BANDUNG, unpas.ac.id – Kemunculan teknologi ChatGPT yang dikembangkan OpenAI menggemparkan publik karena kemampuannya membantu pekerjaan manusia dan menawarkan pengalaman baru yang berbeda dari mesin pencari pada umumnya.
Hanya dalam tiga bulan sejak diluncurkan, ChatGPT berhasil mencapai 100 juta pengguna. Kecerdasan buatan ini mampu menyelesaikan tugas berbasis teks dengan lebih cepat dan akurat, seperti membuat esai, menjawab pertanyaan pilihan ganda, bahkan menulis program komputer.
ChatGPT dilatih menggunakan teknologi deep learning dan memiliki kemampuan untuk memahami bahasa manusia. ChatGPT dapat melakukan percakapan dan memberikan jawaban berdasarkan kebutuhan penggunanya secara natural dalam berbagai bahasa.
Menyikapi ChatGPT dan Teknologi AI
Dosen Teknik Informatika Universitas Pasundan Sandhika Galih, S.T., M.T. menyebut, penggunaan ChatGPT memang sangat sederhana dan bisa menghasilkan tulisan yang mirip dengan manusia.
Menyikapi kemunculan teknologi ini, ia mengimbau agar masyarakat memperhatikan sedikitnya tiga hal.
Pertama, aware dan tidak antipati. “Coba dan cari tahu sendiri apa saja yang bisa dilakukan ChatGPT atau produk AI lainnya. Manfaatkan untuk membantu kegiatan sehari-hari, misalnya proses belajar, pekerjaan kantor, bisnis, dan sebagainya,” katanya.
Kedua, jangan takut peran dan profesi akan tergantikan AI. Apalagi, saat ini baru bersifat membantu dan belum bisa sepenuhnya menggantikan peran manusia. “Kita tetap jadi pengendali karena AI belum bisa mengerjakan sesuatu dari pikiran dia sendiri,” tambahnya.
Ketiga, waspada. Pencipta ChatGPT, Sam Altman, mengakui bahwa teknologi kecerdasan buatan yang ia kembangkan punya potensi menakutkan. Menurut Sandhika, penting untuk segera mengatur penerapan AI dengan regulasi yang jelas.
Meski bermanfaat untuk mempermudah pekerjaan, namun ChatGPT menimbulkan kekhawatiran, khususnya di kalangan akademisi karena dianggap mengurangi keterampilan berpikir kritis mahasiswa.
“Pasti ada oknum yang menggunakannya untuk hal-hal yang merugikan. Perlu diingat, AI seperti ChatGPT hanya alat. Ibarat pisau, bagaimana penggunaannya itu tergantung kita,” tuturnya.
Prediksi ke Depan
Inovasi ChatGPT disebut-sebut mengganggu stabilitas perkembangan teknologi dan digadang-gadang dapat menggeser posisi Google sebagai mesin pencarian teratas.
Sandhika menilai, ChatGPT akan sulit menggantikan Google karena data yang dihimpun terbatas hingga tahun 2021. ChatGPT juga tidak dapat terkoneksi ke internet, sehingga tidak bisa mendapatkan data terbatu.
“Lalu, apakah bisa menggantikan profesi? Jelas tidak. Kalau membantu, tentu. Walaupun pernah ada yang memanfaatkan produk AI untuk membuat game, tapi tetap ada peran dari kita untuk menggabungkan dan mengevaluasi hasil yang diberikan,” ujarnya.
“Tidak menutup kemungkinan ada pekerjaan yang tergantikan. Startup pengembang AI akan bermunculan dan jadi besar. ChatGPT ini versi gratis dari OpenAI supaya kita bisa pakai secara umum dengan model data yang terbatas,” tandasnya. (Reta)**