BANDUNG, unpas.ac.id – Memasuki tahun politik; hoaks, ujaran kebencian, hasutan, bahkan konten-konten yang menyudutkan suatu pihak kerap bertebaran di media sosial. Hal-hal itu mewarnai media sosial setidaknya hingga akhir siklus pemilu untuk merusak kepercayaan publik dan tak jarang menimbulkan kekerasan di dunia nyata.
Guna menangkal konten-konten negatif di media sosial, Yayasan Budaya Digital Nusantara bersama Yayasan Kebudayaan Rancagé melalui dukungan UNESCO menggandeng Universitas Pasundan dan mengadakan Pelatihan Konten Media Sosial Berbahasa Daerah bagi Pelajar se-Bandung Raya, Sabtu (16/12/2023).
Pelatihan ini menjadi bagian dari rencana aksi global UNESCO lewat International Decade of Indigenous Languages (IDIL) atau Dekade Internasional Bahasa Daerah 2022-2023 untuk melestarikan, mempreservasi, merevitalisasi, dan mempromosikan bahasa daerah agar dapat digunakan di seluruh aspek sosial, kultural, ekonomi, lingkungan, dan domain politik.
Turut hadir perwakilan UNESCO Jakarta Ana Lomtadze, serta narasumber pelatihan Darpan (Penggerak Bahasa Daerah), Hawe Setiawan (Dosen FISS Unpas/Budayawan), dan Endah Ginda Jenura (Penulis).
Merawat Bahasa Daerah, Menepis Ujaran Kebencian
Mengusung misi nyinglar kaceuceub ku kadeudeuh (menjauhkan rasa benci dengan kasih sayang), pelatihan dibuka oleh Wakil Rektor Unpas Bidang Penelitian, Inovasi, Pengabdian Kepada Masyarakat, Kewiraswastaan, Kerja Sama, dan Dana Usaha Prof. Dr. M. Budiana, M.Si.
Prof. Budiana menyebut, kelompok Gen-Z rawan termakan hoaks jika tidak memahami konteks aktivitas politik yang berseliweran di media sosial. Untuk itu, perlu langkah-langkah bijak agar generasi muda yang semestinya teredukasi tidak berbalik diperbudak media sosial dan konten-konten menyesatkan.
“Salah satunya dengan meningkatkan pengetahuan lokal, khususnya dalam berbahasa daerah. Sebagai urang Sunda, bahasa Sunda tidak cukup jika hanya dituturkan (sehari-hari), tapi bagaimana kita memelihara dan mengaplikasikannya di berbagai aspek, termasuk bermedia sosial,” katanya.
Mewakili UNESCO, Ana Lomtadze mengapresiasi seluruh pihak yang telah menyelenggarakan pelatihan konten media sosial berbahasa daerah untuk mendukung misi UNESCO dalam memelihara bahasa ibu.
“Mendekati Pemilu, biasanya ujaran kebencian makin marak di media sosial, sehingga saya sangat senang melihat kaum muda mengikuti pelatihan penggunaan media sosial untuk menyebarkan narasi kedamaian dan membuat konten yang lebih positif di media sosial,” ujarnya.
Nantinya, Yayasan Budaya Digital Nusantara juga akan mengoleksi sekitar 1.000 kata untuk memperkaya kosa kata bahasa Sunda sesuai konteks yang seharusnya, berikut platform untuk memonitor ujaran kebencian yang beredar di media sosial.
Pelatihan berlangsung lancar dan diselingi pembacaan sajak berbahasa Sunda dan hiburan lagu/kawih Sunda yang ditampilkan siswa-siswi SMA/SMK peserta pelatihan. (Reta)**