BANDUNG, unpas.ac.id – Salah satu sosok pahlawan dari Tanah Pasundan yang membawa dimensi menarik di bidang pendidikan yaitu Dewi Sartika.
Dewi Sartika dikenal akan tekad kuatnya dalam memperjuangkan pendidikan bagi kalangan perempuan. Ia menggeser paradigma bahwa perempuan juga punya hak untuk belajar dan berdikari.
Sakola Kautamaan Istri merupakan bukti nyata kepedulian Dewi Sartika pada pendidikan, sekaligus menandai bangkitnya pendidikan di Jawa Barat. Nyala api kegigihan Dewi Sartika dalam membangun pendidikan serta memberdayakan hak-hak perempuan semestinya melecutkan semangat kita demi mewujudkan Indonesia yang lebih berdaya.
4 Desember 2021, bertepatan dengan hari lahir Dewi Sartika, semestinya menjadi momentum untuk mengingat kembali kiprah dan kontribusi Dewi Sartika selaku pelopor pendidikan kaum perempuan, khususnya di Tatar Sunda.
Sebagai bentuk penghargaan atas peran dan jasanya terhadap kemajuan pendidikan, nilai-nilai dan konsep yang disematkan Dewi Sartika, seperti cageur, bageur, dan pinter hingga kini terus diimplementasikan di lembaga pendidikan di bawah naungan Paguyuban Pasundan.
Sebelum Indonesia dilanda pandemi, setiap 4 Desember, Paguyuban Pasundan melalui Bidang Pemberdayaan Wanita dan Kesehatan Masyarakat bahkan rutin menggelar upacara peringatan hari lahir Dewi Sartika.
Paguyuban Pasundan juga mendukung penuh kala kisah Dewi Sartika hendak dijadikan film. Dikutip dari cakrawala.co, menurut Ketua Umum PB Paguyuban Pasundan, Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si., pembuatan film Dewi Sartika akan memperkuat nilai kepahlawanan tokoh Pasundan dalam sejarah perjuangan NKRI.
Bukti cinta dan rasa hormat Paguyuban Pasundan pada figur Dewi Sartika juga pernah diusulkan kepada Wali Kota Bandung Periode 2013-2018, Ridwan Kamil, agar hari lahir pelopor pendidikan asal Jawa Barat ini diperingati sebagai Hari Pahlawan Dewi Sartika.
Bagi Paguyuban Pasundan, Dewi Sartika adalah pejuang pendidikan yang layak jadi inspirasi. Terlebih, dalam budaya Sunda, kedudukan perempuan berada pada posisi yang bermartabat. Hal ini menggambarkan betapa perempuan mesti mendapat penghormatan tertinggi sebagaimana napas perjuangan yang digelorakan Dewi Sartika.
Generasi muda mesti menebar semangat dan kebermanfaatan layaknya Dewi Sartika yang tak kenal lelah untuk mengangkat harkat dan derajat bangsa.
“Kami ingin mewariskan nilai-nilai perjuangan Dewi Sartika pada generasi muda. Spirit yang ditebarkan Dewi Sartika diharapkan bisa mengalir dan menitis di hati para siswa dan generasi mua Indonesia. Jika heterogenitas (NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika) tidak dijaga dengan baik, maka masa depan yang dihadapi generasi muda akan jauh lebih sulit,” pesan Prof. Didi. (Reta)*