BANDUNG, unpas.ac.id – UU Nomor 7/2017 dan UU Nomor 10/2016 mengamanatkan bahwa 2024 mendatang akan dilaksanakan pemilu serentak dalam satu tahun, yakin pemilu presiden, pemilu legislatif, dan pemilihan kepala daerah.
Waktu pelaksanaan tersebut mengakibatkan sejumlah kepala daerah yang masa jabatannya habis pada 2022 dan 2023 harus digantikan penjabat (Pj) kepala daerah.
Di Jawa Barat, terdapat 20 daerah yang akan dijabat oleh Pj. Jabar dikenal publik memiliki basis populasi pemilih yang besar. Tidak sedikit yang menduga jika penggunaan Pj akan menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Mengingat calon pengisi kekosongan kepala daerah jadi topik hangat yang mewarnai demokrasi tanah air, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pasundan mengangkatnya dalam seminar bertajuk “Legitimasi dan Implikasi Penetapan 20 Pj Kepala Daerah di Jawa Barat” yang digelar secara hybrid, Jumat (11/2/2022).
Kegiatan ini menghadirkan narasumber Kasubdit II FKDH Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Plt. Wali Kota Bandung Yana Mulyana, Kepala Kesbangpol Jabar Iip Hidayat, Guru Besar Administrasi Publik Unpas Prof. Dr. Benyamin Harits, MS., Pakar Kebijakan Publik dan Direktur Riset IPRC Leo Agustino, serta Ketua KASN dan IAPA Pusat Agus Pramusinto.
Rektor Unpas Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusuf Sp, M.Si., M.Kom., IPU. menuturkan, persoalan Pj kepala daerah merupakan isu strategis menjelang pemilu dan pikada serentak 2024.
“Saya mengapresiasi inisiatif FISIP Unpas dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang regulasi dan penetapan Pj kepala daerah. Saya harap rakyat bisa menyalurkan aspirasinya melalui DPRD, karena selama ini Pj kepala daerah hanya di-drop saja dari pusat,” katanya.
Perlu diketahui, Pj gubernur nantinya bakal diajukan Kemendagri, kemudian dipilih oleh presiden. Sementara Pj bupati dan wali kota diajukan gubernur dan dipilih Kemendagri.
Dalam hal ini, Pj memiliki terminologi yang berbeda dengan penjabat sementara (Pjs), pelaksana tugas (Plt), dan pelaksana harian (Plh). Pj mempunyai kewenangan penuh selayaknya kepala daerah terpilih.
Kendati punya kewenangan penuh, penunjukan Pj untuk mengisi posisi kepala daerah tentunya rentan dengan unsur-unsur politis. Belum lagi, lantaran tidak dipilih langsung oleh rakyat, maka legitimasi Pj khususnya dalam mengambil kebijakan strategis akan dipertanyakan.
Ketua Komisi I DPRD Jabar Bedi Budiman yang turut hadir mengatakan, diskursus mengenai Pj kepala daerah menjadi urusan publik karena di Jabar ada 19 kabupaten/kota dan satu gubernur yang akan dijabat Pj.
“Keputusan ini pasti mempengaruhi pelayanan publik dan konstelasi DPRD. Untuk itu, saya menunggu seperti apa arahan dari Kemendagri, apalagi rentang waktu Pj sampai ke pilkada serentak cukup panjang,” ujarnya.
Menurutnya, yang membedakan antara penetapan Pj kali ini dengan beberapa waktu sebelumnya yakni situasi. Lantaran memasuki tahun pemilu, kewenangan Pj kepala daerah juga harus dikonfirmasi kembali, apakah sama dengan kepala daerah definitif atau tidak.
“Keinginan untuk menunjuk begitu banyak penjabat membuat publik berprasangka ada agenda politik tertentu. Kalau prasangka meluas, orang bisa mempertanyakan legitimasi hasil pemilu 2024,” tutupnya. (Reta)*