
Fakultas Hukum Universitas Pasundan (Unpas), Rabu 4 Oktober 2017 menyelenggarakan FGD (Focus Group Discussion) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Diskusi dipimpin Dekan Fakultas Hukum Unpas Dr. Atang Hermawan, di kampus Fakultas Hukum Jl. Lengkong Besar, Bandung.
Kegiatan FGD yang bertema “Kontruksi Hukum Tanggungjawab Konvergensi Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Piramid Dalam Rangka Pembaharuan Hukum Perjanjian Guna Mewujudkan Tertib Berinvestasi”. FGD merupakan salah satu kegiatan guna memperoleh masukan dan menyempurnakan hasil peneitian hibah terapan yang didanai oleh Kemenristek Dikti dengan judul “Penyelesaian Sengketa Bisnis Piramid Melalui Pedekatan Model Tanggungjawab Hukum Konvergensi Dalam Rangka Pembaharuan Hukum Perjanjian”.
Penelitian hibah terapan diarahkan untuk memberikan kontribusi yang sangat bermanfaat bagi masyarakat dan diharapkan dapat memberi solusi terbaik bagi masyarakat dalam menghadapi persoalannya. Salah satu persoalan yang menjadi konsentrasi peneliti adalah terkait dengan kasus investasi bisnis dengan menggunakan sistem pemasaran piramid. Dari hasil penelitian lapangan ditemukan bahwa banyak kasus sengketa investasi bisnis piramid yang tidak dapat diselesaikan.

Kegiatan FGD ini dihadirkan Pemateri dari Satgas Waspada Investasi dengan kordinator OJK (Otoritas Jasa Keuangan), BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (DPMPSP) Jawa Barat dan dihadiri oleh peserta dari korban (Offeror dan Offeree) Investasi Bisnis Piramid, akademisi, LSM, Biro Bantuan Hukum, Clinik Legal Education (CLE), dan mahasiswa.
Berdasarkan hasil penelitian, kedudukan ganda dari offeror dan offeree dalam pola hubungan hukum sistem piramid yang kompleks. Dalam sistem piramid posisi offeror adalah juga sebagai offeree, sehingga masing-masing selalu memposisikan sebagai korban, padahal pada saat (rekrutmen) akan dilakukannya perjanjian investasi (pra kesepakatan) offeror selalu berusaha mengajak offeree untuk mengikuti investasi ini dengan berbagai upaya.
Target rekrutmen dari offeror mengesampingkan hakikat sahnya kesepakatan dalam tahap penawaran dan penerimaan. Upaya rekrutmen ketika dilakukan penawaran banyak mengandung unsur kekeliruan, paksaan secara psikologis dan finansial, yang juga dapat dikategorikan upaya-upaya penipuan, sehingga dapat dikategorikan penyalahgunaan keadaan (undue influence) dan berimbas pada persoalan cacat kesepakatan.
Faktor lain yang menjadi salah satu penyebab munculnya persoalan, adalah adanya kelemahan dan kekurangan dari sistem hukum perikatan dan perjanjian nasional, sehingga investasi ini lepas dari jangkauan tanggungjawab hukum.
Faktor-faktor di atas menyebabkan proses penyelesaian kasus hukum tidak mudah dilakukan, dan berlangsung sampai sekarang banyak tidak dapat diselesaikan. Hal lain yang menambah daftar panjang persoalan hukum, bahwa dalam sistem piramid ini banyak pula menggunakan transaksi elektronik dilakukan melalui internet dan menggunakan fasilitas perbankan. Adanya ketidak-sungguhan penyelesaian persoalan hukum dan tidak diselesaikannya kasus pelanggaran hukum dari praktik investasi bersistem piramid ini bukan tidak mustahil akan berimbas pada perekonomian Indonesia dan tertib hukum berinvestasi.
Lembaga keuangan resmi akan terpengaruh eksistensinya, sehubungan dengan investasi bersistem piramid ini pada prosesnya banyak bergeser bidang usahanya menjadi lembaga penghimpun dana dari masyarakat. Pelaku-pelaku baru akan bermunculan karena tidak ada proses hukum yang jelas dan memberikan perlindungan dan kepastian hukum, korban masyarakat dan kerugian yang timbulkan dari Investasi bisnis piramid semakin meningkat.
Target khusus dalam penelitian ini adalah memformulasikan model tanggungjawab hukum terhadap investor yang berkedudukan sebagai pemberi penawaran (offeror) selain juga sebagai offeree. Formulasi tanggungjawab hukum ini dilakukan dengan mengkonstruksikan tanggungjawab hukum perdata, tanggungjawab hukum ekonomi dan tanggungjawab pidana secara konvergen. Model konvergensi tanggungjawab hukum ini dilakukan sebagai upaya pengembangan sistem investasi bisnis piramid dalam rangka pembaharuan hukum perikatan dan perjanjian nasional.
Menurut BPSK, sengketa Bisnis Piramida tidak masuk pada kualifikasi Sengketa Konsumen, dan oleh karenanya BPSK tidak berwenang secara substantif, memeriksa dan menyelesaikan Sengketa Bisnis Piramida.
Sedangkan menurut OJK, tujuan dibentuknya Satgas Waspada Investasi adalah untuk meningkatkan kesadaran dan perlindungan kepada masyarakat terhadap potensi kerugian yang diakibatkan penawaran penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Pembentukan satgas waspada investasi diharapkan bermanfaat bagi masyarakat dan industri keuangan antara lain bagi masyarakat: Lebih cepat mendapatkan informasi terkait kegiatan penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi yang melawan hukum. Mengurangi potensi kerugian yang lebih besar karena penanganan yang kurang efektif. Mudah melapor dan bertanya terkait kegiatan penghimpunan dana dan pengelolaan investasi tanpa izin dan berpotensi merugikan. Terhindar dari aktivitas investasi pada instrumen keuangan yang tidak jelas
OJK merekomendasikan, perlu kerjasama dengan Perguruan Tinggi agar dapat memberdayakan mahasiswa dalam kegiatan sosialisasi waspada investasi ilegal.
Diskusi ini merekomendasikan bahwa kewenangan BPSK perlu diperluas dalam rangka Penyelesaian Sengketa Piramid dengan memasukan tanggungjawab konvergensi dalam menyelesaikan kasus hukum investasi piramid. Untuk itu perlu pembaharuan Hukum terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Perlu keterbukaan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat sehubungan keberadaan satgas waspada investasi di bawah kordinasi OJK belum optimal bermanfaat bagi masyarakat. Untuk itu perlu kerjasama dengan perguruan tinggi dengan membuat pojok satgas waspada investasi di dalam kampus, yang memungkinkan masyarakat lebih lugas dan leluasa dalam menyampaikan persoalan hukum yang dihadapinya. Pihak yang berwenang pun diminta untuk membekukan account perbankan dari pelaku (offeror) yang guna pengembalian dana investor, jika terjadi masalah.***