BANDUNG, unpas.ac.id – Penyintas Covid-19 acap kali mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Mereka banyak dicibir hingga dikucilkan di lingkungannya.
Kondisi ini dapat terjadi tak lepas dari informasi yang kurang tepat dan bias terkait virus Covid-19. Di sisi lain, kesadaran masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan juga masih rendah, sehingga perlu pendekatan humanis dan intensif.
Melihat situasi demikian, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pasundan mengadakan sosialisasi sebagai bentuk Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) tidak salah kaprah memahami Covid-19.
Hal tersebut dikonfirmasi Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unpas yang juga Wakil Rektor III Dr. H. Deden Ramdan, M.Si., didampingi anggota tim PKM Zahrah Nabila Azka, S.Ikom, M.Ikom, Senin (5/7/2021).
“Kegiatan ini sebagai diseminasi pentingnya protokol kesehatan 5M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas), dalam menangkal pandemi Covid-19 di Desa Cipeujeuh, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung,” jelasnya.
Tingginya angka penularan yang belakangan kian masif membuat sejumlah negara menetapkan kebijakan agar masyarakat mengurangi aktivitas di luar rumah.
“Melihat adanya peningkatan kasus, pemerintah Indonesia mengimbau masyarakat untuk bekerja, belajar, dan beribadah di rumah masing-masing. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam memutus rantai penyebaran Covid-19 di Desa Cipeujeuh menjadi perhatian khusus pada program kami,” ujarnya.
Berdasarkan survei yang dilakukan tim PKM FISIP Unpas, masyarakat di daerah masih cenderung sulit mengikuti prokes dengan benar. Oleh karena itu, pemahaman tentang pentingnya melaksanakan dan memperketat prokes mesti dikomunikasikan secara lebih luas, lengkap, dan benar.
“Ketika kita gagal mengomunikasikan, maka orang akan berasumsi dengan sudut pandang pribadi. Ini dikhawatirkan semakin menimbulkan perilaku acuh tak acuh terhadap penerapan prokes,” katanya.
Usai menganalisis masalah desa, PKM FISIP Unpas memutuskan untuk fokus pada pembuatan poster dan video pencegahan Covid-19, penyuluhan kesehatan, dan penguatan kelompok desa dengan edukasi singkat.
“Metode yang digunakan ada tiga, yaitu edukasi, sosialisasi, dan evaluasi program. Teknik pengumpulan data dalam pengabdian ini menggunakan wawancara, kuesioner, dan dokumentasi,” lanjutnya.
Selain rendahnya kesadaran akan pentingnya pelaksanaan prokes, kurangnya edukasi juga membuat masyarakat Desa Cipeujeuh masih kedapatan mengucilkan dan dikucilkan jika dinyatakan positif Covid-19.
Namun, setelah dilakukan diseminasi dan pendekatan yang lebih humanis, masyarakat sedikitnya mengikuti kegiatan dengan antusias. Melalui penyampaian informasi yang komprehensif, masyarakat setidaknya mulai paham dan menyadari pentingnya pelaksanaan prokes untuk mencegah Covid-19.
“Masyarakat hanya butuh dipangku dan diayomi. Mereka mau mendengarkan, dengan catatan penyampaiannya juga harus mudah di mengerti. Dengan begitu, mereka bisa memahami dan mengikuti kebijakan yang ada demi kepentingan bersama. Terpenting, perlu koordinasi setiap elemen agar tidak ada kesalahpahaman antar masyarakat dan perangkat desa,” pungkasnya. (Reta)*