BANDUNG, unpas.ac.id – Layanan TikTok Shop kembali beroperasi per Selasa (12/12/2023) setelah sempat ditutup pada Oktober 2023 karena masalah aturan Permendag 31 Tahun 2023.
Pada permulaan baru ini, TikTok Shop bekerja sama dengan PT GoTo Gojek Tokopedia melalui kemitraan strategis. Nantinya, fitur layanan belanja di aplikasi TikTok akan dioperasikan oleh Tokopedia.
GoTo dan TikTok juga menyebut bahwa mereka akan mempromosikan produk lokal Indonesia dan membantu UKM mengembangkan strategi produksi guna meningkatkan penjualannya.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Pasundan Acuviarta, S.E., M.E. mengatakan, kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia merupakan aksi korporasi. Kolaborasi keduanya menunjukkan adanya respons dari diizinkannya media sosial untuk transaksi jual beli.
Menurutnya, meski baru uji coba, sinergi tersebut terbukti cukup masif dan memang diarahkan pemerintah sebagai langkah untuk menangani transaksi di media sosial, khususnya TikTok.
“Kita akan lihat ke depan, karena produk yang ditawarkan produk-produk lokal yang tentu sangat positif untuk mendorong penetrasi produk lokal sekaligus memperkenalkannya ke pasar luar negeri,” jelasnya, Selasa (19/12/2023).
Kendati demikian, ia menyoroti dampak negatif yang mungkin timbul dari penjualan produk di pasar offline, salah satunya disparitas harga yang cukup tinggi.
“Seperti isu awal yang kita kritisi, keberadaan TikTok Live dikhawatirkan menekan pangsa pasar di pusat perbelanjaan offline. Untuk itu, dengan hadirnya kolaborasi ini, diharapkan pedagang di pusat perbelanjaan bisa dilibatkan,” lanjutnya.
Tidak hanya pedagang secara personal, ia berharap kolaborasi TikTok Shop dan GoTo juga dapat menjangkau dan memaksimalkan pemasaran produk-produk pedagang di pasar offline. Sehingga, ruang tersebut diberikan untuk menjual dagangan secara kompetitif.
“Kekhawatiran lainnya adalah masuknya produk impor, kemudian direspons pemerintah melalui kebijakan. Kalau dibiarkan, itu berpotensi mematikan pedagang,” ujarnya.
Menyusul keluhan konsumen soal harga produk yang dijual di pasar offline lebih mahal dibandingkan online, hal dipengaruhi perhitungan biaya tenaga kerja, sewa ruko, hingga ongkos.
“Segmentasi pasar online harus mendorong pedagang offline untuk memiliki desain berdagang secara online melalui pemanfaatan teknologi digital,” tandasnya. (Reta)**