Ketua Umum PB Paguyuban Pasundan, Prof. Dr. HM. Didi Turmudzi, M.Si menjadi Pembina Upacara pada upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda, Sabtu 28 Oktober 2017 di halaman kantor Paguyuban Pasundan Jl. Sumatera 41 Bandung.
Suasana upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda, Sabtu 28 Oktober 2017 di halaman kantor Paguyuban Pasundan Jl. Sumatera 41 Bandung.*
Ketua Umum PB Paguyuban Pasundan Prof. Dr. HM. Didi Turmudzi, M.Si menegaskan, kita bertekad membangun jiwa yang terdiri dari rasa, pikiran dan perilaku. Paguyuban Pasundan harus punya rasa percaya diri dan optimis, di tengah-tengah kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan yang lambat naik kelas. Kita juga harus membangun pikiran, karena besarnya seseorang itu dikarenakan besar pikirannya. Yang ketiga yang harus kita bangun adalah perilaku yakni karya-karya yang terbaik dari setiap orang. Oleh karena itu kita harus yakin, dalam posisi manapun, kita akan berkarya yang baik.
Penegasan itu disampaikan dalam pidatonya pada upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda, Sabtu 28 Oktober 2017, di halaman kantor Paguyuban Pasundan Jl. Sumatera 41 Bandung. Upacara itu dihadiri ribuan orang keluarga besar Paguyuban Pasundan yang terdiri dari siswa, guru dan karyawan sekolah, mahasiswa, dosen dan karyawan perguruan tinggi, serta jajaran Pengurus Besar Paguyuban Pasundan. Acara dimeriahkan pula oleh penampilan artis Nita Tila yang berkolaborasi dengan Arumba SMA Pasundan 2 Bandung.
Pidato Ketua Umum PB Paguyuban Pasundan selengkapnya sbb : Peringatan ini bukan hanya seremonial bagi kita, tetapi coba kita perhatikan lagu Indonesia Raya yang antara lain berisi syair “Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya” . Hari ini kita bertekad untuk membangun jiwa kita. Jiwa terdiri dari rasa, pikiran dan perilaku. Oleh karena itu hari ini kita punya rasa percaya diri, rasa optimis dan bangga di tengah-tengah kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan lambat naik kelas. Saya tetap saya, kami tetap kami dan tidak pernah menjadi kita. Kami orang Jawa Barat, kita orang Indonesia. Loyalitas kita tunggal kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak kepada negara manapun. Oleh karena itu, bagi kita, NKRI harga mati, Sunda harga diri.
Hari ini kita punya musuh….musuh kita adalah kebodohan. Musuh kita adalah kemiskinan. Oleh karena itu tengok sekeliling kita, kiri-kanan, depan belakang. Siapa yang sebenarnya sudah terbebas dari kebodohan dan kemiskinan itu? Mari kita koreksi diri kita sendiri. Bisa jadi kebodohan kita hari ini karena belum bisa memenangkan persaingan. Kemiskinan kita dan kita belum sejahtera, bisa jadi karena diri kita tidak memiliki keunggulan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, seluruh lembaga Paguyuban Pasundan, harus dibangun ….. bahwa kita adalah sekolah yang hebat dan unggul, yang tidak akan kalah oleh sekolah negeri atau sekolah swasta manapun di Indonesia. Itu adalah tekad kita dan kita bisa.
Lembaga pendidikan Pasundan didirikan tahun 1921, artinya jauh sebelum kemerdekaan Indonesia kita sudah memiliki lembaga pendidikan. Oleh karena itu kita harus percaya diri di tengah-tengah masyarakat luas. Kita harus bangga bahwa lembaga pendidikan Pasundan di Jawa Barat dan Banten adalah lembaga pendidikan terbesar.
Yang kedua, jangan-jangan kita tidak memiliki budaya bisnis. Padahal dalam ajaran Islam, Rasulullah SAW telah mencontohkan berdagang, … bisnis … bisnis … bisnis, karena pebisnis itulah yang menguasai negara di dunia. Oleh karena itu, kami yakin, apabila mulai hari ini dari SD, SMP, SMA, SMK hingga perguruan tinggi di lingkungan Pasundan menguasai bisnis maka Insya Allah kita tidak akan hidup miskin.
Yang ketiga adalah karakter petarung. Saya termasuk yang merasa cemas seraya memanjatkan doa kepada Allah SWT….ya Allah, kulitku sudah keriput, usiaku sudah 70 tahun, tulangku sudah lemah,… siapa yang akan meneruskan perjuangan ini. Oleh karena itu hari ini saya gembira dan bahagia karena di hadapan saya..di hadapan kami….ada Oto Iskandar-Oto Iskandar baru yang memiliki mental petarung (peserta upacara tepuk tangan riuh – Red). Di hadapan saya ada Dewi Sartika-Dewi Sartika baru yang memiliki mental petarung. Oleh karena itu saya sarankan agar di dada baju kaum muda Paguyuban Pasundan ditulis “Iam Fighter”…saya petarung, bukan pecundang. Kita mulai dari sekolah-sekolah Pasundan bahwa kita memiliki karakter dan mental petarung. Siap? Bisa? (dijawab oleh peserta upacara dengan teriakan “Siap” dan “Bisa” – Red). Dengan kata “Petarung” itulah maka kita akan memenangkan persaingan.
Mudah-mudahan dengan upacara Sumpah Pemuda ini, kita bisa menghilangkan rasa malu untuk berbuat jahat dan tumbuhkan rasa malu apabila kita melakukan kejahatan.
Yang kedua yang harus kita bangun adalah pikiran. Karena besarnya seseorang itu dikarenakan besar pikirannya. Jika hari ini kita memikirkan bahwa saya dan lembaga saya, sekolah saya, perguruan tinggi saya, Paguyuban Pasundan saya akan hebat, maka akan jaya kembali seperti puluhan tahun yang lalu, karena pendidikan anak-anakku lebih bagus, gizi anak-anakku lebih bagus, Insya Allah bisa melebihi prestasi pejuang terdahulu.
Yang ketiga yang harus kita bangun adalah perilaku yakni karya-karya yang terbaik dari setiap orang. Oleh karena itu kita yakin, dalam posisi manapun, kita akan berkarya yang baik.
Jadi, ada 3 hal dalam diri kita yang harus dibangun yaitu rasa, pikiran dan perilaku. Mudah-mudahan tidak ada seorang pun di sini yang dirusak dan mudah-mudahan tidak terjadi penjajahan baru di negeri ini. Perjalanan kita masih panjang.***