BANDUNG, unpas.ac.id – Istilah gonggong atau ngababakan (membuka kampung/daerah baru) saat ini mungkin sudah jarang terdengar, malah bisa jadi hilang dari peradaban kata dan bahasa Sunda. Untuk itu, mesti ada upaya agar bahasa dan budaya Sunda tetap melekat kehidupan sehari-hari. Sebab, apabila hilang bahasanya, maka akan hilang pula bangsanya.
Hal ini kemudian mendasari dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pasundan, Dr. Ade Priangani, M.Si. bersama jajaran Dekanat dan dosen FISIP lainnya untuk membangun semacam tempat yang dapat memperkuat jiwa kesundaan agar tetap eksis di masyarakat.
“FISIP Unpas berencana membuat Etalase Kampung Budaya Sunda di Desa Cikalong, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran. Alhamdulillah, Dekan FISIP Unpas, Dr. M. Budiana, M.Si. mendukung penuh, bahkan agenda ini masuk dalam Rencana Strategis FISIP Tahun 2022,” ujarnya.
Rencana pembuatan Etalase Kampung Budaya Sunda tak lepas dari sejarah Desa Cikalong itu sendiri. Cikalong bukan sekadar lembur (kampung), tapi lengkap dengan kekayaan budaya dan luasnya wilayah penutur bahasa Sunda. Ciri tersebut begitu melekat, hingga melahirkan sebutan Desa Budaya Cikalong.
“Masyarakat Desa Cikalong sampai sekarang masih memelihara dan menjaga budaya nenek moyang, seperti tradisi ngijabkeun atau tawasul sebagai bentuk mengungkapkan rasa syukur atas nikmat yang dilimpahkan Allah SWT,” sambungnya.
Ngijabkeun merupakan kearifan budaya sebagai cikal pakal pembentukan karakter masyarakat yang guyub, gotong royong, dan sabilulungan. Masyarakat Desa Cikalong memiliki daya juang sosial dan ekonomi yang diekspresikan dengan rasa syukur dalam dialektika dan tata cara masing-masing.
Tradisi menarik lainnya di Desa Cikalong yaitu Festival Budaya Nampaling. Festival ini diadakan setelah panen, sekitar Oktober-September. Nampaling adalah tradisi membasmi hama tanaman/menangkap belalang menggunakan alat bernama tampaling, lalu dimasukkan ke bakul (kembu).
“Membentuk Etalase Kampung Budaya Sunda di Desa Cikalong tak lain untuk mempertahankan dan memajukan budaya yang telah diwariskan turun-temurun. Nantinya, Desa Cikalong diharapkan menjadi pusat peradaban budaya Sunda,” terangnya.
Tak hanya Desa Cikalong, FISIP Unpas juga tengah merancang agenda serupa di 12 kampung adat, yaitu Kampung Naga (Kab. Tasikmalaya), Kampung Baduy (Lebak, Banten), Kampung Kuta (Karangpaninggal, Ciamis), Kampung Cijere (Rancakalong, Sumedang), dan Kampung Gede (Kasepuhan Ciptagelar).
Selain itu, juga Kampung Sukamulya (Cisolok, Sukabumi), Kampung Cikondang (Pangalengan, Kab. Bandung), Kampung Mahmud (Margaasih, Kab. Bandung), Kampung Urug (Bogor), Kampung Pulo (Leles, Garut), Kampung Dukuh (Cikelet, Garut), Kampung Cireundeu (Kab. Bandung Barat), dan Kampung Sirnaresmi (Cisolok, Sukabumi).
“Setiap kampung akan diwakili lima bangunan berupa empat buah rumah adat dan satu bangunan utama yang akan dijadikan tempat untuk menampilkan diorama, sejarah, produk budaya, dan penjualan produk masyarakat,” tuturnya.
Tidak menutup kemungkinan, FISIP Unpas akan merambah daerah lain untuk dibangun Etalase Kampung Budaya Sunda, terlebih yang masih mengupayakan pemeliharaan budaya.
Ketua UPT Penguatan Visi Misi FISIP Unpas, Iwan Ridwan Zaelani, S.IP., M.Si., sekaligus Kepala Desa Cikalong yang juga mengusulkan rencana ini siap membantu mewujudkan Etalase Kampung Budaya Sunda, didukung Ketua Paguyuban Pasundan Cabang Pangandaran, Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pangandaran, serta DPRD Jawa Barat.
“Mudah-mudahan ke depannya juga jadi perhatian Gubernur Jawa Barat serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,” tutupnya. (Reta)*