BANDUNG, unpas.ac.id – Suasana Miéling Poé Basa Indung Sadunya atau Hari Bahasa Ibu Internasional di Universitas Pasundan, Selasa (28/2/2023) berlangsung khidmat.
Peringatan yang diisi dengan diskusi bahasa ibu ini menghadirkan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek Prof. E. Aminudin Aziz serta pendiri Klinik Basa Taufik Faturohman.
Hadir pula Budayawan Sunda Popong Otje Djundjunan menyampaikan sambutan tentang pentingnya menjaga dan melestarikan bahasa ibu, khususnya bahasa Sunda, minimal di lingkungan keluarga.
Rektor Unpas Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusuf Sp, M.Si., M.Kom., IPU. menuturkan, bahasa ibu merupakan suatu keunikan karena dikuasai secara intuitif dan tidak dipelajari di sekolah atau lembaga formal, melainkan melalui orang terdekat.
“Bahasa ibu menjadi pembuka realitas kehidupan. Kalau bukan dibudayakan oleh orang tua, pasti bahasa ibu akan hilang seiring waktu,” ujarnya.
Rektor menilai, penutur bahasa ibu mulai berkurang di kalangan Gen Z. Mayoritas hanya menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
“Mungkin sebetulnya mereka mengenal bahasa ibu, tapi gengsi untuk menggunakannya dalam percakapan sehari-hari. Untuk itu, kami turut mengundang mahasiswa supaya bahasa Sunda tidak kehilangan penutur seperti bahasa ibu di daerah lain,” tambahnya.
Bahasa Sunda di Lingkungan Remaja
Pendiri Klinik Basa yang juga sastrawan Sunda Taufik Faturohman menyebut, berkurangnya penutur bahasa Sunda disebabkan beberapa hal, di antaranya tergerus bahasa asing dan minimnya kemauan memelihara bahasa Sunda.
“Di lingkungan keluarga, banyak yang sudah hilang rasa cintanya terhadap bahasa Sunda, bahkan menganggap jika berkomunikasi dengan bahasa Sunda itu sulit,” katanya.
Hal tersebut mengakibatkan kurangnya pemahaman bahasa Sunda di kalangan remaja, baik lisan maupun tulisan.
Ia menyarankan, mesti ada pembiasaan untuk berbicara menggunakan bahasa Sunda, bila perlu setiap institusi memiliki penyuluh bahasa Sunda.
“Koleksi buku bacaan bahasa Sunda di perpustakaan sekolah, rumah baca, dan di rumah masing-masing harus ditingkatkan, atau upaya pemeliharaannya bisa dengan mengadakan kompetisi bahasa Sunda, pelatihan dan workshop bahasa Sunda untuk insan media, dan lain-lain,” paparnya.
Bahasa Sunda dalam Pusaran Bahasa Daerah di Nusantara
Sementara itu, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek Prof. E. Aminudin Aziz mengatakan, bahasa Sunda masih dikategorikan stabil, meski sejumlah dialek bahasa Sunda mengalami penurunan jumlah penutur yang signifikan.
Agar tidak punah, bahasa Sunda dan bahasa daerah lainnya harus dilestarikan dan pelestariannya dijadikan gerakan bersama, sebab UNESCO mengklaim setiap dua minggu setidaknya ada satu bahasa yang punah.
“Itu menunjukkan jika ancaman kepunahan bahasa daerah makin hari makin kuat. Tentunya, praktik pelestarian bahasa daerah tidak bisa menerapkan pola yang seragam. Kami sudah menetapkan prinsip pelaksanaan revitalisasi bahasa daerah, mudah-mudahan jadi upaya yang tepat untuk mencegah kepunahan bahasa daerah,” tandasnya. (Reta)**