BANDUNG, unpas.ac.id – Permendikbudristek Nomor 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi yang diteken Mendikbudristek Nadiem Makarim dinilai multitafsir dan menuai pro kontra.
Menurut Nadiem, dikeluarkannya Permendikbud Nomor 30/2021 dapat menjadi pegangan bagi korban kekerasan seksual di kampus yang selama ini tidak bisa berpegangan pada peraturan hukum lainnya.
Menanggapi hal tersebut, Rektor Universitas Pasundan Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusuf Sp, M.Si., M.Kom., IPU mengatakan jauh sebelum peraturan tersebut dikeluarkan, Unpas telah mempersiapkan lembaga yang fokus menangani masalah gender, termasuk tindak kekerasan seksual.
“Unpas memiliki Pusat Studi Wanita (PSW) yang dibentuk sejak 2015. PSW didesain untuk mengkaji dan menanggapi persoalan gender, juga memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual,” ujarnya.
Rektor menyebutkan, Unpas masih menunggu finalisasi Permendikbud Nomor 30/2021. Rektor berharap, jika peraturan ini disahkan dapat memerdekakan kampus dari kekerasan seksual, baik di kalangan mahasiswa, tenaga kependidikan, dan masyarakat di lingkungan Unpas.
“Pada dasarnya, Unpas mengikuti apa yang sudah ditetapkan. Namun, saat ini masih belum fiksasi, sehingga masih ada kemungkinan direvisi. Yang jadi permasalahan terutama di dalam salah satu pasalnya ada diksi ‘persetujuan kedua belah pihak’,” lanjutnya.
Kendati demikian, menurut Rektor, Kemendikbudristek tidak ada maksud untuk membenarkan hal-hal yang dipermasalahkan oleh pihak-pihak kontra.
“Kalau masih ada kata-kata begitu artinya bisa saja bebas. Mungkin apabila ada revisi tertutup oleh Kemendikbudristek, saya rasa tidak ada maksud untuk hal itu. Ikuti saja perkembangan mengenai SK Mendikbudristek ini,” tutupnya. (Reta)*