Kuliah Kerja Nyata, (KKN), bagi mahasiswa FKIP Unpas merupakan mata kuliah yang wajib diikuti. “Tadinya kegiatan tersebut bernama Kerja Praktik Bermasyarakat, namun sekarang diubah menjadi KKN,” ucap Dr. H. Dadang Mulyana, M.Si., Dekan FKIP Unpas, sewaktu diwawancara di ruang Humas Unpas, akhir Agustus 2016.
Diterangkannya, mengikuti KKN bagi mahasiswa FKIP adalah bagian dari tuntutan kurikulum. Mata kuliah tersebut berbobot dua SKS, dari 148-150 SKS yang harus diselesaikan sampai tingkat sarjana.
“Inilah bedanya kurikulum di FKIP dengan di fakultas lain. Kewajiban KKN mesti ditempuh dalam waktu 157 jam, yang hal itu dilaksanakan secara padat,” ucapnya lagi. Di perguruan tinggi lain, kewajiban 157 jam berinteraksi di masyarakat ada yang ditempuh selama tiga bulan, karena mereka tidak mesti saban hari berada di lokasi. Namun dalam program FKIP Unpas, ucap Dadang lagi, KKN hanya ditempuh sepuluh hari saja.
Itulah yang dimaksud dengan dilaksanakan secara padat tersebut. Dalam waktu sepuluh hari, mahasiswa yang melaksanakan KKN harus terus berada di lokasi, agar kegiatan bisa berjalan secara efektif dan efisien.
“Ya, memang para mahasiswa terlihat sangat sibuk. Dalam sehari-semalam, mereka harus melaksanakan kegiatan sekitar 16 jam. Karena itu, bisa dimulai dari pukul delapan pagi, dan berakhir pada pukul sepuluh malam,” tutur Dadang.
KKN FKIP Unpas baru saja berakhir pada tanggal 18 Agustus 2016. Jumlah pesertanya sebanyak 837 mahasiswa. Mereka ditempatkan di 18 desa yang berada di wilayah Kecamatan Ciwidey dan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Di setiap desa, ditempatkan 40 – 50 mahasiswa. Mereka dibagi lagi dalam kelompok yang jumlah anggotanya berkisar 10 orang.
Ada empat bidang yang menjadi garapan peserta KKN selama berada di lokasi, yaitu pendidikan, budaya, keagamaan, dan pemuda serta olahraga. Keempat bidang tersebut harus dilaksanakan di lokasi, di bawah bimbingan seorang dosen pembimbing.
Dikatakan Dadang, untuk menyusun program KKN, sebelumnya pihak fakultas mengundang camat dan kepala desa untuk memaparkan garapan pembangunan di wilayah masing-masing. Setelah itu barulah dilakukan sinkronisasi dengan program fakultas.
“Harapan kami, apa yang dikerjakan dalam kegiatan KKN tersebut bisa nyambung dengan kebutuhan masyarakat di lokasi. Namun sebelumnya saya sudah wanti-wanti kepada para pemimpin formal masyarakat bahwa mahasiswa datang ber-KKN bukan untuk memberikan bantuan materi. Berbeda misalnya dengan program ABRI Masuk Desa yang dulu begitu populer. Mahasiswa melaksanakan KKN itu justru untuk menimba ilmu dari masyarakat, bagaimana caranya mereka bisa mensinkronisasi ilmu yang didapat dari bangku kuliah dengan kenyataan di lapangan,” ungkap Dadang lagi.
Karena KKN tersebut merupakan program wajib, maka nilai yang diperoleh setiap mahasiswa akan mempengaruhi kumulasi IPK pada saat mereka lulus. Karena itu, mereka diberi kewajiban menyusun laporan.
Jika ada yang berhalangan tidak bisa tuntas melaksanakan tugas di lokasi, misalnya sakit, maka mahasiswa yang bersangkutan harus mengganti dengan tugas dalam bentuk lain. Sebab, tidak boleh nilainya kosong.
Tentang pemilihan lokasi ditentukan oleh tuntutan kurikulum fakultas. Selain itu, juga sambil memperhatikan aspek promosi. Umumnya mahasiswa Unpas, khususnya FKIP, berasal dari wilayah Kabupaten Bandung. Jadi wajar saja jika masyarakat di wilayah kabupaten tersebut mendapat perhatian besar dari Unpas. Sebelumnya, kegiatan seperti itu pernah dilaksanakan oleh FKIP di Kabupaten Subang, Majalengka, Ciamis, Karawang, dan Subang.
Di Unpas sendiri ada kegiatan KKN Tematik yang dilaksanakan di bawah koordinasi Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPM). Namun menurut Dadang, ada unsur yang berbeda jika dibandingkan dengan KKN yang dilaksanakan FKIP. KKN Tematik bersifat menyeluruh, dan diikuti oleh mahasiswa dari setiap fakultas. Garapan kegiatannya pun lebih diarahkan kepada upaya meningkatkan potensi masyarakat setempat dalam bidang ekonomi. Sedangkan KKN di FKIP pada dasarnya adalah bagian dari kurikulum, dan bersifat wajib. Karena itu, dalam dalam bentuk dan jenis kegiatannya pun berbeda, sebab mengacu pada program akademik fakultas.
Dari pengamatan Dadang selama meninjau ke lapangan, sambutan masyarakat terhadap kegiatan KKN FKIP sangat antusias. Bahkan terungkap juga keinginan masyarakat bahwa KKN sebaiknya jangan hanya sepuluh hari, melainkan harus lebih lama dari itu. Yang menjadi dasarnya adalah mereka membutuhkan kehadiran mahasiswa dengan program-programnya dalam medmecahkan persoalan kemasyarakatan.
Sebelum diterjunkan ke lokasi, para mahasiswa diberi pembekalan secara optimal. Bukan hanya aspek ilmu pengetahuan saja, melainkan juga sikap yang harus ditampilkan pada saat mereka sudah berada dan menyatu dalam kehidupan mayarakat.
“Alhamdulillah, masyarakat dapat menerima kehadiran mahasiswa, dan selama berinteraksi tidak terjadi hal-hal negatif. Selalu saya tekankan kepada para mahasiswa yang akan ber-KKN bahwa saudara-saudara itu mahasiswa Unpas yang punya ciri khas dalam etika dan sopan santun, dan terlebih-lebih lagi Saudara-saudara itu calon pendidik anak bangsa,” ucap Dadang mengakhiri pembicaraan.***