Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung menambah lagi 2 doktor dalam waktu yang berdekatan pada bulan Maret 2016. Mereka terdiri dari Anni Rochaeni (dosen Teknik Lingkungan) dan Ari Djatmiko (dosen Teknik Planologi/Perencanaan Wilayah).
Anni Rochaeni yang tercatat sebagai doktor ke 40 di Fakultas Teknik Unpas, mempertahankan disertasinya berjudul “Integrasi Sistem Pengumpulan dan Pemindahan Sampah dalam Sistem Pengelolaan Sampah (Studi Kasus Kota Bandung) pada Sidang Terbuka Komisi Sekolah Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung, Kamis, 17 Maret 2016, sedangkan Ari Djatmiko yang tercatat sebagai doktor ke 41 di Fakultas Teknik Unpas, mempertahankan disertasi berjudul ”Persepsi dan Respon Masyarakat dalam Perubahan Ruang Sakral di Kawasan Kuta, Bali” pada sidang terbuka Komisi Sekolah Pascasarjana Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung, Kamis 24 Maret 2016.
Anni Rochaeni
Anni Rochaeni melakukan penelitian dengan mengangkat kasus Kota Bandung sebagai studi kasus kota besar di Indonesia yang menerapkan pembagian peran dalam pengelolaan sampah. Saat ini pengelolaan sampah Kota Bandung ditangani oleh Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan yang merupakan salah satu perusahaan milik pemerintah kota yang bertugas dalam bidang kebersihan kota. Terdapat pembagian wewenang dan tanggung jawab. PD Kebersihan bertanggung jawab pada pengangkutan dari
Tempat Penampungan Sementara (TPS) ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) serta pengangkutan langsung dari sumber komersial dan sapuan jalan. Sementara berdasarkan Perda Kota Bandung No. 09 tahun 2011 pasal 25 ayat (2) menyebutkan bahwa pengumpulan sampah dari permukiman ke TPS diserahkan pada pengelola lokal, yaitu RT/RW dan pengelola kawasan permukiman dan fasilitas lainnya Sampai saat ini belum ada petunjuk teknis operasional khusus untuk sistem pengumpulan sampah sehingga setiap kawasan melakukannya dengan cara dan kesepakatan masing-masing.
Penelitian ini merupakan penelitian yang dapat melengkapi penelitian lain terkait pengelolaan sampah kota di Indonesia, terutama kota dengan karakteristik seperti Kota Bandung. Penelitian ini terkait dengan 4 kelompok tema penelitian, yaitu kelompok penelitian tentang pengelolaan sampah terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sistem pemilahan dan pengumpulan (Clifford, 2008; Iriarte dkk. 2009; Rigamonti dkk. 2009; Grazhdani, 2016; De Feo dan Gisi, 2010; Tai dkk. 2011; Dhokhikah dkk. 2015; Ramang, 2009; Babaei dkk. 2014; Galardo dkk. 2015; Bolaane dan Issac, 2015; Greco dkk. 2015). Dari semua penelitian yang ada dapat diketahui pentingnya sistem pemilahan dan pengumpulan, akan tetapi belum ada yang meneliti tentang sistem pemindahan dan faktor-faktor pendukungnya.
Kelompok penelitian terkait studi waktu pergerakan dalam pengelolaan sampah dan peningkatan pengumpulan sampah (Sakurai, 1960; Aremu dkk. 2012; Essien, 2013; Bautista dkk. 2008; Li dkk. 2008). Dari semua penelitian yang ada belum ada studi waktu dan pergerakan untuk kendaraan pengumpul yang berukuran mikro, juga studi waktu dan pergerakan di TPS.
Kelompok penelitian terkait penelitian tentang penggunaan analisis preferensi dalam pengelolaan sampah dalam penggunaan Analisis Conjoint (Mariska, 2003; Contreras dkk. 2008; Othman, 2007; Chuen-Khee dan Othman, 2010; Ku dkk. 2009; Chu dkk. 2014; Hazra dkk. 2015). Kebanyakan penelitian preferensi yang ada mempunyai ruang lingkup pengelolaan sampah secara komprehensif skala kota, belum ada yang khusus meneliti preferensi tentang sistem pengumpulan dan pemindahan, yang merupakan sub sistem dari pengelolaan sampah kota dan merupakan sistem berbasis masyarakat sehingga preferensi pemangku kepentingan (stakeholders) menjadi komponen penting pembentuk sistem.
