BANDUNG, unpas.ac.id – Hampir 2 tahun pandemi Covid-19 merebak dan mengakibatkan segala aktivtas kampus terhambat, termasuk penelitian dan sidang akhir mahasiswa yang terpaksa dialihkan secara online.
Sensasinya? Tentu beda dengan sidang offline. Tegang dan deg-degannya mungkin sama. Tapi, atmosfer sidang terasa kurang sakral dan tidak ada euforia bersama teman yang merangkap sebagai suporter setia.
Bagaimana rasanya sidang skripsi online? Bahkan penelitian dan bimbingan pun serba online. Berikut pengalaman mahasiswi prodi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Fauzia Nur Meilda, dan mahasiswa prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Dearyl Marcnesyah yang baru-baru ini melaksanakan sidang online.
Serius tapi Santai

Jumat, 8 Oktober 2021 agaknya menjadi hari bersejarah bagi Meilda, karena ia akan menuntaskan rangkaian perkuliahannya melalui pelaksanaan sidang skripsi. Pukul 6 pagi, Meilda sudah bersiap mengenakan setelan kemeja putih, dibalut blazer dan bawahan rok hitam. Ia bersama beberapa mahasiswa lain bergiliran menunggu jadwal presentasi sidang.
Meski online, ia tetap memperhatikan etika sidang, mulai dari cara berpakaian, hingga pemaparan hasil penelitian. Sidang dimulai ketika dua dosen pengujinya bergabung di layar laptop. Ia mempresentasikan poin-point penting dari skripsinya yang berjudul “Kelimpahan Spesies dari Ordo Coleoptera di Hutan Nyawang Bandung, Jawa Barat”.
“Sempat tegang, tapi ternyata dosen pengujinya lebih santai, malah banyak bercanda. Presentasi tetap dilakukan, tapi cukup menyampaikan poin penting dengan gaya bahasa sendiri, beserta keyakinan maupun teori, dan harus terus menatap kamera,” katanya.
Tak menyangka bakal cumlaude
Hasilnya menggembirakan, skripsinya tidak ada yang perlu direvisi, bahkan ia dinyatakan lulus sidang dengan predikat cumlaude. Apalagi, panitia mengatakan ada tujuh peserta dari prodi Pendidikan Biologi yang tidak lulus sidang, walaupun pada akhirnya hanya gurauan.
“Otomatis panik dan sempat pesimis, apakah dosen penguji yakin dengan jawaban saya? Enggak nyangka ternyata bisa lulus cumlaude. Lega banget ya pastinya, kalau di Sunda istilahnya ‘bucat bisul’. Alhamdulillah senang dan bersyukur sekali, tapi tetap berpikir bahwa ini bukan akhir perjalanan, tapi awal dari sebuah perjuangan,” ujar mahasiswi asal Purwakarta ini.
Sidang skripsi online begitu hampa. Demikian kiranya Meilda menggambarkan sidang yang baru ia lalui. Tidak ada selebrasi dan teman-teman yang menunggu di koridor kampus sambil membawa buket bunga dan banner bertuliskan ‘Happy Graduation’.
“Saya sidang sebelum ada kebijakan PTM Terbatas yang memperbolehkan mahasiswa melaksanakan sidang akhir di kampus. Mungkin kalau offline akan lebih gereget dan dosen bisa melihat keseriusan saya ketika sidang,” paparnya.
Terkendala koneksi yang tidak stabil

Berbeda dengan Meilda yang melewati sidangnya tanpa hambatan teknis, Dearyl sedikit mengalami kendala jaringan saat ia mempresentasikan skripsinya yang berjudul “Pengaruh Soft Skill dan Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja Pegawai pada BLUD UPT Angkutan Dinas Perhubungan Kota Bandung”.
“Dengan adanya sidang online, saya sangat senang dan tentunya membantu bagi mahasiswa yang berada di luar Kota Bandung. Tapi, jaringan internet yang tidak stabil sedikit menghambat dan waktu sidang juga terbatas,” jelas Dearyl.
Sidangnya berlangsung lancar dan tidak banyak basa-basi. Setiap sesi juga bisa dilalui tanpa halangan berarti. Dearyl berhasil menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dosen penguji berkat persiapan yang ia lakukan sebelumnya.
Menurutnya, cara presentasi dan meyakinkan penguji saat sidang online tidak sesulit yang dibayangkan. Hanya, ia perlu memanfaatkan waktu seoptimal mungkin agar poin presentasi tersampaikan seluruhnya.
“Untuk meyakinkan penguji, saya membuat rangkuman fenomena penelitian terlebih dahulu, didukung data sekunder maupun data primer yang sudah ada,” sambungnya.
Dearyl melaksanakan sidangnya pada Kamis, 4 November 2021, dua pekan setelah kebijakan PTM terbatas untuk sidang akhir offline mulai diberlakukan. Kendati demikian, ia justru lebih memilih sidang online dibanding offline, karena efektif mengurangi angka penyebaran Covid-19.
“Alhamdulillah, saat yudisium, 6 November 2021, saya dinyatakan lulus dan resmi menyandang gelar S.E. Saya sangat lega mendengar hasil kelulusan yang cukup memuaskan, sehingga rasa kekhawatiran berkurang,” terangnya.
Dari pengalamannya, Dearyl menyarankan agar waktu sidang diberi tambahan waktu, sebab saat presentasi, ia hanya diberi waktu 10 menit.
Nah, itu dia serba serbi sidang skripsi daring yang dijalani Meilda dan Dearyl. Bagaimana dengan cerita dan perjuanganmu? (Reta)*