BANDUNG, unpas.ac.id — Universitas Pasundan (Unpas) dan Komisi Yudisial Republik Indonesia melakukan perpanjangan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) di Aula Suradireja Universitas Pasundan beberapa waktu lalu.
Kerja sama ini yang dilakukan Unpas dan Komisi Yudisial untuk pengembangan sumber daya manusia. Hal itu meliputi aspek pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dalam rangka terwujudnya peradilan bersih.
Rektor Unpas Prof. Dr. H. Azhar Affandi, S.E., M.Sc mengatakan bahwa kerja sama dengan Komisi Yudisial merupakan rencana yang digagas oleh Fakultas Hukum. Ini adalah sebuah langkah untuk saling bersinergi antar lembaga negara dengan institusi pendidikan.
“Semoga nota kesepahaman ini bukan hanya di atas kertas, tetapi memang bisa diimplementasikan. Selama 3 tahun kerja sama ini semoga dapat memberikan sinergi antar kedua belah pihak,” harap Rektor Unpas.
Sementara itu, Ketua Komisi Yudisial RI Prof. Amzulian Rifai, S.H., LL.M., Ph.D menyampaikan Komisi Yudisial memiliki kenangan khusus dengan Unpas karena guru besar sekaligus Ketua Komisi Yudisial Paruh II Periode Juli 2018 sampai dengan Desember 2020, yaitu alm. Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum. berasal dari Unpas.
Disamping itu, Amzulian juga menyampaikan bahwa kesejahteraan suatu negara, sulit dicapai tanpa tegaknya hukum.
“Maka di dalam Konstitusi UUD NRI Tahun 1945, Pasal 1 ayat 3 mengatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, tetapi problemnya justru negara hukum itu kalau kita tanyakan pada masyarakat, rata-rata menyatakan kecewa dengan sistem hukum kita. Hal itu adalah fakta yang mesti kita akui, bahwa masih ada problem,” kata Amzulian.
Menurutnya salah satu ciri negara maju adalah Australia, karena masyarakat di sana tingkat kepercayaannya terhadap pengadilan begitu tinggi. Kalau kepercayaannya rendah tentu akan jadi masalah.
“Maka apapun persoalan hukum di kita akan selalu dibanding, akan selalu dikasasi, PK (Peninjauan Kembali) berkali-kali. Sehingga tidak ada kepastian hukum,” jelas Amzulian. (Rani*)