Kelompok penelitian tentang integrasi sistem dalam pengelolaan sampah
(Damanhuri, 2010; Sembiring dan Nitivattananon, 2010; Widyarsana, 2006; Saraswati, 2007). Penelitian-penelitian tersebut mengangkat tema integrasi pengelolaan sampah secara makro, tidak pada sub sistem pengelolaan sampah. Dari penelitian-penelitian tersebut belum ada yang meneliti integrasi antara sistem pengumpulan yang berbasis masyarakat dengan sistem pemindahan yang berbasis institusi.
Tujuan khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
- Mengidentifikasi sistem pengumpulan dan pemindahan sampah kota Bandung sebagai lokasi studi kasus sistem pelayanan sampah skala kota di Indonesia.
- Mengamati dan mengukur efektivitas waktu operasional sistem pengumpulan dan pemindahan sampah.
- Mengidentifikasi dan menilai faktor-faktor berpengaruh dalam sistem pengumpulan dan pemindahan sampah dan memformulasikan pilihan (preferensi) dari seluruh pemangku kepentingan terhadap sistem pengumpulan dan pemindahan yang paling diinginkan sebagai dasar pengembangan konsep integrasi.
- Memberi usulan konsep integrasi sistem pengumpulan dan pemindahan sampah sebagai kesatuan sistem.
Metodologi Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka metodologi penelitian yang dilakukan diperlihatkan pada Gambar 2 berikut ini.
Identifikasi sistem pengumpulan dan pemindahan sampah Kota Bandung dilakukan untuk mendeskripsikan kondisi nyata sistem pengumpulan sampah Kota Bandung beserta seluruh aspek teknis dan non teknis yang mendukungnya. Survey observasi dan verifikasi lapangan dilakukan terhadap seluruh TPS yang ada di Kota Bandung untuk mendapatkan data sistem pemindahan sampah yang ada. Dan survey telepon pada 400 KK dilakukan untuk mendapatkan gambaran sistem pengumpulan yang diterima warga Kota Bandung. Berdasarkan hasil identifikasi ditentukan 10 permukiman dan 15 TPS yang dijadikan lokasi penelitian selanjutnya.
Pengukuran Studi Waktu dan Pengukuran dilakukan dengan mengamati dan mengukur berbagai elemen gerak dalam kegiatan pengumpulan dan pemindahan sampah. Terdapat 11 elemen gerak dalam sistem pengumpulan, dan 14 elemen gerak dari 3 jenis petugas dalam sistem pemindahan.
Berdasarkan batasan sampel analisis faktor, pada lokasi permukiman yang sama, diambil sampel RT sebanyak 361 KK dan 62 petugas pengumpul sebagai responden penelitian analisis faktor sistem pengumpulan. Dan lokasi TPS yang sama diambil 62 orang petugas pengumpul, 52 orang petugas TPS, dan 23 orang petugas pengangkutan sebagai responden penelitian analisis faktor sistem pemindahan. Sebanyak 142 RT kemudian menjadi responden analisis preferensi sistem pengumpulan, sementara jumpah petugas yang menjadi responden analisis preferensi sama dengan analisis faktor.
Kesimpulan
- Penumpukan sampah di TPS terjadi sebagian besar karena belum terjadinya integrasi antara waktu kedatangan truk pengangkut dan gerobak yang datang ke TPS.
- Dari beberapa variabel yang mempengaruhi efektivitas:
- sistem pengumpulan diperoleh bahwa pola pewadahan, frekuensi pengumpulan, jenis kendaraan pengumpul, dan retribusi bulanan merupakan faktor penentu.
- sistem pemindahan diperoleh bahwa frekuensi pengumpulan, kelengkapan pengolahan di TPS, frekuensi pengangkutan, dan status kepegawaian petugas merupakan faktor penentu.
- Terdapat perbedaan keinginan (preferensi) pemangku kepentingan (penghasil, petugas pengumpul, petugas TPS, dan petugas pengangkut) pada sistem pengumpulan dan pemindahan yang juga berkontribusi terhadap belum tercapainya integrasi sistem.
- Konsep integrasi sistem dimulai dengan membangun masing-masing sub sistem:
- Sistem pengumpulan dipengaruhi oleh ketersediaan pembiayaan untuk pengupahan petugas pengumpul dan biaya operasional dan perawatan.
- Sistem pemindahan dipengaruhi oleh ketersediaan lahan untuk TPS
- Konsep integrasi sistem pengumpulan dan pemindahan sampah ke dalam sistem pengelolaan sampah kota dipengaruhi oleh ketersediaan dan penjadwalan truk pengangkut dari pengelola sampah kota.
