BANDUNG, unpas.ac.id – Senin, (6/12/2021) lalu, tim Clinical Legal Education (CLE) Fakultas Hukum Universitas Pasundan melaksanakan penyuluhan hukum sebagai bentuk kelanjutan MoU antara FH Unpas dengan Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banten.
Memberikan penyuluhan hukum secara aktif, energik, dan interaktif merupakan bagian dari tugas CLE. Pada penyuluhan kali ini, materi yang disampaikan yaitu mengenai perjanjian dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Ketua CLE FH Unpas, Hj. Irma Rachmawati, S.H., Sp.1., M.H., Ph.D menyampaikan materi perjanjian kepada karyawan Perhutani KPH Banten. Sementara Wakil Dekan I FH Unpas, Dr. Hj. Rd. Dewi Asri Yustia, M.Hum. menyampaikan materi KDRT kepada Ikatan Istri Karyawan (IIK) Perhutani KPH Banten.
“Kegiatan ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang pembuatan perjanjian kerja sama, optimalisasi pengelolaan kawasan hutan, dan pemahaman hukum bagi karyawan Perhutani yang bertugas di lapangan,” jelas Irma.
Sebanyak 14 mahasiswa yang didelegasikan untuk mengikuti penyuluhan berhasil mengemas materi hukum secara atraktif dan direspons baik oleh peserta. Tidak hanya penyampaian materi, kegiatan penyuluhan juga diisi dengan praktik, sesi diskusi, dan tanya jawab.
“Selain materi perjanjian, materi KDRT juga penting untuk diberikan. KDRT dapat merusak sendi-sendi utama ketahanan keluarga dengan korban terbanyak dari kalangan perempuan dan anak. Dampaknya akan terbawa dalam siklus kehidupan dan tumbuh kembang anak dalam rumah tangga,” tambahnya.
Faktor dominan penyebab KDRT bersifat kolektif atau multi faktor. Untuk itu, solusi yang diperlukan juga terdiri dari banyak faktor dan perlu melibatkan berbagai pihak, misalnya kesiapan dalam membangun rumah tangga, kondisi ekonomi, kedewasaan dan pengetahuan pasangan, lingkungan keluarga, sosial, budaya, dan lain-lain.
Diharapkan, melalui penyuluhan ini, karyawan Perhutani KPH Banten dapat memahami perjanjian kerja sama, serta potensi, pemcegahan, dan dampak KDRT. Dengan demikian, mereka dapat terhindar dari tindakan yang berpotensi melanggar ketentuan hukum.
“Semoga pembelajaran ini bisa bermanfaat untuk menambah wawasan tentang proses pembuatan kerja sama antara Perhutani dengan instansi dan stakeholder lainnya dalam hal pengelolaan kawasan hutan, membuat perjanjian kerja sama, dan pemahaman KDRT bagi IIK Perhutani KPH Banten,” tutupnya. (Reta)*