BANDUNG, unpas.ac.id – Selama ini, masyarakat sering memilih untuk berolahraga pagi karena udaranya dianggap lebih segar.
Namun, di Jakarta dan sekitarnya, kebiasaan tersebut perlu dipertimbangkan kembali, mengingat kualitas udara yang belakangan tengah memburuk akibat tingginya tingkat polusi udara. Berdasarkan pengamatan terbaru, kualitas udara pagi justru lebih buruk dibanding sore hari.
Menurut Dosen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Pasundan Dr. Lili Mulyatna, M.Si., hal itu mengakibatkan risiko potensial bagi mereka yang berolahraga di waktu pagi. Ia menilai, buruknya kualitas udara pagi dipicu oleh stabilitas udara yang tinggi.
Saat stabilitas udara meningkat, pencemaran udara yang masih tersisa di atmosfer tidak dapat tersebar dengan baik. Sehingga partikel-partikel berbahaya dan gas-gas pencemar tetap tertinggal di lapisan udara yang lebih rendah.
Ketika sinar matahari belum cukup kuat untuk mengangkat partikel-partikel berbahaya, kualitas udara di permukaan cenderung tidak sehat.
“Saat pagi, panas dari bawah belum bisa mendorong partikel dan gas pencemar ke lapisan udara yang lebih tinggi. Ini menyebabkan partikel berbahaya tertahan di area atau tempat orang-orang beraktivitas, termasuk berolahraga,” jelasnya, dikutip dari Podcast Unpas Talk, Rabu (30/8/2023).
Selain itu, di pagi hari, pencemaran udara akan terperangkap dalam uap air. Jika partikel berbahaya bergerak bersama uap air, dampak buruknya akan lebih terasa, ditambah kualitas udara yang buruk.
“Masyarakat yang ingin berolahraga di pagi hari, sebaiknya mempertimbangkan kualitas udara terlebih dahulu. Pemantauan kualitas udara dan indeks polusi sebelum berolahraga sangat penting. Lebih baik olahraga di sore hari, di antara pukul 3 sore sampai 8 malam. Kualitas udaranya lebih baik, karena partikel berbahaya sudah terlepas,”
Merujuk pada laman pemantauan kualitas udara IQAir, kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya menunjukkan kondisi yang tidak sehat, yakni lebih dari 150. Setidaknya pada pukul 08.00, indeks kualitas udara di Jakarta mencapai 168 dengan konsentrasi partikel sangat halus PM 2,5 sebesar 89 mikrogram per meter kubik. Adapun ambang batas aman dari konsentrasi PM 2,5 yang disarankan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) maksimal 15 mikrogram per meter kubik.
“Untuk itu, sebelum melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga di luar ruangan, masyarakat sebaiknya memantau kondisi kualitas udara di lingkungan sekitar. Jangan sampai manfaat kesehatan yang seharusnya bisa didapatkan dari berolahraga justru bisa berdampak buruk karena paparan polusi udara,” tandasnya.