Ari Djatmiko
Ari Djatmiko melakukan penelitian di wilayah Desa Adat Kuta, Bali, yang diarahkan sebagai salah satu kawasan wisata. Kriteria pemilihan obyek/ruang sakral terdiri atas menunjukkan nilai kesakralan, masih dapat ditemui saat sekarang, menunjukkan kecenderungan mendapat pengaruh/dampak kegiatan jasa, perdagangan atau industri wisata. Pada penelitian ini, ruang sakral yang dikaji mencakup tujuh jenis terdiri atas empat jenis pada zona parahyangan, dua jenis pada zona pawongan dan satu jenis pada zona palemahan.
Untuk menggali persepsi dan respon masyarakat ini maka pendekatan yang digunakan yakni pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan pula pendekatan interpretif berangkat dari upaya untuk mencari penjelasan tentang peristiwa-peristiwa sosial atau budaya yang didasarkan pada perspektif dan pengalaman orang yang diteliti. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan studi kasus. Dari segi tempat pelaksanaannya, penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) sehingga dapat ditemukan realitas atau fenomena yang terjadi pada ruang sakral Desa Kuta dalam bentuk gejala atau proses sosial.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup :
- Langkah pertama, berupa tahapan awal sebagai acuan dalam pelaksanan kegiatan penelitian melalui upaya perumusan langkah-langkah keseluruhan penelitian.
- Langkah kedua, menggali nilai dan aktivitas budaya masyarakat adat Kuta pada khususnya dan Bali pada umumnya
- Langkah ketiga setelah melakukan kajian pada tahap sebelumnya, maka pada tahap ini dilakukan wawancara terbatas dengan tokoh masyarakat khususnya bendesa (kepala desa adat) dan kelian (kepada banjar adat) untuk mendapatkan gambaran awal tentang perubahan ruang sakral
- Langkap keempat, melakukan revisi terhadap metoda penelitian yang telah dirumuskan sebagai hasil evaluasi kegiatan survai awal yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya.
- Langkah kelima, melakukan survai mendalam terhadap elemen lingkup penelitian berupa kekuatan pengaruh perubahan ruang; persepsi, respon dan pemaknaan masyarakat serta pola perubahan ruang sakral
- Langkah keenam, melakukan analisis data melalui metodal deskriptif kualitatif dan interpretatif yang dilakukan sejak pengumpulan data dimulai
- Langkah ketujuh, melakukan perumusan kesimpulan dan kritik terhadap teori. Pada tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan melalui peninjauan ulang tujuan dan sasaran penelitian berdasarkan pada analisis yang telah dilakukan sebelumnya.
Lokasi penelitian ini adalah wilayah Desa Adat Kuta yang diarahkan sebagai salah satu kawasan wisata. Kriteria pemilihan obyek/ruang sakral terdiri atas menunjukkan nilai kesakralan, masih dapat ditemui saat sekarang, menunjukkan kecenderungan mendapat pengaruh/dampak kegiatan jasa, perdagangan atau industri wisata. Pada penelitian ini, ruang sakral yang dikaji mencakup tujuh jenis terdiri atas empat jenis pada zona parahyangan, dua jenis pada zona pawongan dan satu jenis pada zona palemahan.
Dalam penelitian ini, data terdiri dari dua kelompok yaitu data kualitatif dan data kuantitatif yang sifatnya mendukung data kualitatif. Informasi mempunyai banyak pengalaman tentang latar belakang dan maksud penelitian. Informan berasal dari kelompok masyarakat (desa, banjar, sekaa), lembaga pemerintah (provinsi, kabupaten, kecamatan dan kelurahan) serta pengusaha (hotel, jasa lain dan perdagangan) dan akademisi lokal (bidang perencanaan wilayah dan kota). Untuk memperoleh informasi atau data yang diperlukan sesuai dengan tujuan penelitian, digunakan instrumen penelitian berupa pedoman wawancara (interview guide). Observasi partisipatif sebagai salah satu teknik pengumpulan data dirasakan sangat bermanfaat. Hal ini tidak hanya pada saat diadakan pengumpulan data yang intensif saja melainkan diadakan survai pendahuluan. Penelitian ini dalam pelaksanaan survai lapangan dilaksanakan mulai Minggu ke 4 Maret 2014 sampai dengan Minggu ke 1 Desember 2015.
Teknik analisis yang melandasi penelitian ini adalah analisis deskriptif, kualitatif dan interpretatif yang dilakukan sejak pengumpulan data dimulai. Wuisman (1996: 300) menyatakan, analisis data kualitatif adalah sistem klasifikasi deskriptif yang mencangkup jumlah keterangan yang terkumpul dan menunjukan keterkaitan secara sistematis. Adapun fokus analisis dalam penelitian ini mencakup perubahan ruang sakral pada tiap zona sebagai relasi dari kekuatan ekonomi, politik, sosial dan budaya; pengaruh kekuatan ekonomi (pemerintah dan pelaku usaha) terhadap perubahan ruang sakral publik; dorongan faktor ekonomi dan sosial masyarakat adat dalam perubahan ruang sakral privat; persepsi masyarakat adat akibat dorongan perubahan ruang sakral; respon masyarakat adat akibat dorongan perubahan ruang sakral dan faktor pengaruh persepsi dan respon masyarakat dalam perubahan ruang sakral.
