BANDUNG, unpas.ac.id – Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pasundan (Unpas) melakukan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) mengenai Pengembangan Bahan Ajar Etnomatematika Wayang Golek dengan Pendekatan Culturally Responsive Teaching di Gedung Rektorat Unpas, Ruang Rapat Lantai 5, Jl. Tamansari No. 4–8 Bandung, Kamis (21/8/2025).
FGD FKIP Unpas ini merupakan dana hibah Kemendiktisaintek Tahun 2025 dengan skema Penelitian Fundamental Reguler Tahun 2025. Tim peneliti yang diketuai oleh Dr. Siti Maryam Rohimah, M.Pd., dengan anggota Dr. Eka Firmansyah, M.Pd., Feby Inggriyani, M.Pd., dan mahasiswa yang bernama Bunga Yasmin Oktavianti.
Kegiatan FGD ini bertujuan untuk menyamakan persepsi para ahli dan praktisi pendidikan mengenai konsep Culturally Responsive Teaching (CRT), sekaligus menggali masukan terhadap rancangan awal bahan ajar etnomatematika berbasis wayang golek.
Melalui forum ini, tim peneliti berupaya menentukan arah pengembangan bahan ajar yang valid, praktis, serta berpotensi meningkatkan kemampuan literasi numerasi peserta didik, khususnya pada materi Bilangan Cacah dan Operasi Hitung di kelas V Sekolah Dasar, sekaligus memperkuat identitas budaya dalam proses pembelajaran.

Tim peneliti juga menghadirkan Prof. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D. dari Universitas Pendidikan Indonesia sebagai narasumber utama.
“Etnomatematika wayang golek dapat menjadi jembatan antara budaya lokal dan konsep formal matematika. Bentuk, ukuran, dan pola wayang bisa dikaitkan dengan geometri, proporsi, maupun transformasi. Dengan pendekatan Culturally Responsive Teaching (CRT), siswa tidak hanya belajar angka, tetapi juga dihargai identitas budayanya, diajak mengaitkan materi dengan pengalaman nyata, dan diberdayakan untuk lebih percaya diri dalam belajar,” jelas Prof. Turmudi.
Selain itu, Prof. Turmudi juga menjelaskan dalam konteks etnomatematika wayang golek, pendekatan CRT diterapkan dengan mengintegrasikan proporsi tubuh wayang untuk mempelajari rasio dan perbandingan, kostum wayang untuk memahami geometri, pola irama gamelan sebagai latihan pola bilangan, dan nilai moral dalam lakon wayang sebagai bagian dari literasi sosial.
Ketua tim peneliti pun, Dr. Siti Maryam Rohimah, M.Pd, menyatakan bahwa penelitian ini memiliki kontribusi besar terhadap dunia pendidikan.
“Inovasi ini tidak hanya memperkuat literasi numerasi, tetapi juga meneguhkan identitas budaya sekaligus menghadirkan pembelajaran yang berbasis CRT, sehingga lebih dekat dengan kehidupan siswa,” jelasnya.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi model pengembangan bahan ajar berbasis kearifan lokal yang memperkaya praktik pendidikan dasar, sekaligus menjawab tantangan pembelajaran matematika di era global.

Setelah FGD, tim peneliti akan melanjutkan kegiatan dengan menyusun dan memvalidasi bahan ajar etnomatematika berbasis wayang golek menggunakan pendekatan CRT. Selanjutnya, bahan ajar divalidasi oleh ahli, instrumen akan diuji cobakan, direvisi sesuai hasil evaluasi, lalu diimplementasikan secara lebih luas dalam pembelajaran matematika.
Pada tahap akhir, tim peneliti akan mendiseminasikan hasil penelitian agar dapat dimanfaatkan oleh guru-guru dan sekolah dasar lainnya, sehingga memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan literasi numerasi sekaligus pelestarian budaya lokal.
Selain itu, melalui pengembangan bahan ajar etnomatematika wayang golek, bisa menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan, dekat dengan kehidupan siswa, dan bermakna.
Maka dari itu, mari kita dukung bersama upaya inovatif ini baik sebagai pendidik, orang tua, maupun masyarakat agar anak-anak kita mampu menguasai literasi numerasi sekaligus bangga dengan identitas budayanya. (*)
