BANDUNG, unpas.ac.id – Belakangan ini, investasi di bidang properti mulai diminati, terutama oleh kalangan milenial karena dinilai menjanjikan dalam jangka panjang. Meski pandemi melumpuhkan sebagian sektor ekonomi, nyatanya investasi properti justru semakin melejit.
Bisnis ini pula yang kini tengah digeluti mahasiswa akhir jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Pasundan, Naufal Fadhillah Ramadhan atau akrab disapa Nafara Tirta.
Nafara bersama beberapa rekannya membentuk tim developer properti dan membuka kesempatan bagi calon investor yang ingin mengalokasikan dananya di sektor perumahan. Sektor ini dipilih sebab digadang-gadang mampu mendongkrak perekonomian dan memiliki multi effect.
“Sebelumnya, pada 2018 saya pernah bekerja sebagai agen properti. Setelah memahami pola bisnisnya, saya bergabung dengan salah satu perumahan di Bekasi dan mengisi posisi marketing. Barulah di 2019, saya dan rekan-rekan merintis bisnis developer properti sendiri,” terangnya, Jumat (25/6/2021).
Eks Ketum Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) FEB periode 2020-2021 ini mengatakan, menjalankan bisnis investasi properti bukanlah perkara sulit. Jika tidak punya cukup modal, maka tinggal merekrut orang-orang yang dibutuhkan di bidang terkait, seperti admin, graphic designer, notaris, dan lain-lain.
“Kalau tim sudah terbentuk, kita cari pemilik lahan yang mau bekerja sama, tapi pastikan daerahnya potensial. Selanjutnya, bangun kepercayaan pemerintah, investor, dan konsumen. Caranya dengan berkolaborasi, karena kita melakukan pembangunan, maka hidupkan juga roda ekonominya, sehingga akan ada prospek jangka panjang,” imbuhnya.
Melihat banyaknya pengembang yang tidak melibatkan perizinan masyarakat dalam pembangunan proyeknya, Nafara berprinsip harus ada simbiosis mutualisme agar tidak saling merugikan. Ia membantu menggerakan perekonomian, sedangkan masyarakat menjamin keamanan dan kenyamanan kepada calon klien yang akan membeli unitnya.
Saat ini, Nafara telah bekerja sama dengan pemilik lahan di daerah Cimaragas, Ciamis dan Pangandaran. Namun, lebih difokuskan di Pangandaran, karena di Cimaragas masih terkendala Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Di samping itu, Pangandaran menjadi ikon pariwisata di Jawa Barat yang akan terus digenjot.
“Bisnis yang sedang saya jalankan sebenarnya lebih menciptakan investasi untuk investor, jadi bukan buat pembeli akhir. Banyak yang mengira kalau saya membangun cluster untuk dijadikan hunian. Memang bisa, tapi tujuan saya dan tim bukan ke arah sana,” tambah Nafara.
Dari bisnis investasi propertinya di Pangandaran, ia mengaku tidak mengeluarkan modal materi, karena pemilik lahan bersedia berkolaborasi dalam proyek tersebut. Meski perlu diakui, menyusun konsep, mengumpulkan investor, mengurus izin, mencari koneksi, dan menjalankan strategi juga butuh modal keahlian.
“Untuk mencari investor, memang diperlukan kemampuan lobi atau negosiasi yang baik. Berdasarkan pengalaman saya saat menjual SPBU di Brebes, saya menggunakan proposal penawaran atau penjualan yang di dalamnya berisi konsep, desain, kelebihan dan kekurangan, kondisi pemerintahan, perekonomian, hingga potensi pariwisata. Saat membuat proposal, libatkan orang-orang terkait agar tidak ada yang terlewat,” tuturnya.
Bagi Nafara, berbisnis di bidang ini bukan hanya menguntungkan bagi developer, tetapi juga investor. Ia turut mengajak milenial untuk mulai melek investasi properti.
“Bisnis ini sangat menjanjikan, apalagi properti menjadi kebutuhan mayoritas, sehingga sebagian orang memilih untuk menjadikannya investasi jangka panjang. Saya rasa, perekonomian di properti tidak ada habisnya, akan terus berkembang,” tutupnya. (Reta)*