispenmas) Himpunan Mahasiswa Kesejahteraan Sosial.
“Semoga kegiatan Pejuang Muda berjalan lancar dan apa yang akan dilakukan di daerah penempatan bisa berkelanjutan dan membantu masyarakat, sehingga mereka berdaya dengan sendirinya, lalu tingkat kemiskinannya menurun atau lebih baik dari sebelumnya,” tutupnya. (Reta)*