BANDUNG, unpas.ac.id – Memukau. Kiranya jadi padanan kata yang cocok untuk disematkan pada setiap penampilan FISS Chamber Orchestra.
Orkestra pimpinan dosen Seni Musik FISS Unpas, Ferry Matias, S.Sn., M.Sn. selalu berhasil menyuguhkan komposisi lagu yang dimainkan dalam kolaborasi apik.
Iringan FISS Chamber Orchestra menjadi bagian dari meriah dan khidmatnya kegiatan besar Unpas, seperti PKKMB dan Wisuda.
Bangunan struktur musik ditampilkannya dengan lugas, mengisi setiap relung kompositoris, menawarkan birama tanpa memberi kesan berbeda atas lagu yang dimainkan.
Ferry mengendali orkes dan paduan suara FISS Chamber Orchestra dengan cara yang mengesankan. Kelihaian tangan dan tanda yang ia berikan sangat jelas, sehingga mudah ditangkap, diikuti, dan menghasilkan repertoar musik yang indah.
Dosen muda yang menggeluti musik sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini menempuh pendidikan sarjananya di prodi Seni Musik FISS Unpas. Sejak SMP, ia aktif terlibat dalam kegiatan keagamaan dan mengiringi acara kebaktian.
“Berangkat dari situlah, saya memutuskan untuk meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi dan mendalami musik,” katanya, Rabu (3/5/2023).
Dari Belajar Sampai Jadi Konduktor
Terpesona dengan uniknya perpaduan bunyi yang dihasilkan dari beragam instrumen musik membuat Ferry tertarik untuk mempelajari salah satu instrumen orkestra, cello.
Seiring berjalannya waktu, Ferry yang saat itu masih menjalani studi S1 tidak hanya menekuni instrumen orkestra, tapi mulai mengoordinasikan latihan orkestra dan Kaprodi Seni Musik memintanya untuk mengurus orkestra di acara internal kampus.
“Lambat laun saya dipercaya untuk menjadi asisten pengajar dan pengampu utama di prodi Seni Musik Unpas, juga konduktor FISS Chamber Orchestra,” tuturnya.
Meski kecintaannya terhadap orkestra begitu besar, namun berperan sebagai konduktor dalam pagelaran besar tentu jadi beban tersendiri bagi Ferry. Ia harus mengondisikan kekompakan, menjaga akurasi tempo, intonasi, hingga konsistensi latihan agar progres bisa tumbuh bertahap.
“Konduktor adalah pemimpin orkestra, maka semua tanggung jawab baik artistik maupun estetik berada di pundak konduktor. Beda dengan pemain, mereka hanya fokus pada instrumen yang dimainkan, sedangkan konduktor harus memikirkan keseluruhan, mulai dari divisi sampai konsep pertunjukan yang berkaitan dengan penyajian musik,” jelas Ferry.
Ferry memastikan tiap personel agar tidak tercecer dan memacu diri untuk bergerak sejajar dengan seluruh orkes. Ia berupaya menyempurnakan penampilan untuk menepis anggapan “orkestra yang buruk merupakan kegagalan konduktor”.
Untuk meminimalkan ketidaksempuraan saat perform, Ferry menyempurnakannya lewat sesi latihan. Ia mengatur pola latihan sedemikian rupa dan menekankan artikulasi permainan karena tiap karya yang dimainkan memiliki semangat berbeda.
“Dalam pertunjukan, ketidaksempuraan adalah hal yang wajar. Antisipasinya dilakukan dengan latihan intens, terus menerus sampai fasih,” pungkasnya. (Reta)**