BANDUNG, unpas.ac.id – Kenaikan upah minimum provinsi (UMP) resmi berlaku mulai 1 Januari 2023. Berdasarkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022, penetapan UMP tidak boleh melebihi 10 persen.
Dari sisi persentase, Sumatra Barat menjadi provinsi dengan kenaikan UMP tertinggi, yakni 9,15 persen. Sementara Maluku Utara mengalami kenaikan terendah sebesar 4 persen.
Dosen sekaligus Pengamat Ekonomi Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi menilai, keputusan pemerintah untuk menetapkan UMP maksimal 10 persen jadi jalan tengah yang cukup bijaksana.
Ia mengatakan, tuntutan serikat buruh yang meminta kenaikan UMP 13 persen terlalu tinggi. Tuntutan tersebut mengacu pada PP Nomor 78 Tahun 2015 dengan perkiraan inflasi 8 persen dan pertumbuhan ekonomi 5 persen.
Sedangkan pengusaha menghendaki kenaikan UMP 2023 setara dengan kenaikan UMP 2022, yaitu di kisaran 1-2 persen sesuai PP Nomor 36 Tahun 2021.
Kata dia, dalam kondisi perekonomian 2023 yang diprediksi sulit seiring resesi global, penetapan UMP berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2015 akan memberatkan pengusaha, terutama industri padat karya.
Di sisi lain, jika kenaikan UMP mengikuti PP Nomor 36 Tahun 2021 (1-2 persen), ia menganggap tidak adil bagi buruh.
“Kenaikan ini harus sejalan dengan komitmen kita untuk menekan inflasi supaya betul-betul punya efek daya beli terhadap barang dan jasa,” katanya, dikutip dari Podcast Unpas Talk, Rabu (4/1/2023).
Ia menambahkan, pasca kenaikan UMP, pemerintah mesti memperhatikan sektor yang terpuruk seperti industri padat karya.
Untuk perusahaan yang bergerak di sektor yang sedang booming, seperti otomotif, farmasi, agroindustri, consumer goods, mesin, logam, dan kimia, ia memperkirakan masih bisa bertahan mengingat pertumbuhan dan kinerja yang positif.
“Pemerintah dapat memberikan subsidi sekian persen agar upah tidak sepenuhnya ditanggung perusahaan. Saya harap akan ada kesepakatan antara perusahaan dan pemerintah,” tambahnya.
“Ke depan, harus ada komitmen bersama, jadi tidak berhenti di proses penentuan upah, tapi bagaimana uang yang diterima buruh atau tenaga kerja bisa memiliki nilai untuk melakukan konsumsi,” tandasnya. (Reta)**