Sehubungan dengan upaya peningkatan kualitas penelitian maka terdapat beberapa upaya yang dilakukan yakni keikutsertaan bersama informan; mencapai siklus kesamaan informasi; penerapan triangulasi sumber data; rumusan desain penelitian sebagai dukungan teoritasi penelitian; penguraian detil langkah-langkah penelitian dan pemilihan informan dan metoda sampling serta teknik pengumpulan data.
Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
- Terdapat beragam pola perubahan ruang sakral baik publik maupun privat terutama mencakup perubahan fungsi; perubahan tata letak dan orientasi; perubahan radius jarak dengan bangunan terdekat; perubahan ketinggian bangunan terdekat dan daya pandang bangunan terdekat ke arah bangunan/obyek sakralnya; serta perubahan lokasi ruang sakral.
Gambar 4 Rumusan Hasil Analisis Persepsi dan Respon Masyarakat Adat dalam Perubahan Ruang Sakral Konteks Konsepsi Ruang Relasional
Sumber : Hasil Analisis
- Pada zona parahyangan pola perubahan umumnya berupa perubahan fungsi, berkurangnya radius jarak dengan bangunan terdekat, ketinggian bangunan terdekat dan pandangannya ke arah obyek sakral yang melebihi batas serta orientasi arah. Pada zona pawongan berupa perubahan fungsi, perletakan bangunan, orientasi vertikal dan pada zona palemahan berupa perubahan lokasi (catus patha). Perubahan tersebut mengindikasikan mulainya kemunculan kekuatan dominasi ekonomi dan politik yang mempengaruhi nilai-nilai sosial budaya lokal.
- Faktor pengaruh perubahan ruang sakral publik berupa Pura Dalem Kahyangan, Pura Dalem Tunon, Pura Pesanggaran, umumnya berupa tekanan pelaku usaha khususnya usaha hotel dan jasa yang didukung oleh pemerintah daerah. Sedangkan khusus ruang sakral publik berupa Catus Patha, perpindahan ke lokasi sekarang dipengaruhi kesepakatan masyarakatadat yang didukung pula oleh pemerintah daerah. Sedangkan untuk ruang sakral privat berupa sanggah dan pekarangan, perubahan ruang merupakan respon masyarakat terhadap tekanan sosial dan dorongan ekonomi dalam bentuk kebutuhan ruang hunian dan usaha.
- Persepsi masyarakat pada perubahan ruang sakral publik, umumnya kurang menyetujui terhadap tekanan untuk mengubah ruang sakral khususnya pada Pura Dalem Kahyangan akibat timbulnya penurunan radius jarak kesakralan yang cukup besar. Mereka kemudian melalukan beragam respon berupa penolakan. Selain penolakan, terdapat pula respon lain dalam bentuk dialog mencakup unsur-unsur perubahan ruang yang memungkinkan disepakati. Persepsi dan respon masyarakat adat tersebut menunjukkan kesejalanan dengan konsepsi teori kritis sebagai teori yang mempengaruhi budaya masyarakat.
- Persepsi dan respon tersebut mengindikasikan pula bahwa nilai dan aktivitas masyarakat adat masih bertahan. Kedua unsur tersebut merupakan unsur penting kebudayaan selain unsur ruang, menurut Koentjaraningrat. Dengan demikian dapat disimpulkan pula bahwa budaya masyarakat Kuta masih menunjukkan kebertahanan walaupun terdapat penambahan nilai ekonomi sebagai pendorong perubahan.
- Persepsi masyarakat pada dorongan perubahan ruang sakral privat, umumnya menganggap masih dimungkinkan perubahan-perubahan yang terjadi sebagai bentuk antisipasi kebutuhan lahan hunian akibat penambahan anggota keluarga. Selain itu juga berupa kebutuhan peningkatan ekonomi melalui pemanfaatan lahan pekarangan. Kedua dorongan tersebut memberikan pengaruh pula pada perubahan sanggah di pekarangan. Respon yang dilakukan antara lain berupa penambahan fungsi komersial, dan pembangunan sanggah pada lantai 2 dengan tetap memperhatikan tata aturan adat lingkup pekarangan.
Hasil penelitian ini secara umum menyumbang kepada implikasi pengetahuan perencanaan, dan pengembangan teoritis wilayah dan kota.***