
BANDUNG, unpas.ac.id – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan startup merupakan tulang punggung ekonomi nasional yang memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk memaksimalkan pergerakan pertumbuhan pelaku UMKM dan startup, diperlukan adanya pengembangan kapasitas dari kalangan akademisi sebagai bagian dari implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Salah satu dosen Universitas Pasundan yang Konsen dalam kegiatan pengabdian fokus pada pengembangan UMKM dan kewirausahaan yaitu Dr. Dindin Abdurohim Brata Sonjaya, MM., M.Si. Terhitung sejak 2010 melaksanakan dharma ketiga, dosen program studi Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ini konsisten melakukan penerapan kepakaran melalui program pengabdian pada pelaku UMKM dan startup.
Dalam program pengabdiannya, ia memanfaatkan skema mono tahun maupun multi tahun yang ditawarkan Kemenristekdikti (sekarang Kemendikbudristek), pendanaan dari internal FISIP dan universitas, serta kerja sama dengan pihak lain seperti Kementerian, Pemerintah Daerah, Provinsi dan Kota/Kabupaten.
“Program yang dilakukan tidak jauh dari pengembangan kapasitas kewirausahaan, pengembangan UMKM, dan pengembangan UKM unggulan, khususnya di kota dan kabupaten Bandung. Hal itu tentunya disesuaikan dengan kepakaran dan kompetensi saya di bidang Administrasi Bisnis,” ujarnya.
Beliau juga telah mendapatkan sertifikat internasional dalam program Training of Trainer (ToT) Entrepreneurship and SMEs (EDI-India) juga sebagai reviewer program pengabdian.
Kontribusinya di bidang UMKM dan kewirausahaan juga membuatnya dipercaya menjadi koordinator program penciptaan 1000 wirausaha baru selama tiga gelombang yang digulirkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat ketika masih dipimpin Ahmad Heryawan (Aher).
Terbaru, ia diminta untuk mengembangkan program pembangunan ekonomi bagi Dharma Wanita Persatuan (DWP) di Kabupaten Bandung Barat (KBB). Tujuannya, untuk meningkatkan peran mereka sebagai pengurus dan anggota dalam memanfaatkan peluang, sehingga dapat tercipta usaha mandiri yang berguna mewujudkan visi dan misi pemerintah KBB.
“Saya mencoba memetakan masalah, potensi, dan peluang apa yang harus dipahami dengan memberikan wawasan tentang womenpreneur, sehingga mereka memiliki spirit Kewirausahaan. Lalu, saya juga mengidentifikasi masalah yang umumnya dihadapi para womenpreneur,” lanjutnya.
Menurutnya, womenpreneur kerap mengalami keterbatasan tuntutan dan peran. Di satu sisi, mereka mesti menjalankan perannya sebagai istri dan ibu. Di sisi lain, mereka juga dihadapkan dengan peluang yang sayang jika dilewatkan.
“Masalah itulah yang membuat mereka kadang melewatkan peluang dalam mengembangkan program DWP. Mereka juga juga belum optimal dalam kemitraan, berkolaborasi, dan bersinergi.
Jadi, ide dan gagasan dalam pengembangan program belum sepenuhnya menampung aspirasi pengurus maupun anggota,” jelasnya.
Di samping permasalahan klasik para pelaku UMKM seperti keterbatasan modal, SDM, kurang memiliki semangat kewirausahaan, belum memiliki visi (mimpi) dan misi yang jelas, daya kreativitas dan inovasi belum dimanfaatkan, kemampuan manajemen, serta pemahaman tentang potensi pasar, pelaku UMKM juga dinilai masih terbatas dalam beradaptasi dengan era digital.
Seiring berjalannya waktu, tuntutan pun terus berubah. Dengan hadirnya revolusi industri 4.0, mau tidak mau pelaku UMKM harus bertransformasi ke arah digital, mempercepat adaptasi, dan mengikuti perkembangan.
“Solusi pertama ialah transformasi pola pikir, karena perilaku pasar atau konsumen saat ini berbeda. Kini kita dihadapkan dengan kaum milenial, maka sesuaikan dengan tuntutan tersebut. Kemarin ketika Covid-19 merebak, saya berkolaborasi dengan berbagai kepakaran mengembangan UMKM yang potensial untuk beralih ke digital. Alhamdulillah, binaan kami masuk sebagai percontohan e-Commerce Shopee Indonesia 2020,” tutupnya. (Reta)*